Berita UtamaPeristiwa

Diundang ke Belanda, Ibnu Burdah akan ‘Blak-Blakan’ Soal Wahabisme di Indonesia

Pakar Kajian Timur Tengah dan Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ibnu Burdah/Dok. Pribadi/Nusantaranews
Pakar Kajian Timur Tengah dan Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ibnu Burdah/Dok. Pribadi/Nusantaranews

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pengamat kajian Timur Tengah (Timteng) yang kini juga berstatus sebagai dosen pasca sarjana UIN Sunan Kalijaga Ibnu Burdah, baru-baru ini mendapat kehormatan dengan diundang untuk mengisi kuliah umum di Radboud University, Nijmegen, Belanda.

“Saya dapat undangan untuk menyampaikan kuliah umum di Nijmegen Belanda pada tanggal 2 Juni ini,” ujar Ibnu Burdah, kepada Nusantaranews, Senin (29/5/2017).

Rencananya, di kota yang berada di provinsi Gelderland itu, Ibnu Burdah akan menyampaikan kuliah umum dengan mengangkat fenomena keislaman di Indonesia, khususnya gerakan wahabisme (salafisme) yang selama 1 dekade terakhir mengalami perkembangan pesat di Indonesia.

“Mitos kegagalan kampanye wahabisme (Salafisme) di Indonesia dan ketangguhan apa yang disebut dengan Islam Indonesia telah membuat kita salah menilai tentang persebaran pemikiran wahabisme/Salafisme dan berbagai dampaknya bagi masyarakat Indonesia,” kata dia.

Baginya kegagalan kampanye Wahabisme di Indonesia dan dunia Islam secara umum sejak tahun 1980-an dengan meneliti salah satu alat kampanye Wahabi di Indonesia yaitu madrasah salafi. Menurutnya, Madrasah Salafi yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, kendati memiliki pendanaan dan  koneksi kuat dengan Timur Tengah, gagal merekrut siswa-siswa Indonesia khususnya dari kalangan abangan dalam skala luas. Penjelasan atas kegagalan itu meliputi dua hal yaitu model madrasah itu yang kuno dan kultur yang dikembangkan begitu eklusif.

Baca Juga:  Komut Tunjuk Plt Dirut, Bank UMKM Jatim Bergejolak

“Lembaga-lembaga lain yang dikembangkan untuk menggencarkan Wahabisme di Indonesia secara umum juga mengalami nasib yang sama seperti masjid, islamic center, dan jamaah-jamaah pengajian. Lembaga-lembaga itu tampak kurang berkembang dan masih jauh untuk bisa dikatakan sebagai penantang kuat bagi lembaga-lembaga keislaman “tradisional” Indonesia yang dinilai moderat, ramah terhadap kultur lokal, dan keragaman,” sambung dia.

Berita Terkait: Kampanyekan Ideologi: Wahabisme Habiskan 100 Milyar Dollar

Namun, lanjut Ibnu Burdah, jika dicermati secara seksama perkembangan keislaman di Indonesia dalam satu dekade terakhir, maka ekpresi pikiran-pikiran Salafisme itu sesungguhnya sudah demikian menonjol di ruang publik demokratis Indonesia yang memberikan kebebasan berekpresi berbagai arus keislaman termasuk yang anti-demokrasi dan anti-keindonesiaan.

“Pikiran-pikiran Salafisme itu sangat menonjol kehadirannya dalam aktifisme Islam di ruang publik baik di dunia virtual maupun nyata,” terangnya.

Pewarta/Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 7