Opini
Demokrasi Telah Busuk di Tangan Rezim Anti Demokrasi
Published
4 years agoon
Oleh : Ferdinand Hutahaean*
NUSANTARANEWS.CO – Rasanya hampir tidak ada lagi kata yang pas dan tepat menggambarkan watak dan sikap rejim berkuasa saat ini yang dipimpin oleh Presiden Jokowi. Mulai dari kata Anti Demokrasi, Jiwa yang Kosong, Otoriter, Tirani, Diktator dan berbagai macam istilah telah disematkan kepada rejim ini sebagai simbol sikap dan kebijakannya.
Belum lagi mengidentikkannya dengan Louis XVI dari Prancis yang perilakunya dicontoh saat ini, padahal Louis XVI yang memajaki rakyat tinggi dan menindas rakyat serta menjadikan dirinya adalah hukum, akhirnya jatuh diturunkan rakyat dan berakhir tragis dihukum pancung atas segala dosa dan kekejamannya selama memerintah. Itulah Bastille Day yang baru saja diperingati Prancis tanggal 14 Juli lalu sebagai hari kebebasan atau hari kemerdekaan.
Kejadian kemarin yang berlangsung di gedung parlemen DPR RI adalah wujud nyata bagaimana Jokowi sebagai kepala pemerintahan menjadikan dirinya sebagai hukum. Memaksakan kehendak untuk menetapkan RUU Pemilu dengan ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold sebesar 20% adalah bentuk pembunuhan Demokrasi, mematikan demokrasi. Demokrasi dibunuh anti demokrasi. RUU Pemilu yang berakhir tragis disahkan tadi malam dalam sidang Paripurna yang di pimpin oleh seorang tersangka mega korupsi EKTP Setya Novanto menjadi titik didih dibakarnya Ruh Demokrasi yang harus menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, mengedepankan prinsip adil, jujur dan terbuka dalam pemilu serta harus mengacu kepada konstitusi berbangsa dan bernegara. Mati sudah Ruh Demokrasi dan membusuk ditangan rejim anti demokrasi ini.
Sejak awal sidang dimulai pada menjelang siang, sudah terlihat para anti demokrasi itu bersuara keras agar segera dilakukan pemungutan suara atau voting menetapkan Presidential Threshold. Padahal mereka adalah dari kelompok yang selalu keras bersuara Saya Pancasila. Ternyata mereka memang tidak paham Pancasila itu apa. Terbukti dengan sikap ngotot untuk segera voting mengabaikan Sila ke 4 Pancasila yang mengedepankan Musyawarah Mufakat. Tampaknya juga mereka itu memang anti Pancasila dan penganut ajaran liberalisme. Yang mengerti Pancasila dan berjiwa Pancasilais dapat dipastikan akan mengedepankan musyawarah untuk mufakat, bukan menutup pintu ruang musyawarah.
Mungkin akan ada yang menjawab atau bertanya, bukankah sudah dilakukan loby untuk musyawarah mufakat? Betul demikian, namun sungguh loby itu sama sekali tidak menunjukkan adanya upaya untuk musyawarah mufakat, karena Pemerintah dan para pendukungnya tetap bergeming dan tidak mau bergeser dari angka 20%. Jadi untuk apa ada loby jika ternyata tidak ada semangat musyawarah didalamnya? Musyawarah bukan menunjukkan sikap ngotot tapi sika membuka diri dan menegosiasikan alternatif kebijakan atau keputusan, itulah musyawarah untuk mufakat.
Kembali kepada pembusukan Demokrasi. Didalam Konstitusi Berbangsa dan Bernegara jelas disebutkan didalam Pasal 6A Ayat 2 UUD 45 disebutkan Pasangan Calon Presiden diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Garis bawahi kata sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Kemudian lanjutkan kepada Pasal 22E ayat 3 untuk menjawab pasal 6A tersebut tentang Partai Politik mana yang berhak mengajukan calon presiden? Yaitu Partai Politik yang mengikuti pemilu legislatif. Apa kaitannya dengan Presidential Threshold? Dengan pasal tersebut bahwa seluruh Partai Politik memiliki hak yang sama dan adil dalam pemilu yaitu sama-sama berhak mengajukan calon presiden. Karena 2019 akan ada Partai Politik Baru yang ikut pemilu dan mereka belum memiliki suara, maka demi prinsip kesamaan hak dan keadilan dalam pemilu, yang namanya Presidential Threshold harus dihapuskan atau di nol kan. Karena jika tidak di nol kan, maka prinsip adil itu tidak terpenuhi.
Alasan selanjutnya mengapa Presidential Threshold harus di nol kan adalah, ketidak tepatan menggunakan hasil suara pemilu 2014 sebagai acuan dari perolehan suara, karena pemilu 2014 belum tentu dan dapat dipastikan hasilnya tidak sama dengan pemilu 2019. Contoh, PDI dan Golkar peraih suara terbesar 2014 lalu, mungkin saja nanti 2019 PDIP hanya sisa 3% dan Golkar hanya dipilih 2%. Semua itu tidak tertutup kemugkinan karena rakyat pasti melakukan evaluasi terhadap partai dan kinerjanya. Demikian juga Jokowi yang pemilu lalu menang di 53% mungkin saja pemilu 2019 hanya mendapat 5%, tidak ada yang tahu. Maka menggunakan hasil pemilu 2014 sebagai acuan adalah sebuah upaya pembusukan sistematis terhadap demokrasi oleh kelompok anti demokrasi yang ingin berkuasa selamanya meski kinerjanya buruk.
Pertanyaan yang menggelitik, jika memang harus gunakan hasil pemilu yang sudah kadaluarsa dan lewat di masa lalu, aturan mana yang menetapkan menggunakan hasil pemilu 2014 sebagai acuan? Mengapa tidak menggunakan hasil pemilu 2009 saja?
Berhentilah membusukkan demokrasi sebelum rakyat yang tertindas hak demokrasi dan hak politik serta hak ekonominya bangkit melawan. Karena penindasan adalah api sebuah revolusi.
Jakarta, 21 Juli 2017
*Ferdinand Hutahaean,Aktivis Rumah Amanah Rakyat dan Penggerak Bela Tanah Air
Editor: Achmad Sulaiman
You may like
Presidential Threshold 20 Persen Dinilai Bentuk Pembatasan Terhadap HAM Warga Negara
Ferdinand Hutahaean Pastikan Demokrat Tidak Keluar Dari Koalisi Adil Makmur
Klarifikasi Vincentia Tiffani Tanpa Rekayasa, BPN: Ini Sebuah Kejutan
Tulisan Tangan Jokowi Viral, BPN: Ini Sudah Menabrak Pemilu yang Luber
Prabowo Melejit di Survei Kompas, Ferdinand: Sinyal Darurat Kekalahan Jokowi
Ferdinand ke Ruhut: Sebelum Bicara Mangkrak, Perbanyak Baca Dokumen Pemerintah
Terbaru
Laura Pastikan Forkopimda Adalah Pihak Pertama Divaksin Covid-19
NUSANTARANEWS.CO, Nunukan – Laura pastikan Forkopimda adalah pihak pertama divaksin Covid-19. Sebanyak 1173 dosis vaksin Sinovac akhirnya akan segera masuk...
Gaya Hidup Minimalis, Menjadi Tren Hidup Masa Kini
NUSANTARANEWS.CO – Gaya hidup minimalis, menjadi tren hidup masa kini. Pernahkah anda mendengar istilah gaya hidup minimalis? Ya, istilah yang juga...
Kemendagri Dukung Penuh BKKBN untuk Pendataan Keluarga dan Penanganan Stunting
NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kemendagri dukung penuh BKKBN untuk pendataan keluarga dan penanganan stunting. Isu stunting menjadi perhatian serius pemerintah nasional....
Marthin Billa Minta UU Pelayanan Kesehatan Ditinjau Ulang
NUSANTARANEWS.CO, Tanjung Selor – Marthin Billa minta UU pelayanan kesehatan ditinjau ulang. Sebagai vasilitas pelayanan publik terdepan, Pusat Kesehatan Masyarakat...
Pencuri Kotak Amal Masjid Pamekasan Masih di Bawah Umur dan Juga Positif Narkoba
NUSANTARANEWS.CO, Pamekasan – Pencuri kotak amal masjid Pamekasan masih di bawah umur dan juga positif narkoba. Pelaku pencurian kotak amal...
Terpopuler
- Gaya Hidup6 days ago
37% Warga Jerman Melakukan Hubungan Seks dengan Orang yang Tak Dikenal
- Gaya Hidup1 hour ago
Gaya Hidup Minimalis, Menjadi Tren Hidup Masa Kini
- Resensi6 days ago
Kera Ternyata Telah Menggunakan Peralatan Seperti Manusia Sejak 700 Tahun Silam
- Mancanegara6 days ago
Rusia Bangun Dua Kapal Selam Nuklir Baru Kelas Borei