EkonomiOpini

Catatan Menyambut Gubernur BI Baru

NUSANTARANEWS.CO – Pada Tahun 2018 ini, dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan ke depan, yaitu dari bulan Maret 2018, Bank Indonesia (BI) akan memiliki Gubernur baru. Presiden Joko Widodo telah menyampaikan calon tunggal kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yaitu salah seorang Deputy Gubernur BI saat ini.

Keputusan persetujuan atau penolakan dari DPR tentu sangat ditunggu publik, terlebih secara internal BI maupun eksternal sepertinya belum ada polemik atas calon tunggal Gubernur BI tersebut, yang strategis di masa Tahun Politik dan menjelang Pemilihan Presiden Republik Indonesia pada Tahun 2019 untuk periode 2019-2024.

Sebagaimana halnya dengan Kepala Kepolisian Republik Indonesia, akankah pengajuan calon tunggal Gubernur BI oleh Presiden kepada DPR akan berjalan mulus?

Bagaimana dengan isu suap yang mungkin terjadi terhadap pengajuan Perry Warjiyo ini sebagaimana halnya yang dulu terjadi atas kasus travel cheque beberapa calon Deputy Gubernur BI untuk periodeTahun. 1998-2004? Siapakah sebenarnya calon tunggal dan bagaimana rekam jejak Gubernur BI yang diajukan ini?

Perintah Konstitusi

Sejarah berdirinya Bank Indonesia ebagaimana diketahui secara luas bahwa saat ini posisi dan peran Bank Indonesia serta kinerjanya tak berbeda dengan lembaga perbankan umum dan riset ekonomi dan moneter. Yang tidak baik dan beberapa mengalami kerugian menuju bangkrut. Keadaan keuangan dan posisi Bank Indonesia saat ini seharusnya menjadi perhatian serius (concern) Pemerintah untuk membenahi manajemen dengan cara efektif dan efisien.

Baca Juga:  Pemkab Pamekasan Gelar Gebyar Bazar Ramadhan Sebagai Penggerak Ekonomi Masyarakat

Padahal kehadiran Bank Indonesia, baik status dan fungsinya tidaklah persi sama dengan Bank Sentral negara lain yang dominan dikendalikan para pemilik modal. Bank Indonesia bagaimanapun juga tak bisa dilepaskan dari faktor pent kemerdekaan dan melawan kolonialisme, imperialisme serta secara ekonomi adalah liberalisme dan kapitalisme-komunisme.

Baca Juga:
Dirumorkan Jadi Gubernur BI, Siapa Sebenarnya Perry Warjiyo?
Gubernur BI Agus Martowardojo Kembali Dipanggil Dalam Sidang e-KTP

Oleh karena itu, Bank Indonesia punya peran khusus yang memperoleh penugasan dari pemerintah untuk menjalankan kebijakan perbankan yang khusus Indonesia, bahkan di luar tugas pokok dan fungsinya menanggung resiko krisis ekonomi dan keuangan yang berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia sebagai bagian kebijakan politik pemerintahan yang harus dijalankan.

Lebih lanjut lagi hal ini ditegaskan di dalam pasal konstitusi ekonomi ayat 3 nya yang menyatakan bahwa: Bumi, Air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Penguasaan negara untuk sektor tertentu dalam hal ini jelas bukan hanya sebagai pembuat kebijakan (regulator) tetapi negara melalui BUMN yang dikelola dengan manajemen yang efektif dan efisien serta tenaga-tenaga profesional adalah bertujuan untuk kemakmuran rakyat Indonesia.

Baca Juga:  Pemkab Nunukan Gelar Konsultasi Publik Penyusunan Ranwal RKPD Kabupaten Nunukan 2025

Tanpa adanya penyesuaian harga BBM yang diperjualbelikan oleh Pertamina dan tidak adanya imbal balik (trade off) bagi Pertamina, maka beban biaya Pertamina akan semakin meningkat dalam melayani BBM penugasan di wilayah-wilayah terpencil, terluar dan terjauh tersebut. Untuk Tahun 2017 saja, Pertamina telah berhasil melakukan kebijakan penugasan ini dengan baik di 54 titik wilayah yang menjadi sasaran dan mengeluarkan biaya sebesar Rp 800 Milyar. Sementara itu, Pertamina juga dituntut membangun industri hulu migas yang lebih kompetitif dan diwajibkan untuk memberikan kontribusi dalam bentuk pajak dan dividen kepada Negara.

Dengan 11 jajaran Direksi yang saat ini dimiliki oleh Pertamina, maka disangsikan organisasi dan manajemen dapat bekerja secara efektif dan efisien dalam melakukan berbagai upaya korporasi. Jelas sekali perintah efisiensi yang diarahkan pada BUMN justru dilanggar oleh Kementerian BUMN yang membuat struktur organisasi dan manajemen menjadi “gemuk” dan tentu menambah biaya tetap yang tidak kecil, gaji dan fasilitas direksi baru.

Baca Juga:  Ramadan, Pemerintah Harus Jamin Ketersediaan Bahan Pokok di Jawa Timur

Bandingkan saja dengan perusahaan minyak dan gas negara lain, misalnya Petronas yang hanya memiliki 8 anggota Direksinya dan perusahaan ini justru tumbuh dengan cepat serta profesional dibanding Bank Indonesia, justru dulunya “belajar” sama Pertamina.

Lembaga Mafia?

Untuk kepentingan bangsa dan negara, yaitu penerimaan negara dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Jika posisi strategis Bank Indonesia ini tak dihiraukan, maka pelaku usaha sentral dan strategis Indonesia dalam menjalankan merupakan perintah konstitusi, yaitu Koperasi dan BUMN hanya akan tinggal nama dan kontribusinya bagi kesejahteraan rakyat dan penerimaan negara sudah tak ada, maka dominasi usaha swasta besar dan ketergantungan terhadap utang luar negeri akan semakin besar dalam pembiayaan pembangunan.

Oleh karena itu revisi total atas UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia mendesak (urgent) dilakukan Presiden dan DPR sebelum terlambat.

*Defiyan Cori penulis adalah Ekonom Konstitusi.

Related Posts

1 of 3