Lintas NusaPolitik

Cegah Parpol Koalisi, Pengamat Sebut Publik Jatim Tunggu Gagasan Gus Ipul Dan Khofifah

NusantaraNews.co, Surabaya – Pemilihan Gubernur Jawa Timur akan digelar pada 2018. Meski banyak kandidat yang mencoba peruntungan untuk ikut running dalam kontestasi Pilgub Jatim, tapi boleh dibilang saat ini ada dua kandidat yang dinilai sangat kuat sebagai calon Gubernur Jatim, yakni Saifullah Yusuf alias Gus Ipul (Wakil Gubernur Jatim) dan Khofifah Indar Parawansa (Menteri Sosial).

Menurut pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Mochtar W Oetomo, perbincangan mengenai persaingan antara Gus Ipul dan Khofifah selama ini lebih banyak fokus pada soal persaingan dalam memperoleh dukungan partai politik, rekomendasi, dan dukungan organisasi kemasyarakatan. Belum sampai ke soal persaingan dalam mengusung gagasan dan ide bagaimana memajukan dan menyejahterakan Jawa Timur.

“Publik menunggu gagasan besar para kandidat untuk kemajuan dan kesejahteraan bagi Jawa Timur. Bukan hanya untuk Gus Ipul dan Khofifah, tapi juga untuk semua kandidat Cagub Cawagub, sudah waktunya antarkandidat memperdebatkan gagasan, bukan melulu memperdebatkan rekomendasi, dukungan komunitas dan dukungan partai politik. Pilgub Jatim hendaknya bukan hanya menjadi benturan antar kekuatan para kandidat, tapi juga benturan ide, gagasan dan visi yang mencerdaskan.” ungkap pria yang juga direktur Surabaya Survey Center (SSC) ini.

Baca Juga:  Anton Charliyan Dampingi Prabowo Makan Baso di Warung Mang UKA di Cimahi Jabar 

Sebab, menurut Mochtar, jika perbincangan terlalu terbetot pada soal dukungan parpol maka persoalan-persoalan potensial yang lebih diperlukan publik bisa terabaikan. Dalam banyak kasus acapkali kita jumpai pertimbangan parpol dalam mengusung kandidat di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Timur (Jatim) lebih didasarkan kepentingan jangka pendek.

Mereka berharap keuntungan dan timbal balik ketika calon yang diusungnya menang dalam Pilkada.Pilihan politik tidak lagi didasarkan pada nilai, ideologi, visi tetapi lebih didasarkan kepentingan praktis jangka pendek. Apa yang menguntungkan buat subjek. Tidak adanya pertimbangan ideologi dalam mengusung kandidat tersebut menyebabkan partai beraliran apapun berpotensi untuk koalisi. Misalnya saja, partai berbasis nasionalis dan agama berpeluang untuk berkoalisi.

“Itu semua terjadi secara umum di setiap putaran Pilkada. Karena tidak ada pertimbangan nilai dan ideologi koalisi yang terbentuk kemudian bisa zig zag atau pelangi.” ungkap Alumnus Universiti Sains Malaysia (USM) ini,sabtu(7/10)

Lebih lanjut pria berkacamata ini menjelaskan, ketika partai sudah dapat keyakinan bahwa kandidat yang diusungnya menang, maka parpol akan ramai-ramai memberikan dukungan meski ada pandangan politik berbeda dengan kandidat yang diusungnya.Pilihan baru akan ditentukan ketika sudah didapat keyakinan. Dengan alat bukti yang terukur bahwa keputusan itu menguntungkan.

Baca Juga:  LSN Effect di Pemilu 2024, Prabowo-Gibran dan Gerindra Jadi Jawara di Jawa Timur

“Mengingat hal tersebut maka sudah waktunya para kandidat kita dorong untuk mulai mempertarungkan gagasan besarnya untuk Jatim yang lebih baik dan sejahtera.” tegasnya.

Pewarta: Tri Wahyudi
Editor: Ach. Sulaiman

Related Posts

1 of 44