Ekonomi

Daging Celeng Marak, Kementan Minta Warga Waspada

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian mengimbau masyarakat agar tetap waspada terhadap peredaran daging babi hutan atau celeng. Menurutnya, bukan hanya saat menghadapi bulan ramadhan saja, modus peredaran daginh celeng ini sudah sangat sering terjadi bahkan dianggap ada permintaan atau demand-nya.

Nggak hanya ramadhan saja ramainya, memang begitu, dan kelihatannya ada demand-nya, makanya kenapa terus itu terjadi,” ujar Kepala Badan Karantina Kementerian Pertanian, Banun Harpini di kantornya, Jakarta Selatan, (8/6/2017).

Banun menyampaikan, selama bulan ramadhan hingga Juli hingga akan melakukan koordinasi bersama Satgas Pangan untuk melakukan pengawasan mengenai penyelundupan komoditas pangan. Salah satunya dengan dilakukan pemusnahan di Wilayah Cilegon yang menjadi jalur penyelundupan dari Sumatera.

“Paling banyak Cilegon, itu kan paling banyak wilayah buruannya itu wilayah Jambi, Padang, Sumatera Selatan, ke Jawa dan dicegatnya di Cilegon,” kata dia.

Menurut dia, ada alasan khusus mengapa permintaan celeng yang ditangkap secara liar ini selalu ada. Banun mengatakan, ini sangat merugikan masyarakat karena mengganggu kesehatan masyarakat.

Baca Juga:  Ramadan, Pemerintah Harus Jamin Ketersediaan Bahan Pokok di Jawa Timur

Baca: Indonesia Jadi Negara Eksportir Babi Terbesar Ke Singapura

“Kan sangat murah, karena barang itu diburu terus nggak ada sanitasi yang baik, pokoknya onggok aja berantakan kantong plastik, itu murah,” ucapnya.

Banun menuturkan, salah satu cara untuk membedakan mana daging celeng dengan sapi atau kerbau, bisa dilihat dari beberapa ciri fisik dan kesegaran dagingnya.

“Menghindarinya, jangan hanya kita memilih barang yang murah, dalam arti ketelusurannya tidak bisa diyakini, temu kenali ciri daging yang sehat, warnanya yang sedikit cerah kemerahan, baunya segar, lain bukan anyir, kalo anyir proses penyembelihannya nggak bener,” papar dia.

Masyarakat diharapkan tidak tergiur dengan harga daging yang murah, terlebih lagi saat bulan ramadhan.

“Kalau masyarakat yang nggak tau, bentuknya itu masih fresh biasanya nggak bisa tahu. Karena seratnya itu mirip semuanya kalau masih fresh, karena masih seger, tapi kalau memang sudah agak lama lain bau nya. Kan tu hasil buruan tidak higienis,” tutur Banun.

Baca Juga:  Layak Dikaji Ulang, Kenaikan HPP GKP Masih Menjepit Petani di Jawa Timur

Reporter: Ricard Andika
Editor: Romandhon

Related Posts