Ekonomi

Catatan Akhir Tahun, Ekonomi Indonesia di Bawah Filipina dan Vietnam

NUSANTARANEWS.CO – Sebelum Menutup tahun 2017, ada beberapa catatan ekonomi Indonesia yang penting untuk direfleksikan sebagai bekal di tahun depan. Berdasarakan catatan sepanjang tahun 2017, ada sedikitnya hal fundamental yang dirasakan masyarakat. Pertama soal daya beli menurun, lapangan pekerjaan susah, dan naiknya harga kebutuhan pokok.

Situasi ini sejalan dengan kondisi ekonomi Indonesia di ASEAN. Dalam catatan Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) 2017 menyebut saat ini kondisi obyektif ekonomi ASEAN, Indonesia tertinggal jauh di bawah Filipina yang tumbuh mencapai 6,9 persen dan Vietnam 6,4 persen.

AIPE menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia di subregional ASEAN sekarang diperkirakan hanya 5,0% pada 2017 dan 5,1% pada 2018. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,06 persen pada 2017 dipastikan berada di bawah rata-rata ASEAN.

Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng menyebut hal tak terbantahkan bahwa Indonesia tengah kalah dalam berdagang di ASEAN.

Ekspor Indonesia ke negara ASEAN lainnya, lanjut Daeng, dalam enam bulan pertama 2017 mencapai US$ 15,65 miliar. Sedangkan impor mencapai US$ 16,3 miliar. Artinya terjadi defisit US$ 656 juta.

Baca Juga:  Pemkab Pamekasan Gelar Gebyar Bazar Ramadhan Sebagai Penggerak Ekonomi Masyarakat

“Ini adalah fakta bahwa Indonesia bertekuk lutut dan kalah bersaing dengan negara di kawasan ASEAN,” ungkap Daeng dikutip dari keterangannya.

Sementara surplus perdagangan Indonesia sampai dengan Oktober 2017, kata dia sebesar 11.78 miliar dolar yang diperoleh dari selisih ekspor sebesar 138.46 miliar dolar dan impor sebesar 126.68 miliar dolar. Surplus perdagangan mengalami anomaly, karena faktanya ekspor menurun namun juga terjadi penurunan impor dalam jumlah besar.

Penurunan impor merupakan suatu keadaan pelemahan dari industri nasional. Mengingat sebagian besar impor adalah bahan baku yang digunakan oleh industri nasional. Pelemahan impor bahan baku berarti pelemahan yang dalam dari industri nasional.

Daeng menlanjutkan, neraca perdagangan Indonesia-China mengalami defisit pada semester pertama 2017. Tercatat, defisit perdagangan Indonesia-China mencapai USD 6,628 miliar atau sekitar 12-13 miliar dolar pertahun.

“Data from the Trade Ministry shows that Indonesia posted a trade deficit of US$8.4 billion with China during the period from January to August this year, slightly better than $9.9 billion deficit recorded in the same period last year,” tulisnya.

Baca Juga:  Dukung Peningkatan Ekonomi UMKM, PWRI Sumenep Bagi-Bagi Voucher Takjil kepada Masyarakat

Kondisi neraca eksternal Indonesia di kawasan, menggambarkan bahwa secara keseluruhan Indonesia dalam kondisi ekonomi yang buruk. Situasi ini semakin diperparah oleh perdagangan bebas ASEAN. Karena Indonesia mengalami defisit besar dalam berdagangan dengan negara anggota ASEAN. Sementara pada saat yang sama, kata Daeng, seluruh surplus perdagangan Indonesia dengan seluruh belahan dunia lain disapu bersih oleh perdagangan bebas antara ASEAN dengan China dimana Indonesia terlibat di dalammya.

Indonesia satu satunya negara dengan defisit transaksi berjalan di ASEAN. Sementara negara ASEAN yang lain surplus, Indonesia mengalami defisit. Adapun defisit transaksi berjalan Indonesia adalah tahun 2014 , (-) USD 27.5 miliar, tahun 2015 sebesar (-) 17.5 miliar USD dan tahun 2016, sebesar (-) 16.8 miliar USD, dilansir dari Bank Indonesia, tahun 2017.

Indonesia merupakan negara dengan laju inflasi tertinggi di ASEAN. Laju inflasi di Indonesia masing-masing tahun 2014 sebesar 8.4%, tahun 2015 sebesar 3.4% dan tahun 2016 sebesar 3% dan tahun 2015 diperkirakan 5%. (*)

Baca Juga:  Kebutuhan Energi di Jawa Timur Meningkat

Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 2