Diduga Kemenangan Uhuru Kenyatta ‘Fiktif’, Bentrokan Terjadi di Kenya

Bentrokan di Kenya. Foto Baz Ratner/ Reuters

Bentrokan di Kenya. Foto Baz Ratner/ Reuters

NUSANTARANEWS.CO – Uhuru Kenyatta telah meraih kemenangan dalam Pemilihan Presiden Kenya tahun ini. Namun perolehan kemenangan 54% suara untuk Uhuru Kenyatta dianggap fiktif oleh pihak oposisi.

Hal tersebut memicu respons keras dari pihak oposisi. Bentrok antara pengunjuk rasa dan polisi di Kenya pun tidak terhindarkan. Kabar yang berhembus seperti dilaporkan kantor berita the guardian, mengatakan pemimpin oposisi tidak menerima hasil pemilihan umum dengan alasan pihaknya mencurigai adanya tipuan atau manipulasi angka akibat adanya aksi hacking atau serangan para hacker.

Raila Odinga yang merupakan calon dari kubu oposisi National Super Alliance, mengatakan bahwa dirinya tidak mengendalikan rakyat (massa), ia juga meminta kepada pendukungnya untuk tetap tenang. Meski demikian, ia sempat geram dan kecewa. Odinga menuding pemilu tahun 2017 ini sebagai penipuan.

Saat ini, kondisi jalan-jalan di kota-kota negara tersebut masih terpantau sepi, toko-toko tutup, dan masyarakat merasa tidak tenang. Semua pihak mengharapkan Kenya kenya dapat menghindari terjadinya pelanggaran hukum dan ketenangan.

Di wilayah barat, Kimusu, polisi terpaksa menembakkan gas air mata kepada ratusan pendukung oposisi.

Aksi massa di beberapa daerah lainnya bahkan lebih menyedihkan ketika polisi harus menembakkan senjata mereka hingga menelan 2 korban jiwa dan beberapa lainnya terluka. Sementara kabar tersebut berhembus, pertumpahan darah ini disebut-sebut terjadi di lingkungan Nairobiare.

Bukan hanya di daerah-daerah di atas, bentrokan besar juga terjadi di wilayah  Mathare dan Kisii. Karena bentrokan tersebut, pihak keamanan dan otoritas transportasi setempat untuk sementara menghentikan operasi kereta api dari Mombasa-Nairobi hingga keadaan membaik.

Perselisihan antara dua (dinasti) kubu yaitu Kenyatta dan Odinga di negara yang merupakan salah satu negara paling berpengaruh Di Afrika tersebut bukanlah hal baru semenjak kemerdekaan yang diperoleh dari Inggris pada 1963.

Pada tahun 2007, perselisihan juga pecah akibat Pemilihan Umum yang dianggap oleh kubu Odinga sebagai hasil kecurangan. Kerusuhan kemudian terjadi secara besar-besaran antara massa dan aparat kepolisian. Dalam kerusuhan besar ini setidaknya 1.200 orang tewas dan berimbas pada krisis selama beberapa dekade.

Pada tahun 2013, Odinga juga menolak kekalahan ia dan tim pemenangannya kemudauan mengajukan gugatan akan tetapi hasilnya tetap kalah.

Untuk pemilu kali ini komisi hak asasi manusia Kenya, sebagai organisasi non pemerintah tengah melakukan penyelidikan terhadap dugaan kecurangan pemilu tersebut. Untuk sementara mereha telah menemukan adanya perbedaan dalam hasil sementara yang diumumkan oleh pihak penyelenggara pemilu dan formulir yang ditandatangani di tempat pemungutan suara oleh agen partai.

Seperti diketahui, Komisi pemilihan umum Kenya, IEBC, mengumumkan hasil penghitungan cepat kemarin (9/8). Tepatnya, sekitar pukul 02.00 dini hari waktu setempat. Berdasar penghitungan balot yang masuk dari 95 persen tempat pemungutan suara (TPS), Presiden Uhuru Kenyatta unggul. Hasil yang belum final itu pun langsung memantik protes.

Penulis: Riskiana
Editor: Sulaiman

Exit mobile version