Hukum

DPR Apresiasi Penegakan Hukum Terhadap PT IBU

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – DPR Apresiasi Penegakan Hukum Terhadap PT IBU. Baru-baru ini satuan tugas (satgas) Pangan melakukan penggerebek gudang beras PT Indo Beras Unggul (IBU) di Kedungwaringin, Bekasi, Jawa Barat. Dari penggerebekan itu, ditemukan 1.161 ton beras subsidi pemerintah yang dipoleh jadi beras premium.

Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Herman Khaeron mengapresiasi atas penegakan hukum dibidang pangan.

“Sebab hal itu pula yang menjadi harapan semua pihak seperti yang tertuang dalam Undang-undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012,” ujarnya berdasarkan siaran pers di Jakarta, Senin (24/7/2017).

Menurut dia PT IBU yang merupakan anak perusahaan PT Tiga Pilar Sejahtera adalah perusahaan dibidang perberasan yang kemampuan atau kapasitas produksinya bisa mencapai 1 juta ton.

“Ini merupakan perusahaan swasta terbesar setelah Perum Bulog yang memiliki kapasitas gudang 4 juta ton,” ucapnya.

Sementara itu, lanjut Herman mengenai dugaan beras tersebut bersubsidi, ada 2 kemungkinan, bahwa beras tersebut alokasi Rastra atau Raskrin yang setiap tahun dialokasikan untuk keluarga miskin, kelas beras medium, dan disalurkan secara tetutup oleh Bulog dan Pemerintah Daerah.

Baca Juga:  Terkait Kasus Bimo Intimidasi Wartawan, Kabid Irba Dinas PSDA Cilacap Bantah Terlibat

“Atau beras subsidi yang dimaksud adalah bantuan terhadap petani dalam bentuk subsidi pupuk, benih, dan bantuan produksi lainnya,” katanya.

Lebih lanjut Herman menjelaskan, kalau raskin atau rastra sudah ada peraturannya, sehingga kalau disalahgunakan tentu melanggar hukum.

Akan tetapi jika yang dimaksud adalah petani yang mendapat subsidi produksi, maka belum ada aturan atas hasil produksinya, termasuk harus di jual kesiapa dengan ketetapan harga tertentu, karena belum ada aturannya, kecuali ada inpres 5 tahun 2015 yang mengatur HPP (Harga Pembelian Penerintah) yang saat ini menjadi harga patokan pembelian pemerintah kepada petani atau pelaku usaha melalui pengadaan Bulog, dan aturan HET (Harga Eceran Teringgi) yang baru saja diberlakukan oleh pemerintah.

“Jadi jika yang dimaksud adalah beras hasil petani yang disubsidi atau yang mendapat bantuan saprotan dan saprodi, belum ada peraturan yang mengikat terhadap hilirnya,” kata dia.

Ia menambahkan, subsidi dan berbagai bantuan saprotan dan saprodi dimaksudkan agar usaha petani lebih kompetitif, produktif dan petani mendapatkan benefit. Dengan penguasaan lahan pangan yang sempit dipastikan usaha petani kurang ekonomis, sehingga harus dibantu dan diringankan biaya peroduksinya.

Baca Juga:  Bagai Penculik Profesional, Sekelompok Oknum Polairud Bali Minta Tebusan 90 Juta

“Itulah pentingnya subsidi dan bantuan tersebut bagi petani,” katanya.

Atas dasar itu, ia mengaku mempertanyakan dihapusnya Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian di Kementrian Pertanian, karena tidak ada yang urus di hilrinya petani.

“Saya juga berharap petani jangan dijadikan mesin produksi, tapi harus menjadi subyek penyedia pangan dan terlibat sampai kepada procesing hasil produksinya, bahkan sampai ke pasar, sehingga benefitnya dapat dirasakan petani,” kata dia.

“Adapun jika PT IBU dan PT TPS ada pelanggaran terkait dengan pasal-pasal pelanggaran hukum dalam Undang Undang 18 Tahun 2012 tentang Pangan ataupun Undang-undang lainnya, silahkan diusut tuntas dan tegakan hukum seadil-adilnya,” tandasnya.

Reporter: Restu Fadilah
Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 52