NUSANTARANEWS.CO – Tanggal 8 September di Indonesia secara resmi ditetapkan sebagai Hari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Satpol PP adalah perangkat pemerintah daerah (Pemda) untuk memelihara ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan peraturan daerah. Sehingga, organisasi dan tata kerja Satuan Polisi Pamong Praja ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda).
Sejarah keberadaan Satpol PP cukup panjang. Bahkan disebut-sebut sebagai salah satu satuan bantuan keamanan tertua yang ada di Indonesia. Didirikan di Yogyakarta pada tahun 1950, Pamong Praja berasal dari Bahasa Jawa, yakni Pamong berasal dari kata among/momong yang berarti mengasuh. Dan Praja berarti pegawai pemerintahan. Sehingga, Pamong Praja adalah pegawai pemerintahan yang bertugas memomong atau mengasuh masyarakat. Satpol PP dimaksudkan untuk membantu mengatasi persoalan keamanan pasca kemerdekaan dengan motto Praja Wibawa.
Satpol PP adalah satuan yang terpisah dari kepolisian dan memiliki paying hukum sendiri. Untuk mengatur keberadaan Satpol PP adalah UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dipertegas lagi pada tahun 2010 di mana pemerintah menggagas dibuatnya Peraturan Pemerintah baru guna mengatur peran dan fasilitas Satpol PP.
Ambil contoh misalnya, PP No 6/2010 yang menyebutkan Satpol PP adalah melakukan tindakan penertiban non-yustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah. Tetapi untuk melakukannya, anggota Satpol PP diwajibkan pula untuk menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi manusia, dan norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat serta membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.
Adapun wewenang, hak dan kewajiban Satpol PP sebagaimana diatur dalam PP No 6/2010 tersebut juga memfasilitasi memberdayakan kapasitas penyelenggaraan perlindungan masyarakat; melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah; dan melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah.
Terlepas dari itu, dinamika yang terjadi pada Satpol PP, terutama saat melaksanakan tugas bisa dibilang berbanding terbalik dengan segenap fungsi, hak dan wewenangnya. Dalam sejumlah kasus, Satpol PP kerap kali muncul sebagai sosok antagonis, di mana lebih menonjol dalam urusan penertiban ketimbang pemberdayaan masyarakat. Aksi-aksi penggusuran dan penertiban masyarakat lebih dominan terjadi di sejumlah daerah. Bahkan, tak berlebihan bila dikatakan Satpol PP adalah musuhnya para pedagang kaki lima yang mengais rejeki di emperan, trotoar dan di sepanjang pinggir-pinggir jalan.
Bersenjatakan pentungan, Satpol PP biasanya dikerahkan Pemda untuk menutup lokasi usaha, mengusir pedagang kaki lima, dan menggusur warga yang dianggap tinggal di tanah milik Pemda. Upaya-upaya tersebut sering kali dilakukan dengan jalan mengusir, merobohkan, membakar dan bahkan melukai warga. Belakangan, muncul tuduhan mereka juga dikerahkan untuk kepentingan pihak swasta non-pemda. Citra buruk yang harus segera dirubah Satpol PP tentunya, terutama dalam menjalankan tugas.
Lebih jauh, karena terlanjur dianggap musuh bagi sebagian masyarakat, tak jarang desakan pembubaran Satpol PP kerap disuarakan, bahkan hal itu sudah terjadi sejak tahun 80-an silam. Nah, melihat sejumlah dinamika yang terjadi pada Satpol PP belakangan yang kerap tampil dengan wajah bengis serta dimusuhi oleh sebagian masyarakat, perlu kiranya pemerintah terkait mengevaluasi keberadaan polisi Pemda ini. Tujuannya tentu saja demi menjaga citra Satpol PP dan menghentikan permusuhannya dengan sebagian masyarakat yang kerap menjadi korban dari tugas-tugas Satpol PP. Karena bagaimana pun, Pemda tentu masih membutuhkan keberadaan pasukannya ini demi memuluskan program-program ketertiban, keamanan dan pemberdayaan masyarakat. (eriecdieda/dari berbagai sumber)