Hukum

Didakwa Terima Uang Rp 2,3 Miliar dari Mantan Bos Lippo, Nurhadi Disebut Lagi

Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurrachman/Foto nusantantaranews via rmol
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurrachman/Foto nusantantaranews via rmol

NUSANTARANEWS.CO – Panitera Sekretaris (Pansek) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Edy Nasution merasakan panasnya kursi pengadilan, hari ini, (8/9/2016). Hal ini setelah berkas perkara kasus suap peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang menjerat dirinya sebagai tersangka dinyatakan lengkap atau P21.

Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat ini. Edy di dakwa menerima uang sebanyak Rp 2,3 miliar. Uang tersebut terdiri dari Sin$ 1,5 miliar, Rp 100 juta, US$ 50.000 dan Rp 50 juta. Uang tersebut diterimanya untuk menangani sejumlah perkara di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang berkaitan dengan Lippo Group.

Jaksa membeberkan uang Sin$ 1,5 miliar diterima Edy dari Doddy Aryanto Supeno yang tidak lain merupakan asisten dari mantan Presiden Direktur (Presdir) Lippo Group, Eddy Sindoro. Pemberian itu merupakan arahan dari pegawai PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti Susetyowati, Direktur PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) Herry Soegiarto, Presiden Direktur PT Paramount Enterprise Ervan Adi Nugroho, dan Eddy Sindoro.

Adapun uang Sin$ 1,5 miliar yang diterima Edy itu diberikan untuk melakukan perubahan redaksional atau revisi surat jawaban dari PN Jakpus untuk menolak eksekusi lanjutan dari ahli waris berdasarkan putusan Raa Van Justitie Nomor 232/1937 tertanggal 12 Juli 1940 atas tanah lokasi di Tangerang atau untuk tidak mengirimkan surat tersebut kepada pihak pemohon eksekusi lanjutan.

Baca Juga:  Terkait Kasus Bimo Intimidasi Wartawan, Kabid Irba Dinas PSDA Cilacap Bantah Terlibat

Selanjutnya untuk penerimaan Rp 100 juta. Uang tersebut diterima Edy dari Agustriadhy berdasarkan arahan Eddy Sindoro. Uang itu ditujukan terkait pengurusan penundaan surat peringatan atau aanmaning pada perkara niaga PT MTP melalui PN Jakpus sesuai putusan Singapura International Arbitration Centre (SIAC) Nomor 62 tahun 2013 tanggal 1 Juli 2013, ARB Nomor 178 tahun 2010.

Kemudian terkait penerimaa US$ 50.000 dan Rp 50 juta yang diberikan Doddy atas arahan Wresti dan Ervan diperuntukan untuk pengurusan pengajuan kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL) meskipun telah melewati batas waktu dan untuk membantu perkara yang masih dihadapi Lippo Group di PN Jakpus.

Ada yang menarik dalam persidangan tersebut, yang menarik adalah disebutkannya kembali nama mantan Sekretaris Mahkamah Agung (SekMA) Nurhadi Abdurrachman.

Dalam dakwaan Edy, Nurhadi disebut pernah meminta uang Rp 3 miliar kepada eks Presiden Komisaris Lippo Group, Eddy Sindoro. Uang sebanyak itu diminta Nurhadi untuk keperluan digelarnya turnamen tenis Persatuan Tenis Warga Pengadilan (PTWP) memperebutkan Piala Ketua Mahkamah Agung RI pada Agustus 2015 lalu.

Baca Juga:  Gelar Aksi, FPPJ Jawa Timur Beber Kecurangan Pilpres 2024

Awal mula permintaan duit itu bermula ketika‎ PT Jakarta Baru Cosmopolitan (JBC) yang merupakan perusahaan di bawah naungan Lippo Group menghadapi perkara terkait kepemilikan tanah punya ahli waris Tan Hok Tjie di Gading Serpong, Tangerang. JBC mengetahui adanya permohonan eksekusi lanjutan di PN Tangerang dari pihak Tan Hok Tjie terhadap tanah yang sudah dikuasai JBC tersebut. Permohonan eksekusi itu diajukan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dari situ, Eddy Sindoro lantas mengutus‎ pegawainya dari PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti Susetyowati‎ untuk menemui Edy Nasution guna menolak permohonan eksekusi lanjutan tersebut. Akan tetapi, karena tidak juga ditindaklanjuti Edy Nasution, Hesti melapor ke Eddy Sindoro.

Hesti lantas meminta Eddy Sindoro membuatkan memo kepada seseorang yang diistilahkan dengan ‘promotor’. Promotor itu maksudnya adalah Nurhadi dengan tujuan agar dibantu pengurusan penolakan permohonan eksekusi lanjutan itu.

Kemudian, Edy Nasution mengontak Hesti. Dia menyampaikan permintaan Nurhadi agar disiapkan duit Rp 3 miliar jika ingin pengurusan penolakan eksekusi lanjutannya ‘lancar’.

Baca Juga:  Satgas Catur BAIS TNI dan Tim Gabungan Sukses Gagalkan Pemyelundupan Ribuan Kaleng Miras Dari Malaysia

Mengetahui ada arahan dari sang ‘promotor’ soal permintaan duit Rp 3 miliar, Eddy Sindoro pun meresponnya. Meski begitu, Eddy Sindoro hanya menyanggupi‎ Rp 1 miliar. Hesti selanjutnya menyampaikan ke Edy Nasution lewat telepon.

Dalam percakapan lewat telepon gengam itu, Edy Nasution mengatakan kalau uang Rp 3 miliar yang diminta Nurhadi tersebut untuk keperluan menggelar turnamen tenis se-Indonesia di Bali. Masih dalam percakapan telepon itu, Edy Nasution pun menego Hesty dan menurunkan ‘harga’ menjadi Rp 2 miliar saja. Namun setelah melalui negosiasi yang cukup panjang, akhirnya Eddy Sindoro hanya menyanggupinya dan memberikan uang sebesar Rp 1,5 miliar.

Atas perbuatannya itu Edy didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP. (Restu)

Related Posts

1 of 22