Ekonomi

Dolar Tembus 15.000 rupiah, BPS: Bukti Fundamental Ekonomi Kropos

Presiden Gerakan Pribumi Indonesia (GEPRINDO) Bastian P. Simanjuntak (berkemeja putih). (FOTO: Do. Pribadi/Istimewa)
Presiden Gerakan Pribumi Indonesia (GEPRINDO) Bastian P. Simanjuntak (berkemeja putih). (FOTO: Do. Pribadi/Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan rupiah kembali melemah hingga ke level Rp 15.002 per dolar Amerika Serikat (AS) pada kurs jual. Tentu saja hal ini akan berdampak pada roda ekonomi Indonesia sekaligus membuktikan kroposnya fundamental ekonomi kita.

Menurut Presiden Gerakan Pribumi Indonesia (GEPRINDO), Bastian P. Simanjuntak, hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih jauh dari berdikari, dampak melemahnya rupiah akan menyebabkan rontoknya ekonomi indonesia.

Beberapa bulan kedepan, kata dia, kenaikan BBM juga akan mengakibatkan naiknya harga kebutuhan pokok. Selain biaya produksi, biaya bahan baku akan meningkat serta secara otomatis biaya angkut barang semakin mahal.

“Situasi ini akan menambah beban hidup masyarakat ditengah kesulitan ekonomi yang sedang melanda negeri kita. Ancaman kenaikan usd dolar masih terus akan terjadi karena market masih menunggu kebijakan the fed untuk menaikan suku bunga sebanyak 4 kali pada tahun ini,” kata Bastian, Jakarta, Rabu (5/9/2018).

Baca Juga:  Bupati Nunukan Serahkan Bantuan Sosial Sembako

Sejak berkuasa, lanjut Bastian, pemerintah Jokowi telah mengambil kebijakan yang salah yaitu bergantung pada investasi asing dan memprioritaskan pembangunan infrastruktur berbiaya mahal yang didanai oleh pinjaman luar negeri. Sehingga pada saat kurs usd naik signifikan maka secara otomatis akan menambah beban negara karena setiap tahun kita harus membayar cicilan pokok dan bunga pinjaman dengan mata uang usd.

“Kita juga sepakat dengan pernyataan Capres Sandiaga Uno yang mengatakan pelemahan rupiah tersebut salah satunya disebabkan tidak terjadi reformasi struktural yang tepat di bidang ekonomi misalnya hasil ekspor tidak dikonversi ke rupiah, terjadi kebocoran penerimaan negara. Sehingga tidak benar sepenuhnya akibat global, ini akumulasi dari pencitraan yang akhirnya terbukti hanya ‘istana pasir’,” jelasnya.

Dalam situasi seperti ini, Bastian menambahkan, untuk menekan kurs usd tidak ada cara lain bagi pemerintah secara jangka pendek yaitu dengan menaikan suku bunga bank indonesia, namun dampaknya secara ekonomi akan memperparah sektor riil, dan bisa memicu krisis ekonomi seperti tahun 1998.

Baca Juga:  Sekda Nunukan Hadiri Sosialisasi dan Literasi Keuangan Bankaltimtara dan OJK di Krayan

“Pemerintah juga harus mewaspadai gelombang PHK besar-besaran yang diakibatkan meningkatnya biaya produksi dan bahan baku,” tandasnya.

Pewarta: Achmad S.
Editor: M. Yahya Suprabana

Related Posts

1 of 3,150