ArtikelEkonomi

Catatan 2017 Kinerja Pemerintah Sektor Kesra: Omong Kosong Jika Faktanya Rakyat Makin Sengsara

Oleh: Fahri Hamzah*

Mumpung baru masuk 2018 ini saya bikin catatan kecil tentang apakah pemerintah sukses bikin rakyat sejahtera atau tidak, dengan indikator yang sangat sederhana dan dapat kita rasakan. Sebab semua jadi omong-kosong kalau rakyat tambah susah.

Selama 3 tahun terakhir, bagaimana laju kesejahteraan rakyat? Kita kesampingkan data makro semisal angka pertumbuhan ekonomi yang pada masa Jokowi ini berjalan stagnan.

Data makro tidak bisa bicara banyak dan mendetail jika itu terkait sektor Kesejahteraan Rakyat

Pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) atau “kue ekonomi yang membesar” sangat bias kesejahteraan jika ketimpangan pendapatan kita tinggi (gini ratio kita 0,39). Tahun 2016 GPD kita Rp 9.400 T, akhir tahun 2017 katakan jadi Rp 10.000 T.

Sekedar membantu mengingatkan bahwa dalam bidang ekonomi, produk domestik bruto (PDB) adalah nilai pasar semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada periode tertentu. PDB merupakan salah satu metode untuk menghitung pendapatan nasional.

Baca Juga:  Sokong Kebutuhan Masyarakat, Pemkab Pamekasan Salurkan 8 Ton Beras Murah

Coba Lihat Rumus PDB berikut Y = Konsumsi + Investasi + Belanja Negara + (Export-Import).

Konsumsi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, investasi oleh sektor usaha, Belanja Negara oleh pemerintah, dan ekspor dan impor melibatkan sektor luar negeri

Nah sekarang, kita bisa lihat bahwa apalah artinya bagi kesejahteraan rakyat kita jika 74,8% kekayaan nasional hanya dimiliki 10% orang terkaya.
Statistik dan pernyataan ini disampaikan oleh ekonom PDIP yang memimpin Megawati Institute Dr Arief Budimanta.

Beliau dulu bersama saya membentuk kaukus ekonomi konstitusi di DPR periode lalu – harusnya adalah peringatan kepada kabinet Pak Jokowi bahwa ada yang salah dalam arah pembangunan kita.

Sebab jika kita bicara kesejahteraan paling relevan adalah bicara nasib petani, buruh dan pedagang kecil. Di luar itu relatif tidak perlu advokasi dan pembelaan, karena mereka sudah cukup mudah mengakses pasar dan sumberdaya ekonomi.

*Fahri Hamzah, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Related Posts