Politik

DPR: Pengunduran Diri Patrialis Akbar Adalah Keharusan

NUSANTARANEWS.CO – Anggota Komisi III DPR RI, Masinton Pasaribu, mengungkapkan bahwa pengunduran diri Patrialis Akbar dari jabatan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) sudah merupakan suatu keharusan.

“Adalah keharusan bagi PA (Patrialis Akbar) sebagai Hakim Konstitusi untuk mengundurkan diri ketika status hukumnya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK,” ungkapnya kepada wartawan, Jakarta, Selasa (31/01/2017).

Masinton mengatakan, meski belum memperoleh kekuatan hukum tetap putusan pengadilan, namun PA telah melanggar prinsip kode etik dan pedoman perilaku hakim. Karena sebagai Hakim Konstitusi telah membocorkan draft putusan MK Nomor 129 terkait putusan uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan.

Padahal, lanjut Masinton, Draft putusan MK Nomor 129 ini belum secara resmi dibacakan dan diumumkan oleh MK, namun draft ini justru diserahkan ke makelar, karena inilah yang ingin dipengaruhi dalam indikasi suap tersebut.

“Publik dapat memaknai surat pengunduran diri PA tersebut menyiratkan bahwa Beliau mengenyampingkan bantahan dan pembelaan atas dirinya sendiri sebelumnya ketika terkena OTT oleh KPK, saat itu PA menyebut bahwa dirinya dizolimi dan tidak terima uang suap sepeser pun,” ujar Politisi dari PDIP itu.

Baca Juga:  Fraksi Demokrat DPRD Nunukan Dorong Penguatan UMKM

Masinton menyebutkan, berdasarkan rekam jejak KPK dalam kasus suap dan korupsi hasil OTT saat diuji dalam persidangan pengadilan Tipikor, semua pelaku yang kena operasi tangkap tangan, secara hukum dan meyakinkan terbukti menerima suap.

“KPK harus mengembangkan kasus ini agar diketahui publik. Apakah Patrialis Akbar bermain sendiri atau tidak. Karena untuk memutuskan soal uji materi harus melalui keputusan sembilan hakim lainnya,” katanya tegas.

Di samping itu, Masinton menambahkan, MK harus mampu meyakinkan publik yang telah terlanjur menaruh curiga atas putusan uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan tersebut.

“Tanpa mengurangi hormat saya pada institusi MK dan Hakim Konstitusi, jika putusan MK tersebut terindikasi adanya suap dan permufakatan jahat untuk melanggengkan kepentingan bisnis impor daging dari luar negeri ke Indonesia. Demi tegaknya Konstitusi, kedaulatan dan kepentingan Nasional Indonesia, maka MK harus berani dan mau membuka diri untuk mengevaluasi kembali draft putusan yang belum dibacakan ke publik terkait uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan,” ungkapnya. (Deni)

Related Posts

1 of 615