KhazanahTerbaru

Darud Donya Dukung Warga Gampong Pande Selamatkan Makam Raja dan Ulama Kesultanan Aceh

Darud Donya Dukung Warga Gampong Pande Selamatkan Makam Raja dan Ulama Kesultanan Aceh
Darud Donya dukung warga Gampong Pande selamatkan Makam Raja dan Ulama Kesultanan Aceh. Gambar: Peta Bandar Aceh Darussalam abad ke-17. Dirk de Jong/Atlas of Mutual Heritage.

NUSANTARANEWS.CO, Banda Aceh – Pemimpin Darud Donya Cut Putri mendukung penuh warga Gampong Pande Banda Aceh, yang terus berjuang menyelamatkan Situs Sejarah makam Para Raja dan Ulama Kesultanan Aceh Darussalam, di Kawasan Situs Sejarah Istana Darul Makmur Kuta Farushah Pindi Gampong Pande.

Sungguh ironis dan tragis, kawasan bersejarah Islam Titik Nol Kesultanan Aceh Darussalam, berisi ribuan makam para Raja dan Ulama itu, dijadikan pusat pembuangan tinja manusia oleh Pemerintah Kota Banda Aceh.

Pemimpin Darud Donya menjelaskan bahwa sejak masa Kesultanan Aceh, kawasan makam para Raja dan Ulama sangat dihormati sesuai dengan adat dan kearifan lokal Aceh.

Pada era Kesultanan Aceh Darussalam para Sultan yang meninggal dipanggil Marhom atau Meureuhom.

Sultan Iskandar Muda setelah wafat bergelar Poteumeureuhom Meukuta Alam. Demikian juga Sultan Iskandar Tsani setelah wafat dipanggil Meureuhom Darussalam.

Baca Juga:  Jokowi Tunjuk Adhi Karyono Pj Gubernur Jatim, Gus Fawait: Birokrat Cerdas Dan Berpengalaman

Ketika para Raja dan Ulama wafat, maka dimakamkan diatas tanah tinggi. Kemudian dibuatlah diwai atau pagar makam dari Batu Karang untuk melindungi makam.

Sebab dalam adat Aceh sangat pantang melangkahi makam, apalagi menghancurkan makam terutama makam para Raja dan Ulama penyebar Islam.

Dalam surat menyuratnya, para Raja tetap menyebutkan nama Raja-Raja yang telah wafat, sehingga di Aceh ada cap Sikeureung yang memuat nama Sultan berkuasa, dan juga memuat nama delapan Sultan terdahulu, yang dikenal dengan nama Cap Sikeureung.

Makam Para Raja Aceh di buat dalam Diwai yang seperti Benteng, kemudian dikenal dengan Kandhang. Sehingga ada Kandhang 12 makam Sultan Ali Mughayat Syah dan anak cucunya, kemudian Kandang Meuh tempat pemakaman Sultan Iskandar Muda, Kandhang Perak tempat pemakaman Sultan Iskandar Tsani, Kandang Blang tempat pemakaman Sultan Sayyidil Mukammil di Merduati, Kandang Poteu Jeumaloy Makam Sultan Sayed  Jamalul Alam Badrul Munir Al Jamalullail, dan lain-lain.

Baca Juga:  Tim SAR Temukan Titik Bangkai Pesawat Smart Aviation Yang Hilang Kontak di Nunukan

Pada tahun 1511 Portugis menguasai Malaka dan menghancurkan Makam para Raja dan Ulama. Akhirnya Kesultanan Aceh Darussalam menyerang Malaka untuk mengusir Portugis.

Pada tahun 1874 Kafir Belanda menguasai Istana Aceh. Karena amarah dan dendam kepada Bangsa Aceh yang teguh memegang Islam, maka makam para Raja dan Ulama dihancurkan oleh Kaphe Belanda untuk memadamkan semangat Islam di Aceh. Kemarahan Bangsa Aceh amat besar, dan perang pun semakin membara.

Maka oleh Ulama Aceh diucapkan perkataan “Bek Ta meurakan ngen Hulanda Kaphe, musoh sabee meupusaka”, artinya “Jangan berteman dengan Belanda Kafir musuh abadi hingga akhir masa”.

Penghancuran Makam para Raja dan Ulama terus dilakukan oleh Belanda untuk memusnahkan makam para Raja dan Ulama. Kemudian program itu diteruskan oleh anak cucu Belanda dan antek-antek Belanda di Aceh hingga kini. (MG)

Kontributor: Mawardi Usman

Related Posts

1 of 3,049