KesehatanKolom

Cegah Stunting, Terapkan Pola Hidup Sehat Keluarga

Menurut data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), ada 9 juta anak Indonesia mengalami stunting atau kekurangan gizi, baik di perdesaan maupun perkotaan. (Foto: YouTube)
Menurut data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), ada 9 juta anak Indonesia mengalami stunting atau kekurangan gizi, baik di perdesaan maupun perkotaan. (Foto: YouTube)

Oleh: Tawati*

NUSANTARANEWS.CO – Sebanyak 193 anak dari jumlah keseluruhan 4.509 anak di Kecamatan Leuwimunding, Kabupaten Majalengka, menderita stunting atau gagal tumbuh. Sebanyak 179 anak bertubuh pendek dan 14 lainnya sangat pendek. Seluruh anak stunting itu tersebar di sejumlah desa.

Kepala Puskesmas Leuwimunding, Kartisem, menyebutkan, para penderita stunting ini menyebar di 14 desa. Angka tertinggi  berada di Desa Rajawangi dengan jumlah kasus mencapai 34 anak pendek dan satu sangat pendek. Urutan berikutnya ada di Desa Ciparay dan Mirat. (Pikiran Rakyat, 25/7/2019)

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak di bawah lima tahun (balita) akibat berbagai faktor, terutama kekurangan gizi. Tubuh anak pun menjadi terlalu pendek untuk usianya. Kekurangana gizi itu tak hanya saat bayi lahir hingga tumbuh balita, melainkan sejak dalam kandungan.

Penyebab stunting adalah praktik pengasuhan yang kurang baik, terbatasnya layanan kesehatan, dan pembelajaran dini yang berkualitas. Selain itu, gagal tumbuh bisa terjadi karena kurangnya akses rumah tangga atau keluarga ke makanan bergizi, kurangnya akses ke air bersih, serta sanitasi yang buruk.

Kebiasaan hidup keluarga yang tidak sehat saat ini sesungguhnya adalah buah pahit dari sistem kehidupan sekuler kapitalistik. Keluarga dipapari berbagai stressor (tekanan), krisis ekonomi dan disfungsi negara. Ujungnya ketangguhan imunitas tubuh melemah, selain berakibat hilangnya fungsi akal. Kelaparan dan gizi buruk terbukti meningkat seiring dengan meningkatnya harga pangan akibat krisis ekonomi.

Baca Juga:  Polres Sumenep Gelar Razia Penyakit Masyarakat di Cafe, 5 Perempuan Diamankan

Deraan kemiskinan memaksa para ibu membanting tulang, padahal diantara mereka ada ribuan ibu hamil dan ibu menyusui. Bagi ibu menyusui kelelahan fisik dan mental akibat beban ganda yang harus dipikulnya dapat menurunkan kualitas dan kuantitas ASI. Ini antara lain semakin banyak bayi tidak diberi ASI, disamping faktor keterbatasan waktu, dan gencarnya iklan susu formula. Padahal ASI ditinjau dari banyak aspek adalah makanan terbaik untuk bayi dan penting untuk membangun imunitas bayi. Lebih dari itu, pemberian ASI disyariatkan Allah Swt (lihat QS. al-Baqarah: 33). Jadi, tidak saja pola makan anak dan ibu yang tidak sehat, tetapi juga bayi.

Kelelahan fisik dan mental yang diderita ibu hamil berpengaruh negatif terhadap hormon yang dibutuhkan untuk melahirkan alami. Hal ini antara lain menjadi penyebab semakin banyak kelahiran caesar. Padahal bayi lahir melalui caesar daya tahan tubuhnya jelas tidak sebaik bayi lahir melalui jalan alami. Hal ini karena jalan lahir alami didesain Allah Swt sebagai latihan awal dan pematangan sejak dini sistem imun bayi.

Baca Juga:  RSUD Dr. H. Moh Anwar Sumenep Buka Depo Farmasi Rawat Jalan 2: Meningkatkan Pelayanan dan Kemudahan Bagi Pasien

Kondisi ini diperparah oleh krisis air bersih yaitu akibat industrialisasi dan kapitalisasi sumber daya alam, juga air. Akhirnya, lebih dari separuh masyarakat jauh dari sanitasi yang layak. Berbagai kuman petagon mewabah. Demikian pula vektor penyebar penyakit menyerang tubuh bayi, balita dan anak yang telah kehilangan ketangguhan sistem imunnya.

Di sisi lain, penyakit justru jadi objek kapitalisasi. Akibatnya, biaya berobat tidak saja mahal, tetapi juga layanan kesehatan yang justru memperparah penyakit yang diderita dan bahkan mengancam jiwa, selain tidak memperhitungkan halal dan haram.

Mewujudkan pola hidup sehat keluarga berarti mewujudkan kebiasaan beremosi/berkecenderungan dan berperilaku sesuai syariah Islam. Hal ini mengharuskan pembentukan kepribadian Islam melalui penerapan sistem pendidikan Islam dan penerapan syariah Islam secara kaffah dalam semua aspek kehidupan.

Kepribadian Islam mendorong individu keluarga untuk mewujudkan pola makan yang sehat (lihat QS. al-Maidah: 88), selain jaminan ketersediaan pangan yang halal dan baik, termasuk air bersih hingga tingkat rumah tangga (harga terjangkau dan mudah diakses).

Penerapan syariah yang kaffah berarti negara kembali menjalankan fungsinya sebagai pengurusan masyarakat, seperti menjamin pemenuhan pokok publik, menyediakan lapangan kerja, membebaskan barang milik umum dari kapitalisasi. Hal ini jelas dengan sendirinya membebaskan keluarga dari berbagai stressor; mendorong terwujudnya pola aktivitas keluarga yang sehat; ibu terbebas dari peran ganda yang menyalahi fitrah dan beban mencari nafkah keluarga kembali berada di pundak ayah. Hal ini akan terealisasi dengan diterapkannya sistem ekonomi Islam.

Baca Juga:  Pemkab Pamekasan Dirikan Rumah Sakit Ibu dan Anak: Di Pamekasan Sehatnya Harus Berkualitas

Bersamaan dengan itu, sistem Islam akan menghentikan program penanggulangan penyakit yang merupakan agenda penjajahan, dan justru membahayakan kesehatan masyarakat, yaitu dengan membatalkan  berbagai kesepakatan dan kerjasama dengan lembaga internasional serta bantuan pembiayaan kesehatan dari pihak asing. Sebab, demikianlah perintah Allah Swt dalam QS. an-Nisa’: 141.

Termasuk bagian penting dari pola hidup sehat keluarga adalah kemudahan untuk mengobati berbagai penyakit yang diderita. Sistem Islam akan mewujudkannya dengan membebaskan layanan kesehatan dari segala unsur kapitalisasi. Tidak hanya gratis dan mudah diakses oleh semua anggota masyarakat, tetapi juga berkualitas yaitu cepat dan tepat dalam pengobatan menurut syariah Islam. Sistem Islam mampu mewujudkan semua itu antara lain dengan cara mengelola Baitul Mal secara efektif. Melalui penerapan sistem Islam-lah, yang hanya dengannya kebiasaan hidup keluarga yang sehat akan terwujud. Wallahua’lam bish-shawab[].

*Tawati, Penulis adalah Muslimah Peduli Generasi dan (Anggota Revowriter Majalengka)

Related Posts

1 of 3,143