Menjadi Karat
tubuhmu pun rawan ketika aku
muncul di jantungmu. detaknya
jatuh cinta padaku, dan aromaku
adalah jari-jarimu yang terbakar
kala kau menyalakan sebatang lilin.
di sudut serambi kananmu ada ujung
sumbu yang menunggu untuk disulut:
ledakan yang tertunda oleh rasa
cemasmu. cemasmu adalah aku
yang terus melebar, memenuhi
napasmu yang turut rawan.
Dilarang Berulang Tahun di Sini
kue tar yang masam. ulang tahun yang kadaluarsa.
balon-balon pecah sebelum kautiup. raungan
terompet mengoyak paru-paru.
kado palsu.
perayaan palsu. hari palsu. kebahagiaan palsu.
ada yang mengetuk daun pintu (atau daun pintu
yang mengetukkan diri ke tangannya, atau
sesungguhnya tiada ketukan sama sekali
sebab kehadiran sama palsunya (seperti kado,
perayaan, hari, dan kebahagiaan)). aku pun
segera bangkit dari sofa dan membuka pintu
(atau pintu yang membukaku bersama kemasaman
bahasa (yang tak lebih masam ketimbang kue tar)).
kau tetap tak kutemukan.
(Denpasar, 2016)
Simak:
- Kekasih yang Kera, Racun Belukar Malam
- Malaikat yang Mengetuk Pintu
- Kau yang Bercerita Peluru di Benakku
- Para Pemeran Sejarah, Sang Nakhoda dan Teka-Tekinya
- Tes Masuk IKJ dan Persinggahan Data-data
- U, Jangan Bersepeda di Sana
Dua Buah Puisi di Ruang Tengah
tiba ruang tengah: kau tak melihat
sejarah-sejarah
terpasung—hampir memenuhi dinding
nyala bohlam
laron-laron terjebak di dalam terangnya
di dalam panas perutnya
kau hanya melihat langkah-langkah kita
yang tercetak di lantai
pendingin ruangan berdengung
selembar karpet tergelar—di bawahnya
tersembunyi sejarah lainnya
yang harus kau tak tahu
foto kebersamaan kita kutempel di
langit-langit
agar tak dirayu sejarah yang basi
duduk di karpet: kau mau kuambilkan
segelas adegan yang lampau?
barangkali kau haus kenangan
haus kenang-kenang
tunggu. tak ada yang pantas kautunggu
di antara kepedihan masa lalu
dinding-dinding retak, terpukul oleh
kebohongan yang dibenarkan
berdiri: jangan kautinggalkan aku,
puisi!
tetap di ruang tengah: kau tak melihat
diksi-diksi asam yang mengambang
di sekeliling kita
(Denpasar, 2016)
Surya Gemilang, lahir di Denpasar, 21 Maret 1998. Antologi cerpen tunggal pertamanya berjudul Mengejar Bintang Jatuh (2015). Tulisan-tulisannya yang lain dapat dijumpai di lebih dari delapan antologi bersama dan sejumlah media massa. Publikasi puisi-puisi Surya Gemilang di nusantaranews.co minggu ini adalah “Kekasih yang Kera“, “Hari Ini Bukan di Denpasar“, “Pan Kasim, Dongengi Aku“, “Pun Sajak Bisa Merambat“, “Racun Belukar Malam“, “Sajak Pedang“, dan “Serat“.
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resinsi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].