Puisi

Di Negeri yang Serba Palsu – Puisi Jose Rizal Manua

Bahkan Dalam Usia yang Ke-62 Kini

Nenek moyangku adalah bangsa bahari
Mengarungi samudera hingga ke Malagasy
Sementara aku tak pernah pegang kemudi

Bahkan dalam usia yang ke- 62 kini
Belum ada dharmaku bagi nusantara
Belum ada bhaktiku bagi Ibu Pertiwi

Nenek moyangku adalah bangsa bahadur
Dengan niscaya membangun Borobudur
Sementara aku masih saja ngelindur

Jakarta, 14 September 2016

Di Negeri yang Serba Palsu

Di negeri yang serba palsu
Beredar uang-uang palsu
Dengan iming-iming janji palsu.

Di negeri yang serba palsu
Dapat dibeli ijasah palsu
Untuk meningkatkan derajat palsu.

Di negeri yang serba palsu
Disuntikkan vaksin-vaksin palsu
Untuk melahirkan generasi-generasi palsu.

Di negeri yang serba palsu
Ditandatangan perjanjian-perjanjian palsu
Dengan tanda tangan-tanda tangan palsu.

Di negeri yang serba palsu
Ktp-ktp palsu diperjual-belikan
Untuk menampung pekerja-pekerja palsu.

Di negeri yang serba palsu
Apa yang bisa menguntungkan dipalsu
Meski dengan keuntungan-keuntungan palsu;
Air mineral dipalsu
Bensin, solar dipalsu
Kerupuk kulit, Ikan teri, telur asin dipalsu
Permen karet, jajanan pasar, susu bayi dipalsu.
Bahkan ‘purwoceng’, juga dipalsu!

Jakarta, 6 Agustus 2016

Lucu Juga, Ya?

Lucu juga, ya?
Ada calon anggota dewan
Pasang poster di kuburan
Tebar pesona
Bagi arwah-arwah penasaran.

Lucu juga, ya?
Ada pejabat yang tertangkap tangan
Karena korupsi uang milyaran.
Ketika televisi menyiarkan
Bukannya malu, malah cengengesan.

Jakarta, 19 Agustus 2016

Tanah Air

Bumi yang murah hati
Laut yang tulus suci
Udara yang bijaksana
Dan matahari yang setia
Semua memberi kekayaan
Bagi umat manusia.

Tetapi di jaman atom, milenium
Dan penaklukan ruang angkasa ini
Kehidupan didesak oleh gemuruh sakit hati
Gelegar provokasi
Dari cuaca angkara murka.
Tangan-tangan keserakahan dan keculasan
Kaki-kaki tipu daya
Dan jari-jari adu domba
Adalah bunga-bunga prahara
Yang akan mengobarkan pertikaian
Menyeret persatuan ke tepi jurang malapetaka
Sementara puing-puing dari kota dan desa
Yang hancur masih mengepulkan asapnya.

Jika panji-panji kearifan
Jika bendera-bendera kejujuran
Tak segera dipancangkan dan dikibarkan
Akan semakin panjang derita rakyat.
Rakyat hanya menyimpan
Harapan-harapan sederhana.
Rakyat ingin hidup
Tanpa takut akan hari depannya.
Rakyat ingin bekerja
Tanpa cemas kehilangan orang tercinta.

Gunung memberikan perenungan pada kalbu
Belantara memberikan pencerahan pada indra.
Dan mata air adalah lambang keikhlasan
Yang penuh kedamaian.
Tetapi dalam sejarah peradaban
Raksasa dasamuka senantiasa deksura
Tak bisa melihat lebih jauh dari hidungnya sendiri.
Dengan adigang ia injaki undang-undang
Dengan adigung ia kangkangi emas permata
Dengan adiguna ia perdayai ketulusan hati rakyatnya.

Wahai, tanah airku
Di manakah pemimpinmu?
Yang mampu membangun rumah, membangun sekolah?
Yang mampu menghasilkan lebih banyak sandang lebih banyak pangan.
Yang bukan saja tahu apa yang terjadi hari ini
Tetapi juga memikirkan hari esok
Dan bekerja untuk kepentingan itu.

Wahai, tanah airku
Di manakah pemimpinmu?
Yang mampu mewujudkan kehidupan yang cocok
Dan cita-cita terbaik bagi rakyatnya?

Wahai, saudara-saudaraku
Tidak seharusnya kita bertengkar.
Karena pertengkaran dan saling cakar
Akan meminta lebih banyak jiwa.
Dan amuknya akan menghanguskan wilayah
Yang makin luas.

Wahai, tanah airku
Wahai, saudara-saudaraku,
Mari kita tumpulkan duri-duri yang runcing
Dalam hubungan antar manusia, oleh manusia
Dan untuk kesejahteraan umat manusia.

Jakarta, 2 Agustus 1999

Penyair Jose Rizal Manua
Penyair Jose Rizal Manua

*Jose Rizal Manua, lahir di Padang, Sumatera Barat, 14 September 1954. Penyair dan dramawan yang sekaligus pendiri teater anak-anak, Teater Tanah Air (1988), yang meraih juara pertama pada Festival Teater Anak-anak Dunia ke-9 di Lingen, Jerman, tanggal 14-22 Juli 2006. Tahun 1975 mendirikan Teater Adinda bersama Yos Marutha Effendi dan tahun 1986 mendirikan Bengkel Deklamasi Jakarta. Selain itu ia juga adalah seorang pemeran dan pengisi suara dalam beberapa film seperti Oeroeg (1993), Kala (2007), Fiksi (2008), Asmara Dua Diana (2009), dan Meraih Mimpi (2009). Penghargaan lain yang pernah diraih yaitu bersama Teater Tanah Air (TTA) meraih The Best Performance dan meraih medali emas di The Asia Pacific Festival of Children Theatre 2004, yang diadakan di Toyama, Jepang.

Related Posts

1 of 124