Peristiwa

Catatan Akhir Tahun: Banjir Besar Rendam Kota Bandung

NUSANTARANEWS.CO – Sepanjang 2016, kawasan Bandung Raya beberapa kali terendam banjir. Banjir merendam 15 kecamatan di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, setelah hujan deras mengguyur sejak Sabtu hingga Minggu, 12-13 Maret 2016 dini hari.

Banjir itu merendam ribuan rumah warga dan menyebabkan dua orang tewas serta tiga orang hilang. Korban tewas di Desa Citeureup, Kecamatan Dayeuhkolot, dan Desa Sukasari, Kecamatan Pameungpeuk.

Berdasarkan data BNPB pada Selasa (15/3/2016) pukul 07.00 WIB, terdapat sebanyak 5.900 kepala keluarga atau 24.000 jiwa terdampak banjir. Sebanyak 2.840 kepala keluarga atau 10.344 jiwa mengungsi akibat banjir tersebut.

Para pengungsi tersebar di 28 titik pengungsian seperti di GOR Baleendah, POM Cikarees, Masjid Nurul Iman, Waskita, Warakawuri, Masjid Unilon.
Banjir juga memutus arus lalu lintas di beberapa lokasi dari arah Bandung menuju Kecamatan Bojongsoang, Baleendah, Ciparay, dan Majalaya, yang melintasi Sungai Citarum.

Begitu juga jalur lalu lintas dari arah Bandung melintasi Dayeuhkolot, Pameungpeuk, Katapang, dan Banjaran tak bisa dilewati karena kecamatan-kecamatan itu terendam hingga setinggi 3 meter.Banjir kembali melanda Kecamatan Dayeuhkolot, Baleendah, dan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Rabu (21/9/2016).

Hujan yang turun pada Selasa (20/9/2016) malam membuat debit air Sungai Citarum meluap. Ribuan rumah pun kembali terendam, sedangkan sejumlah jalan tidak bisa dilalui karena tergenang air.

Baca Juga:  Rawan Timbulkan Bencana di Jawa Timur, Inilah Yang Dilakukan Jika Musim La Nina

Dari data BPBD, total ada 101 jiwa yang terpaksa tinggal di tiga lokasi pengungsian. Sebanyak 50 jiwa mengungsi di Inkanas Baleendah, 7 jiwa di Gor Baleendah dan 44 jiwa di Desa Dayeuhkolot.

Banjir besar juga terjadi di Kota Bandung. Banjir kali ini menjadi yang terparah dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Apalagi, banjir terjadi di lokasi bukan langganan banjir, seperti Gedebage.

Banjir besar pertama tahun ini terjadi di Jalan Dr Djunjunan (Pasteur) pada 24 Oktober 2016 sekitar pukul 12.00 WIB. Ketinggian air mencapai satu meter dan mengakibatkan lalu lintas di depan Bandung Trade Center (BTC) lumpuh total akibat air dengan volume besar tumpah ke jalan. Gerbang tol Pasteur ditutup selama sejam.

Di saat yang sama, banjir lebih parah terjadi di ruas Jalan Pagarsih, Kelurahan Cibadak, Kecamatan Astana Anyar. Amukan Sungai Citepus membuat pembatas sungai jebol.

Hingga akhir bulan Oktober, laporan masyarakat soal banjir terus bermunculan seiring tingginya intensitas hujan di Bandung.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat memperkirakan kerugian materiil akibat banjir itu mencapai Rp 16 miliar. Total rumah terendam dari tiga kelurahan terdampak banjir mencapai 813 unit. Selain itu, satu unit sekolah dengan enam ruang kelas dan satu ruang guru mengalami kerusakan.

Baca Juga:  Sampaikan Simpati dan Belasungkawa, PPWI Lakukan Courtesy Call ke Kedubes Rusia

Sungai Citepus di Pagarsih kembali meluap pada 9 November 2016 sore hari. Sama seperti banjir sebulan sebelumnya, banjir kali ini juga mengakibatkan mobil terseret arus deras.

Sejumlah pengamat perkotaan menduga banjir besar tersebut terjadi karena adanya perubahan tata guna lahan dan tata ruang di wilayah tangkapan air. Curah hujan tinggi dan tak siapnya drainase kian memperburuk keadaan.

“Urban flood semacam ini hampir selalu mengancam kota besar di Indonesia. Terlebih lagi secara geomorfologi Kota Bandung berupa cekungan yang dikelilingi oleh banyak pegunungan,” ucap Ketua Ikatan Ahli Bencana (IABI) Sudibyakto, Selasa (25/10/2016).

Ketua Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Supardiono Sobirin mengatakan, Bandung seharusnya tidak banjir karena memiliki kontur miring yang bisa membuang air hujan ke 47 sungai yang melewati kota ini. Akar masalahnya ada pada saluran drainase yang buruk dan infrastruktur yang tidak selaras dengan alam.

Dewan Eksekutif Kemitraan Habitat, Nirwono Joga, menilai bahwa banjir Bandung memperlihatkan komitmen pemerintah untuk melindungi warga masih rendah.

Baca Juga:  Pesawat Yang Hlang Kontak di Nunukan Berhasil Ditemukan. Pilot Selamat dan Mekanik Meninggal

Pemkot Bandung menyusun sejumlah strategi penangkal banjir. Solusi jangka pendek, Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung membuat bak kontrol yang dilengkapi pipa berdiameter sekitar 40 sentimeter di titik banjir. Dibantu mesin pompa, pipa itu berfungsi untuk mempercepat buangan air di jalan. Teknologi itu dikenal dengan sebutan tol air.

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengatakan bahwa solusi jangka pendek itu tidak menyelesaikan masalah sepenuhnya. Ridwan mengerahkan tim ahli untuk mencari tahu sebab dan solusi banjir Bandung.

Selain karena cuaca ekstrem, Ridwan mengungkapkan bahwa banjir terjadi karena banyak bangunan yang mempersempit badan sungai. Ridwan mengambil langkah membongkar paksa sejumlah bagian rumah, pertokoan, hingga jembatan yang dibangun serampangan.

“Ditemukan fakta menurut ahli ITB seperti di Pagarsih hanya dengan ada dua bangunan yang menghalangi air. Air itu bisa masuk ke jalan,” kata Ridwan, Senin (14/11/2016).

Pemkot Bandung juga tengah memproses pembangunan kolam retensi di delapan titik, yakni di Babakan Jeruk, Jalan Bima, Sirnaraga, Pagarsih, Cigadung, Cikutra, Sarimas, dan Danau Gedebage sebagai proyek terbesar. (Andika)

Related Posts

1 of 429