ArtikelKolom

Cerita Di Balik Aksi Bela Palestina 17 Desember 2017 di Monas

NUSANTARANEWS.CO – Israil. Begitu gelar yang diberikan bagi Ya’kub bin Ishaq bin Ibrahim, yang berarti hamba atau kekasih Tuhan. Ia memiliki 12 anak lelaki yang kelak semua keturunannya ini disebut dalam Al-Qur’an dengan nama Bani Israil. Keduabelas anak ini berasal dari 4 ibu. Lea melahirkan Ruben, Simeon, Lewi dan Yehuda. Bilha melahirkan Dan dan Naftali. Zilpa melahirkan Gad dan Asyer. Sedang Rahel melahirkan Yusuf dan Benyamin.

Dari Al-Qur’an kita memahami bahwa kisah Yusuf dimulai ketika saudaranya yang mendengki, berkonspirasi menyingkirkan Yusuf dari keluarga mereka, yang berakhir dijualnya Yusuf sebagai budak, lalu setelah serentetan fitnah dan ujian, Yusuf menjadi Bendahara yang dipercaya oleh Fir’aun mengatasi paceklik yang melanda. Singkat cerita, Yusuf lalu memaafkan saudaranya, mengundang ayah dan saudara-saudaranya untuk tinggal di Mesir.

Bani Israil pun beranak pinak di Mesir, membawa millah Ibrahim, hidup dan beraktivitas di Mesir sampai Yusuf wafat, selepas itu Fir’aun yang tak suka dengan tauhid yang dipegang oleh Bani Israil, mulai mendzalimi mereka, menjadikan mereka budak, sebab bertentangan dengan keyakinan Mesir yang saat itu memuja dewa-dewi.

Tampillah Musa, anak lelaki yang lolos dari perintah pembunuhan anak-anak lelaki Bani Israil, yang justru dibesarkan di dalam keluarga kerajaan Fir’aun. Ia menerima wahyu, lalu memimpin Bani Israil menuju ke tanah yang dijanjikan oleh Allah di Ardhul Muqaddas (Tanah Suci). Musa lalu memimpin Bani Israil dengan ragam mukjizat mulai dari tangan yang bercahaya hingga terbelahnya lautan, namun tetap saja Bani Israil ada yang mengkhianati Musa.

Kita ketahui bahwa Bani Israil yang sudah lama berinteraksi dengan kebudayaan syirik di Mesir, dan itu mempengaruhi mereka, maka muncullah sifat-sifat yang tak pernah ada sebelumnya, yakni serakah dan pengecut. Musa menunjukkan mukjizat yang banyak, tapi tak menghalangi mereka mengolok-olok Musa saat tentara Fir’aun di belakang mereka dan lautan di depan mereka, bahkan membuat sesembahan patung sapi untuk disembah saat Musa pergi menerima perintah Allah.

Walau Bani Israil ini adalah kaum pembangkang, Musa tetap membimbing mereka. Sampai di hadapan mereka tanah terjanji, mereka diminta oleh Allah untuk memasuki tanah tersebut, namun mereka menolak, sebab takut akan penduduk yang mendiami tanah itu, yang mereka sebut gagah perkasa. Lebih kurang ajar lagi mereka mengatakan pada Musa untuk berperang berdua saja bersama Tuhan, sedang mereka menunggu sambil duduk saja, bila sudah selesai, mereka baru mau memasukinya.

Maka Al-Qur’an menyampaikan, sebab tingkah mereka itu, Allah mengharamkan negeri itu, tanah suci yang sudah dijanjikan itu bagi mereka selama 40 tahun. Mereka tak mampu memasuki tanah itu melainkan hanya berputar-putar seperti orang tersesat. Dalam masa itu, berkali-kali Al-Qur’an menceritakan tentang sikap buruk kaum Musa itu, yakni tidak puas dengan pemberian Allah, meragukan Allah hingga melihat dengan mata sendiri, dan lain sebagainya.

Wafatlah Harun dan Musa, dan kepemimpinan akan Bani Israil diberikan pada Nabi Yusya’ bin Nun yang kemudian memimpin Bani Israil memenangkan peperangan dan masuk ke Ardhul Muqaddas, kemudian membagi wilayah itu menjadi 12 bagian sesuai dengan jumlah anak-anak Israil. Tiap-tiap wilayah ditunjuklah seorang hakim, dan Nabi Yusya’ sendiri menjadi hakim kepala diantara mereka.

Masa ini terus berlanjut dengan diwarnai pertikaian diantara mereka, Nabi Yusya’ wafat dan digantikan Nabi lain. Dan di masa-masa ini, Bani Israil yang berinteraksi dengan penduduk setempat mulai diwarnai dengan ajaran-ajaran yang bertentangan dengan ajaran Nabi Yusya’ mulai memiliki sifat yang jelek, menyelisihi bahkan membunuhi para Nabi, hingga tiba masa Nabi Samuel, hakim kepala terakhir.

Di masa inilah Bani Israil meminta agar mereka tidak hanya dipimpin oleh Nabi, tapi juga mempunyai seorang raja, sebagaimana kerajaan yang mereka jumpai memiliki seorang raja, alasan lain, agar mereka lebih semangat berperang di jalan Allah. Maka diangkatlah Thalut menjadi raja Bani Israil, namun mereka pun kembali mengolok-oloknya dengan kata-kata miskin, mereka lebih berhak dan sebagainya, dan tidak pula mereka berperang sebagaimana janjinya kecuali hanya segelintir saja.

Zaman para hakim berganti menjadi zaman para raja Bani Israil, hingga masa Daud yang menjabat Nabi sekaligus raja bagi Bani Israil. Nabi Daud memiliki keturunan yaitu Nabi Sulaiman, inilah masa kejayaan Bani Israil, dimana Sulaiman membangun Haikal atau Kuil Suci tempat menyembah Allah di Baitul Maqdis.

Sepeninggal Nabi Sulaiman, Kerajaan terpecah menjadi dua. Yeroboam yang merupakan jenderal Bani Israil, tidak menerima kepemimpinan Rehoboam yang merupakan keturunan Nabi Sulaiman. Dari sini muncul Kerajaan Yehuda dengan ibukotanya Yerusalem yang dipimpin oleh Rehoboam, dan Kerajaan Israel dengan ibukotanya Samaria yang dipimpin oleh Yeroboam. Kerajaan Yehuda di bagian selatan didukung oleh bani Yehuda dan bani Bunyamin, sementara kesepuluh bani lainnya mendukung Kerajaan Israel di bagian utara.

Perang saudara berkelanjutan pun terjadi, dan situasi ini dimanfaatkan Kerajaan Assyria yang akhirnya menaklukkan Kerajaan Israel di bagian utara pada 722 SM, lalu mengusir banyak penduduknya, menamatkan Kerajaan Israel dari dunia, lalu mengepung Yerusalem ibukota Kerajaan Yehuda. Sebelum sempat menguasai Kerajaan Yehuda, Kerajaan Assyria dikalahkan oleh Kerajaan Babilonia yang dipimpin Nebukadnezar II, menaklukkan Kerajaan Yehuda pada 597 SM.

Haikal Sulaiman dihancurkan oleh pasukan Babilonia setahun selepasnya pada 596 M, penduduk-penduduknya dibawa sebagai tawanan ke Babilonia, sisanya lari ke Mesir dan wilayah sekitarnya. Bani Israil banyak yang hidup di kota Babilonia sebagai tawanan, namun mereka tetap menjalankan tradisi keagamaan mereka sebagai orang-orang Kerajaan Yehuda, yang mulai dikenal dengan kepercayaan Yahudi.

Pada 539 SM Kerajaan Persia menyerbu Babilonia, Raja mereka Cyrus Agung tidak hanya mengirim pulang tawanan Yahudi, tapi juga mengembalikan Yerusalem pada mereka, dan memerintahkan mereka untuk kembali membangun Haikal Sulaiman. Pembangunan ini pun diselesaikan pada 516 SM di masa pemerintanan Darius Agung.

Demikian Yerusalem tetap menjadi kota ibadah bagi kaum Yahudi, berganti pemerintahan demi pemerintahan, sampai Alexander Agung menaklukkan Persia pada 332 SM, masuklah Yerusalem dan orang-orang Yahudi pada masa penguasaan Imperium Yunani.

Posisi kaum Yahudi menguat pada masa kekuasaan Yunani, dan dibawah pemeritahan yang baru mereka berhasil menguatkan dasar-dasar pemerintahn. Akhirnya kaum Yahudi ortodoks memberontak kepada Antiokhos IV Epiphanes dibawah pimpinan Matatias dan kelima anaknya pada 168 SM, disusul pendirian Kerajaan Hashmonayim pada 152 SM oleh Simon Maccabee.

Jenderal Romawi Pompeii, mencatatkan diri untuk turut campur pada Kerajaan Yahudi baru ini pada 63 SM, hingga pengaruh Romawi bisa membuat Kerajaan Hashmonayim ini digantikan oleh pemerintahan Romawi sampai pada masa penguasaan Herodes sekitar 4 M.

Baca Juga:  Polres Sumenep Gelar Razia Penyakit Masyarakat di Cafe, 5 Perempuan Diamankan

Dalam pendudukan Romawi ini, Yahudi sering menjadi korban kedzaliman penguasa Romawi, pajak yang berlebihan dibalas dengan penyerangan terhadap opsir Romawi, yang dibalas lagi dengan perusakan tempat-tempat ibadah kaum Yahudi. Pemberontakan tak terelakkan, yang berakibat pada titah Kaisar Vespasian untuk memerangi dan menumpas pemberontakan di Yerusalem pada 69 M.

Pimpinannya adalah anaknya sendiri, Jenderal Titus, yang menghabisi kota Yerusalem pada 70 M, meratakan Haikal Sulaiman yang dibangun kembali pada masa Darius, membakar dan menghancurkannya hingga tak bersisa kecuali sebidang tembok yang sekarang diratapi kaum Yahudi.

Tidak selesai sampai disitu, kaum Yahudi terus berkonsolidasi. Di masa pemerintahan Kaisar Hadrianus, kaum Yahudi menemukan diri mereka kembali terdzalimi, agama mereka tidak boleh dipraktekkan, lalu mereka menduga bahwa Kaisar Hadrian akan membuat kuil buat Dewa Jupiter diatas reruntuhan Haikal Sulaiman yang telah dihancurkan pada 70 M, maka pecahlah pemberontakan Bar Kokhba pada 132 M yang diselesaikan oleh Kaisar Hadrian pada 135 M.

580.000 orang Yahudi terbunuh dalam penuntasan pemberontakan ini, 50 kota benteng dan 985 desa diratakan dengan tanah. Ini peristiwa penting bagi sejarah Yahudi . Sebab dari sinilah kaum Yahudi berpencar ke seluruh dunia, yang dikenal dengan diaspora. Peristiwa ini kelak akan diceritakan turun temurun, diingat oleh generasi demi generasi, dendam yang akan dibalaskan kepada dunia pada waktunya, dengan kekejaman yang melebihi semua yang pernah diingat oleh manusia.

Kota itu diganti namanya oleh Kaisar Hadrian menjadi Aelia Capitolina, dan daerah Kerajaan Yehuda, yaitu Yudea diganti namanya menjadi Syria-Palaestina, untuk memberikan wajah baru bagi kota yang kini dikuasai penuh oleh Romawi, Yahudi tidak boleh memasuki kota ini kecuali setahun sekali saat mereka merayakan hari raya Tisha B’Av.

Selanjutnya, kaum Yahudi ini menyebar ke segala penjuru dengan Laut Mediterania sebagai medium penyebarannya. Mereka hidup dan tinggal di masa Imperium Romawi, yang karena kedzaliman Romawi di satu sisi, juga karena keserakahan kaumnya disisi yang lain, kaum Yahudi ini selalu mendapatkan masalah.

Disisi lain, ketika Kaisar Konstantin dari Byzantium berkuasa, ia lalu menjadikan Yerusalem yang awalnya ibukota Kerajaan Yehuda, menjadi ibukota bagi penganut Kristen, agama yang baru saja diresmikan sebagai agama negara melalui Konsili Nicea pada 325 M. Maka wajah Yerusalem berubah, sebab Romawi banyak mengusir Yahudi di kota itu sehingga seolah-olah yang tinggal disana hanya orang Kristen. Dibangunlah monumen-monumen penting Kekristenan seperti Gereja Makam Suci.

Yerusalem jatuh ke tangan Persia pada 614 M dengan bantuan Yahudi, sejarah mencatat pembantaian banyak orang Kristen pada saat itu, seolah pembalasan dendam, ikon-ikon Kristen dihancurkan, sampai pada tahun 629 M Kaisar Heraklius berhasil merebut kembali Yerusalem dan mengembalikan Salib Suci ke Gereja Makam Kudus.

Saat Nabi Muhammad saw lahir pada 570 M, kaum Yahudi juga sudah menyebar di pemukiman-pemukiman orang Arab, di Madinah setidaknya ada Yahudi Bani Nadhir, Bani Quraizhah, dan Bani Qainuqa. Yahudi terus menerus memprovokasi kaum Muslim, memunculkan makar untuk mengganggu kaum Muslim, sampai akhirnya Rasulullah saw mengusir mereka secara permanen dari Haramain.

Orang Arab mengenalnya dengan nama Iliyya, tapi Yahudi masih menyebutnya dengan Yerusalem. Rasulullah kemudian mengenalkan nama baru bagi tempat ini, yakni Baitul Maqdis. Disana terdapat Masjidil Aqsha, tempat Rasulullah melakukan perjalanan malam. Sebagai kiblat pertama kaum Muslim saat shalat, tempat ini sudah berada di hati mereka yang beriman.

Pada masa Khalifah Umar bin Khaththab, kota ini dikepung oleh Abu Ubaidah selama 6 bulan, dan akhirnya Patrik Sophronius setuju untuk menyerahkan kunci, asalkan kepada Khalifah Umar bin Khaththab. Tahun 637 Umar menerima kunci ini dari Patrik Sophronius, sekaligus menandai perpindahan status tanah ini dari dikuasai oleh Romawi, menjadi dalam kekuasaan kaum Muslim.

Umar memberikan jaminan bagi penduduk Kristen yang ada disana, juga mencabut larangan berkunjung bagi Yahudi yang sebelumnya hanya diperbolehkan setahun sekali mengunjungi Yerusalem. Umar kemudian menata ulang kompleks Al-Aqsha yang juga menjadi posisi Haikal Sulaiman, dan menjamin semua manusia bebas beribadah di dalamnya sesuai keyakinan masing-masing.

Begitulah Islam memberikan ketenangan pada Yerusalem, yang lalu lebih populer dengan Baitul Maqdis. Ketenangan menyelimuti kota para Nabi itu untuk beratus-ratus tahun lamanya dalam pimpinan Islam dan kaum Muslim.

Tak jauh dari sana, Turki Saljuk, pasukan Muslim yang mulai dikenal di Anatolia diserang oleh Kaisar Romanos IV Diogenes di Manzikert pada 1071 M. Pasukan Romawi harus mengakui keunggulan strategi Sultan Alp Arslan yang memimpin pasukan hanya setengah dari jumlah pasukan Romawi, Kaisar ditawan, lalu dikembalikan ke Konstantinopel dalam keadaan terhina, dikawal dengan bendera tauhid.

Kejadian ini kelak akan memicu Perang Salib yang diserukan di Italia. Pada 1099 M, Yerusalem kemudian dikuasai oleh kaum Kristen, penduduk Muslim dan Yahudi pun tak luput dari pembantaian. 1187 M Salahuddin Al-Ayyubi membebaskan kota ini kembali ke tangan kaum Muslim, dan tetap mengizinkan Yahudi dan Kristen tetap berada di kota bersama-sama dengan kaum Muslim.

Demikian dari masa Khulafaur Rasyidin, berganti ke Khilafah Umayyah, Khilafah Abbasiyyah, sampai dengan Khilafah Utsmaniyyah, kaum Muslim mendapatkan amanah yang sangat besar untuk menjaga kota yang mulia ini.

Di masa kekuasaan Islam, Yahudi diperlakukan dengan baik walau mereka tak henti membuat makar untuk menjatuhkan kaum Muslim, mereka dilindungi di negeri-negeri kaum Muslimin, walau di Eropa, mereka seringkali diusir dari tempat mereka tinggal, tersebab kaum Yahudi ini adalah kaum yang memang sangat eksklusif dan membuat masalah kemanapun pergi.

Di awal-awal Islam saja, Rasulullah sudah banyak menghadapi makar Yahudi, yang paling besar tentu saja saat Perang Ahzab. Tidak selesai sampai disitu, Yahudi menanamkan agen-agennya diantara kaum Muslim yang menyebabkan terbunuhnya Khalifah Umar, lalu mengadu kaum Muslim dan menimbulkan perpecahan diantara mereka hingga terbunuhnya Khalifah Utsman dan Khalifah Ali bin Abu Thalib.

Yahudi terus membuat masalah kemanapun berada, bayangkan saja, dari tahun 250 – 1948 M, lebih dari 80 kasus pengusiran dan anti-Yahudi terjadi di belahan Eropa, meliputi Inggris, Prancis, Austria, Jerman, Lithuania, Spanyol, Portugal, Bohemia, Moravia, dan 71 negara lainnya.

Dalam Al-Qur’an, Allah memberi beberapa contoh keburukan kaum Yahudi ini, yakni keras hati, dzalim dan fasik, membunuhi para Nabi, bersikap lancang dan kurang ajar kepada Allah dan para Nabi, melanggar perjanjian, membangkang, menyembunyikan kebenaran, munafik, senang kemewahan, serakah, sombong dan memandang rendah manusia selain mereka, melakukan kerusakan di muka bumi, dan pengecut.

Begitulah manusia manapun tidak akan tahan dengan sifat yang semisal ini. Namun dilain sisi kaum Yahudi juga pekerja keras, pintar dan bersatu diantara mereka, hingga mereka mampu menguasai porsi yang besar dari kekuatan finansial, hingga mereka memiliki daya tawar yang sangat besar di dunia.

Baca Juga:  Polres Sumenep Gelar Razia Penyakit Masyarakat di Cafe, 5 Perempuan Diamankan

Al-Qur’an dan Al-Hadits juga terbukti benar, bahwa kaum Yahudi ini sangat tidak ridha dengan kaum Muslim, dan melakukan apapun untuk menghancurkan kaum Muslim, salah satunya dengan terlibat aktif dalam studi Orientalisme yang dumulai pada abag ke-14, sebagai bagian dari perang pemikiran untuk mencari kelemahan kaum Muslim lalu menghancurkan kaum Muslim dari situ.

Maka mereka mendapatkan racun-racun yang bisa mereka susupkan pada kaum Muslim, dan memulai pembusukan dari dalam. Mereka memberikan racun pemikiran liberalisme, kritik pada autensitas Al-Qur’an dan Al-Hadits, ilmu kalam, menanamkan kebanggaan ashabiyyah termasuk di dalamnya nasionalisme, serta banyak hal lainnya.

Perang pemikiran ini berhasil, kaum Muslim menjadi melemah, dan Khilafah Islam yang merupakan kesatuan Islam di masa itu mulai rapuh, disebabkan ada usaha pemberontakan dan memisahkan diri dari tubuh yang satu akibat racun sukuisme dan nasionalisme. Belum lagi karena kelemahan internal kaum Muslim yang memang saat itu sudah jumud dan justru tercengang dengan kemajuan barat sejak Rennaisance, semuanya menyebabkan Khilafah Islam Utsmani yang berpusat di Istanbul seolah seperti orang sakit, Sick Man of Europe.

Tahun 1860 Lahir seorang Yahudi berkebangsaan Hungaria yang kelak akan dikenal sebagai Bapak Zionis, Theodore Herzl. Yang menulis buku Der Judenstaat pada 1896 yang berarti Negara Yahudi. Sebuah entitas yang mereka damba-dambakan setelah hampir 900 tahun lamanya mereka hidup seperti gelandangan, tanpa kesatuan dan tanpa tanah air, Herzl ingin mengembalikan kembali kejayaan Kerajaan Yehuda.

Dalam bukunya itu dia menulis visinya “Karenanya aku meyakini bahwa generasi cemerlang dari kaum Yahudi akan kembali bersemi, Maccabeans (Yahudi pendiri Kerajaan Hashmonayim) akan kembali bangkit. Mari aku ulangi sekali lagi kalimat pembukaku, kaum Yahudi yang menginginkan negara sendiri, akan memilikinya”.

1897. Diselenggarakanlah Konggres Zionis I di Basel, tidak lanjutnya adalah mengumpulkan uang untuk membeli tanah untuk cikal bakal Negara Yahudi. Tentu saja tanah yang dipilih adalah Tanah Terjanji, yaitu Palestina, dengan Yerusalem sebagai ibukotanya, seperti dulu Kerajaan Yehuda. Sponsor sudah mereka dapatkan, yakni keluarga Yahudi yang menguasai perbankan hampir di seluruh Eropa, keluarga Rothchilds.

Datanglah dia ke Istanbul untuk menemui pucuk pimpinan Khilafah Utsmani, yang dianggap empunya tanah Palestina yang mereka incar, mereka sampaikan rencana mereka pada Abdul Hamid II, Khalifah kaum Muslim saat itu, dengan iming-iming akan membantu pembayaran hutang Khilafah Ustmani yang saat itu memang membengkak.

Sultan Abdul Hamid II tak ingin menemui Herzl, mengirim pesan kepadanya:

“Beritahu pada para Yahudi yang tak sopan itu, bahwasanya hutang-hutang Utsmani itu bukan merupakan suatu hal yang hina, Prancis pun memiliki hutang dan tidak mempengaruhi mereka, Yerusalem adalah bagian dari tanah kaum Muslim sejak Khalifah Umar menerima tanah itu, dan aku tidak ingin menanggung malu dan beban sejarah dengan menjual tanah suci itu pada Yahudi, lalu mengkhianati amanah dan kepercayaan ummat. Yahudi simpan saja harta mereka, sebab Utsmani tidak akan bersembunyi di balik istana-istana yang dibuat dari uang musuh-musuh Islam”.

1901. Yahudi kembali. Impian itu tidak main-main, kaum Yahudi mencapai puncak kekuatan finansial sebab mengendalikan perbankan, uang bukan masalah bagi mereka. Ditawarkanlah 150 juta pound di masa itu pada Utsmani, setara dengan minimal 305 trilyun rupiah di masa sekarang. Berikut bonus membangun Universitas Utsmani dan kapal perang.

Maka disampaikan lagi pesan dari Sultan Abdul Hamid II kepada Herzl,

“Nasihati Dr. Herzl, agar jangan sekali-kali lagi meneruskan proyek ini. Aku tak bisa berikan tanah itu, tanah itu bukan milikku, Tanah itu milik ummat, yang telah berjihad dan telah menyiraminya dengan darah mereka, yahudi silakan simpan uang mereka. Jika Khilafah Islam dimusnahkan pada suatu hari, maka mereka boleh mengambil tanah Palestina tanpa membayar. Akan tetapi, sementara aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan pedang ke tubuhku, daripada tanah itu dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Islam. Aku tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selagi kami masih hidup”.

1914. Khilafah Utsmani terjebak mengikuti perang dunia pertama yang berakhir pada kekalahan pihak Jerman dan Khilafah, setelah itu wilayah khilafah dipecah menjadi negara-negara yang lebih kecil dan diserahkan kepengurusannya kepada UK dan Prancis selaku sekutu pemenang perang. Dari sinilah petaka kaum muslimin dimulai.

1916. Pasca Perang Dunia 1, Inggris dan Perancis menandatangani perjanjian Sykes-Picot membagi wilayah Muslim setelah Khilafah Utsmani (Ottoman) kalah. Mengetahui perkembangan ini, Lord Lionel Walter Rothcilds segera menyurati pemerintah Inggris, berkonsultasi tenatng keinginannya dan gerakan Zionis untuk tinggal di tanah Palestina seperti ajuan Herzl.

Pada tanggal 2 November 1917, pemerintahan Inggris menyetujui pendirian Negara Yahudi di tanah Palestina lewat Deklarasi Balfour. Deklarasi ini sekaligus mengawali pemerintahan militer di tanah Palestina dengan Jendral Allenby yang ditugaskan Inggris untuk melindungi eksodus penjajah Yahudi ke tanah Palestina.

Begini Bunyi Deklarasi Balfour,
Departemen Luar Negeri 2 November 1917

Lord Rothschild yang terhormat, Saya sangat senang dalam menyampaikan kepada Anda, atas nama Pemerintahan Sri Baginda, pernyataan simpati terhadap aspirasi Zionis Yahudi yang telah diajukan kepada dan disetujui oleh kabinet.

“Pemerintahan Sri Baginda memandang positif pendirian di Palestina tanah air untuk orang Yahudi, dan akan menggunakan usaha keras terbaik mereka untuk memudahkan tercapainya tujuan ini, karena jelas dipahami bahwa tidak ada suatupun yang boleh dilakukan yang dapat merugikan hak-hak penduduk dan keagamaan dari komunitas-komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina, ataupun hak-hak dan status politis yang dimiliki orang Yahudi di negara-negara lainnya”.

Saya sangat berterima kasih jika Anda dapat menyampaikan deklarasi ini untuk diketahui oleh Federasi Zionis.

Salam, Arthur James Balfour.

Tak lama setelah itu, pada Desember 1922. Liga Bangsa Bangsa (League of Nations) yaitu cikal bakal PBB (United Nations), kemudian memberikan landasan yudisial yang lebih kuat bagi Inggris dengan memberikan mandat pengaturan wilayah Palestina (Mandate For Palestine).

Setelah itu, eksodus kaum Yahudi pun meningkat pesat, sedikitnya 1,3 juta kaum Yahudi bermigrasi dari seluruh dunia ke tanah Palestina, sejak saat itu, kaum Muslim di Palestina menjadi stateless (tidak memiliki negara dan hak asasi manusia), diusir dan dibunuh tanpa ada pembelaan dari siapapun.

Puncaknya, pada 29 November 1947, PBB mengumumkan persetujuan berdirinya negara Israel yang diamini oleh Amerika Serikat yang baru menjadi pemimpin dunia dengan memenangi Perang Dunia 2, keputusan PBB Itu bahwa wilayah Israel yang meliputi 55% tanah Palestina, yang diikuti dengan deklarasi pendirian negara Israel oleh PM pertama David Ben-Gurion pada, yang segera melakukan pengusiran dan pembunuhan lebih besar lagi kepada kaum muslim di Palestina.

Baca Juga:  Polres Sumenep Gelar Razia Penyakit Masyarakat di Cafe, 5 Perempuan Diamankan

Setelah Negara Israel berdiri, negara-negara tetangga Palestina yaitu Mesir, Yordan, Libanon dan Siria mengumumkan perang kepada Israel, perang ini terjadi pada tahun 1948, 1956, 1967 dan 1973. Perang Arab-Israel ini banyak sekali tipudaya di dalamnya dan hanya membuat mitos seolah-olah Israel tidak terkalahkan, dan ini juga bukti pengkhianatan pemimpin-pemimpin muslim (Mesir, Yordan dan Libanon) di wilayah tetangga Palestina.

Terlebih setelah perang 6 hari di tahun 1967, wilayah Israel bahkan bertambah menjadi 70%. Dan setelah itu, hingga hari ini, Israel dengan brutal menginvasi wilayah Palestina hingga menguasai lebih dari 90% wilayah Palestina. Silakan di daftar sendiri kekejaman dan kebiadaban yang ditunjukkan oleh Negara Israel dan sekutunya, maka kita akan mengetahui, beginilah ketika kaum yang dimurkai Allah memiliki kekuasaan.

Sekarang kita mengetahui, bahwa Inggris adalah yang pertama kali memberikan jalan kepada Yahudi untuk masuk ke tanah Palestina dan membuat konflik lewat keputusan Liga Bangsa-Bangsa. Setelah Perang Dunia 2, Amerika Serikat melalui Persekutuan Bangsa-Bangsa memberi nyawa kepada Negara Israel. Ibarat keluarga, Negara Israel itu bapaknya Inggris, ibunya Amerika, bidannya PBB.

Dan kita juga jadi mengetahui bahwa solusi bagi konflik Israel-Palestina bukanlah pendirian 2 negara sebagaimana yang diusulkan oleh Amerika dan PBB, yang tiap resolusinya pun selalu dicurangi oleh Israel, yang tiap tahun mereka senantiasa melakukan penjarahan tanah kaum Muslim.

Masalahnya adalah penjajahan, Israel tak punya hak atas sejengkal pun tanah disana. Jangankan Baitul Maqdis, Tel. Aviv saja bukan milik mereka, sebab mereka hanya penjajah yang mengambil tanah kaum Muslim, penjarah yang membunuhi para lelakinya dan mengambil kehormatan para wanitanya.

Kita juga jadi mengetahui secara jelas, ini bukan tentang perang saudara, atau hanya terbatas urusan politik, tapi ini adalah tentang agama. Yahudi dengan sangat jelas mendasarkan pilihan mereka pada tanah Palestina berdasarkan agama yang mereka yakini, agama yang mereka perjuangkan, berdasarkan kitab yang mereka pegang dan percaya, mengapa kita tega mengatakan bahwa ini adalah konflik politik, jelas-jelas ini penjajahan berdasarkan agama.

Bagi ummat Islam, ini pun tentang aqidah yang mereka yakini, bahwasanya Yahudi ini adalah musuh paling sengit bagi kaum Muslim, yang sudah membuat makar pada waktu yang lalu, senantiasa membuat makar, dan akan membuat makar lagi di masa depan, sebab di akhir zaman Rasulullah sampaikan bahwa kita akan berperang dengan kaum Yahudi.

Jelas pula Rasulullah menyampaikan dalam hadits-haditsnya yang mulia tentang keistimewaan tanah Syam dan penduduknya, kelebihan Baitul Maqdis, bahwasanya dia akan menjadi pusat dari Negeri Kaum Mukmin. Bagaimana Masjidil Aqsha dan tanah berkah yang melingkupinya juga disebutkan dalam Al-Qur’an. Ini semua adalah bagian dari agama kita. Kecintaan kita pada Baitul Maqdis berbagi juga dengan Masjid Nabawi dan Masjidil Haram.

Pertanyaan yang muncul sekarang adalah, bagaimana solusi total masalah Palestina? Kepada siapakah ummat Islam bisa berharap?

Kepada PBB? Ini mustahil karena justru PBB adalah organisasi yang justru memberikan persetujuan dan pengakuan terhadap Israel. Faktanya, sampai sekarang PBB tidak pernah memberikan sanksi kejahatan perang yang telah dilakukan oleh AS dan Israel.

Kepada organisasi HAM dan Demokrasi? inipun bathil, karena HAM dan Demokrasi adalah alat barat yang berstandar ganda, yang hanya berpihak apabila sang empunya yang mendapatkan masalah, dan hanya digunakan untuk menyudutkan kaum muslim.

Kepada AS? Apalagi, karena merekalah selama ini yang menganakemaskan Israel dan memberikan bantuan baik secara fisik dan pengaruh. Obama dalam pidatonya di AIPAC dengan jelas menyampaikan

“Saya berjanji kepada Anda, bahwa saya akan melakukan apapun yang saya bisa dalam kapasitas apapun, untuk tidak hanya menjamin keamanan Israel, tapi juga menjamin bahwa rakyat Israel bisa maju dan makmur dan mewujudkan banyak mimpi yang dibuat 60 tahun lalu”.

Tidak hanya itu, Obama pun menjamin dana USD 30 miliar untuk membantu persenjataan Israel. Pendahulu Obama, Bush juga mengatakan dengan nada yang serupa ketika menyalahkan HAMAS dalam invasi Israel ke jalur Gaza. Semua pimpinan Amerika senantiasa pada posisi yang sama, jadi jangan heran bila Presiden Trump mengumumkan Yerusalem adalah ibukota Israel, itulah cita-cita mereka sedari dulu.

Bila kita mau jujur melihat pada akar masalahnya, maka kita bisa mengetahui sedari awal bahwa bangkitnya Yahudi sampai mereka mampu mendirikan sebuah Negara Israel adalah karena kaum Muslim terpecah belah, dan tidak lagi disatukan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah. Selama kaum Muslim bersatu dalam agamanya dalam kepemimpinan Khilafah, maka tanah Palestina dan tanah-tanah kaum Muslim yang lain masih bisa dipertahankan, sebab kita mampu melawan dengan fisik.

Sebab bila seperti saat ini, kaum Muslim terpecah-belah dan tidak memiliki kekuatan sebab mereka tidak jadi ummat yang satu, mereka berselisih hingga Allah mencabut ketakutan dalam diri musuh-musuh Islam, sehingga mereka bisa bertindak semaunya dan sesukanya.

Namun, kita berharap bahwa momen ini menjadi momen persatuan diantara kaum Muslim, yang mulai menyadari bahwa persatuan adalah hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi pada saat-saat seperti sekarang ketika kaum Muslim diperlakukan semena-mena.

Baitul Maqdis adalah milik kaum Muslim, dan tidak akan diserahkan pada siapapun, sebab Allah yang menaruh kecintaan pada tanah itu langsung ke dalam hati mereka yang beriman, maka siapapun yang tidak terpanggil saat Baitul Maqdis ingin dijarah, mereka perlu bertanya, “Bila Allah dan Rasul menyebut-nyebut tempat itu, mengapa tak ada bagi kita kepedulian barang sedikit?”.

Hanya persatuan itu bukan hadiah yang bisa ditebus dengan harga yang sedikit. Kita harus membuktikan pada Allah bahwa kita layak mendapatkannya. Terkadang ini harus dibuktikan dengan lapang dadanya kita untuk bisa bersabar dan berjuang bersama kelompok-kelompok kaum Muslim yang lain. Bisa jadi juga kita buktikan dengan tak lelah menetapi momen-momen persatuan, sampai Allah memutuskan bahwa persatuan itu diberikan pada kita, lalu kita bisa dibangkitkan dengan Islam.

Dan esok, 17 Desember 2017 adalah salah satu momen persatuan itu. Indonesia, negeri kaum Muslim terbesar di dunia ditantang untuk membuktikan persatuan-persatuan kecil kaum Muslim sebelum Allah memberikan ikatan hati Muslim seluruh dunia. Dunia Islam kini mengarakan pandangannya pada Indonesia, satu-satunya bagian kaum Muslim dunia yang belum diberikan giliran untuk memimpin kaum Muslim di seluruh dunia.

Penulis: Felix Siauw, relawan @sahabatalaqsha

Related Posts

1 of 3