Opini

Demokrasi Salah Urus Berpotensi Disintegrasi Nasional

Demokrasi salah urus berpotensi disintegrasi Nasional. Ilustrasi foto: asia.nikkei.com
Demokrasi Salah Urus Berpotensi Disintegrasi Nasional. Pengukuran Indeks Integrasi Nasional sangat penting dan kehadirannya pada timing yang sangat tepat
Oleh: Dr. TB Massa Djafar

Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia harus didukung oleh capacity building yang cukup, dan hal itu memang tidak mudah. Mengingat, Indonesia adalah sebuah negara besar dengan jumlah penduduk mendekati 300 juta jiwa dan sangat plural sehingga memiliki potensi kerawanan tinggi – karena setiap saat konflik sosial dan politik bisa masuk dari pintu mana saja. Mulai dari isu-isu primordial, hingga soal ekonomi, idelogi dan perbatasan negara.

Jadi, antara tantangan, masalah yang dihadapi dan bangunan kapasitas negara, tidaklah berbanding lurus. Malah kalau boleh kita bisa mengatakan bahwa, Indonesia saat ini sedang mengalami defisit kapasiti, di mana negara kerap absen dalam banyak persoalan ditengah masyarakat. Atau dengan istilah yang sama dinamakan crisis intervention dan penetration.

Sejarah mencatat banyak negara mengalami disintegrasi dalam perjalanannya. Misalnya India terpecah menjadi 3 negara, yaitu India, Pakistan, dan Banglades. Malaysia dengan Singapura. Kasus mutakhir Uni Soviet dan negara Eropa Timur, bubar menjadi negara-negara kecil. Padahal Uni Soviet dan Eropa Timur bukanlah negara lemah, namun bisa mengalami disintegrasi nasional.

Baca Juga:  Rezim Kiev Wajibkan Tentara Terus Berperang

Demokratisasi, ruang kebebasan dalam era demokrasi ibarat pisau bermata dua. Demokrasi bagi Indonesia, bisa memberi kekuatan, bisa juga mencelakankan. Bukankah Indonesia sudah mengalaminya, di mana semua sebab-sebab perpecahan telah terjadi di Indonesia. Seperti soal ideologi, agama, etnis, suku dan ras. Konflik disintegrasi Aceh dan Papua contoh konkrit, kedua konflik disintegrasi itu mewakili konflik ideologi, kultural dan ekonomi.

Dan masalah ini menjadi sulit dibicarakan karena ada pentabuan untuk menutupi kesenjangan dan ketimpangan sosial ekonomi – karena terkait masalah SARA, pribumi dan non pribumi. Mestinya masalah ini tidak perlu ditutupi agar bisa dicari penyelesaiannya.

Disinilah indeks integrasi nasional menjadi penting sebagai alat ukur untuk mendeteksi seberapa besar potensi konflik mengancam integrasi nasional. Sekaligus menantang kapasitas negara dalam berdemokrasi yang sehat dan mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkeadilan.

Merujuk hasil public talks yang dikemukakan oleh The Indonesian Democracy Initiative (TIDI) mengenai perlunya Indeks Integrasi Nasional, memang sudah tepat, namun parameternya harus diperluas dan dipertajam. Terutama soal kesenjangan atau ketimpangan sosial ekonomi. Ketimpangan dalam kepemilikan aset, terutama faktor faktor produksi seperti tanah. Ketimpangan pribumi dan non pribumi. Selain itu, juga tak kalah pentingnya adalah kesenjangan relasi antar elit, pemimpin dengan massa rakyat, dan massa yang dipimpinnya.

Baca Juga:  Inggris Memasuki Perekonomian 'Mode Perang'

Indek Integrasi Nasional bisa dikontrol oleh Indeks Demokrasi, atau sebaliknya. Dengan demikian kebijakan pembangunan dapat dirumuskan secara lebih inovatif oleh pemerintah dan masyarakat luas. Sehingga seluruh pemangku kepentingan dapat memainkan peranannya untuk menguatkan integrasi dan mencegah potensi disintegrasi nasional.

Pada gilirannya, dalam pengembangan desain sistem politik, mulai dari parpol, parlemen, pemilu, pilkada dan tata kelola pemerintahan harus mempertimbangkan potensi disintegrasi nasional. Begitu pula dengan sektor pembangunan lainnya.

Dengan adanya indeks integrasi nasional, setiap warga negara, pejabat publik, politisi, aparat birokrasi sipil dan keamanan akan lebih peka dan inovatif dalam merumuskan standar implementasi dan strategi penanggulangan bahaya ancaman integrasi. Tidak melulu menggunakan pendekatan sapu jagat security approach semata atau sebaliknya, karena kurang inovatif dan kelemahan pada alat pendeteksian dini secara terukur terhadap ancaman atau potensi disintegtasi nasional.***


Dr. TB Massa Djafar, M.Si,
Ketua Program Doktor Ilmu Politik
Universitas Nasional.

 

Related Posts

1 of 3,049