Puisi

Cintaku Purnama, Ini Rasa, Hilang

Cintaku Purnama, Ini Rasa, Kado Kepada Imroa. (Foto: Ilustrasi/Twitter)
Cintaku Purnama, Ini Rasa, Kado Kepada Imroa. (Foto: Ilustrasi/Twitter)

Cintaku Purnama

Wan,
mungkin sebentar lagi hujan akan datang
memarahiku, memukuliku, dan menyuruhku
mengulang hal yang sama
namun, aku selalu ingat bahwa:
laut cemburu ketika
kusebut kau cinta

ombak membawa pergi namamu
ketika kutulis di bibir pantai
tapi apa peduliku pada laut
dia pernah menenggelamkanku
di kedalaman terdalam
membiarkanku menangis

Annuqayah, 2019

Ini Rasa

ini rasa
entah pantas atau tidak
sebab serumpun puisi yang kuanyam telah usai
lalu menyisakan rasa yang mungkin akan sengsara
ini rasa
yang tanpa sengaja kuteguk setelah pahit
tak peduli jika nantinya akan berdarah-darah
lantaran aku yang berani merasa tanpa aba-aba
sekali lagi ini rasa
yang entah sampai kapan akan berhenti
sedang puisi selalu mengajakku
menyebut namamu di setiap bait rinduku

Annuqayah, 2019

Hilang

tahun ini,
di lembar terakhir buku tulisku
tak ada lagi pahatan pena bertuliskan nama
dengan hiasan hati beterbangan di sampingnya

betapa hatiku hujan
tertindih pohon tumbang
dirobohkan angin topan
sebab kau telah pergi bersama senja
dan melangkah tanpa suara

Baca Juga:  Dukung Rakyat Palestina, Ketua Golkar Jatim Luncurkan Puisi Keprihatinan

untuk yang kesekian kau mencoba menyuruhku
merintih di pojok kamar
memutar kebahagiaan
yang sejatinya adalah prolog dari kesedihan

Annuqayah, 2019

 

Kado kepada Imroa

Im, selamat berbahagia dan mengingat sejarah
merayakan hari yang membuat umurmu bertambah
rangkailah harap yang akan mengubur gelisah
orang-orang di sekitarmu juga ikut berdoa
agar lengkung di bibirmu selalu terlukis indah
rasanya ingin sekali paketkan kado termahal
namun puisi memintaku untuk segera melabuhkannya
menjadikan hadiah bagi umurmu yang tak lagi muda
Im, semoga kalender ke sembilan di putaran tanggal ke empat
adalah awal dari segala hal yang akan mengantarkanmu
pada tangga teratas

Annuqayah, 2019

Puisi di Kening Ibu
:Helly Astutik

ibu,
ketika matamu merekah
kudapati bait puisi di keningmu
berjejeran rapi menghiasi wajah cantikmu

tiga menit menatapmu
sembari kubaca bait itu
barisan sajak rindu pada kembang melatimu

selanjutnya,
aku semakin paham,
bahwa kau ingin menyisir rambutku setiap pagi
lalu berbisik; kau cantik, sayang

Baca Juga:  Dukung Rakyat Palestina, Ketua Golkar Jatim Luncurkan Puisi Keprihatinan

Annuqayah, 2019

 

 

 

 

 

 

Penulis: Silvana Farhani, kelahiran Sumenep, 25 Oktober 2001 di sebuah Desa Panagan Gapura Sumenep. Salah satu siswa MA 1 Annuqayah Putri sekaligus anggota Forum Literasi Santri (FRASA), sebuah lembaga kepenulisan di PP Annuqayah daerah Lubangsa Putri Guluk-guluk Sumenep Madura. Aktif di: Kompas Gapura, Supernova Ikstida dan bisa dihubungi melalui surel [email protected]

Related Posts

1 of 3,053