Hukum

Bupati Rokan Hulu Bersaksi di KPK

NUSANTARANEWS.COKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Bupati Rokan Hulu Suparman, Selasa, (10/5/2016). Suparman akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap suap pembahasan RAPBDP Tahun Anggaran (TA) 2014 dan atau RAPBD TA 2015 Provinsi Riau. Suparman akan diperiksa sebagai tersangka dalam kasus suap yang menyeret dirinya sendiri itu.

Pemeriksaan Suparman dikonfirmasi Pelaksana Harian (Plh) Kepala Biro Humas Yuyuk Andriati. Ia mengatakan selain Suparman, penyidik juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Mantan Ketua DPRD Riau, Johar Firdaus. Sama halnya dengan Suparman, Johar juga akan diperiksa sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

“Jadi keduanya akan diperiksa sebagai tersangka dalam kasus yang sama,” tutur Yuyuk saat dikonfirmasi, di Jakarta, Selasa, (10/5/2016).

Lebih lanjut, Yuyuk mengatakan keduanya ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi menerima pemberian hadiah atau janji terkait pembahasan RAPBDP Tahun 2014 dan 2015. Akibatnya, kedua pejabat daerah itu disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Baca Juga:  Ahli Waris Tanah RSPON Bersyukur Warkah Terdaftar di Kelurahan Cawang

Sekadar informasi, kasus ini merupakan pengembangan dari kasus yang melibatkan Gubernur Riau sebelumnya berinisial AM dan anggota DPRD Riau 2009-2014 berinisial AK. Sebelumnya, Suparman hanyalah anggota DPRD Riau periode 2009-2014. Kemudian pada Pilkada serentak pada Desember 2015, Suparman terpilih sebagai Bupati Rokan Hulu.

Penetapan status tersangka bagi Suparman sempat membuat pelantikan dirinya sebagai bupati tertunda. Kendati ditunda, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo tetap mengambil sumpah jabatan Suparman sebagai Bupati Rokan Hulu pada Jumat (22/4/2016) lalu. Tjahjo beralasan bahwa pelantikan tersebut untuk mengedepankan asas praduga tak bersalah.

Kendati demikian, Tjahjo menegaskan akan memberhentikan kepala daerah jika dinyatakan bersalah oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Indonesia Corruption Watch (ICW) sempat memperingatkan Mendagri terkait pelantikan kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi.

“Pelantikan tersangka/terdakwa korupsi jika tetap dilaksanakan merupakan tindakan amoral yang akan merusak citra pemerintah di mata rakyat dan juga merusak reputasi negara ini di mata internasional. Pelantikan tersangka atau terdakwa koruptor sebagai kepala daerah memberikan kesan kompromi dan bahkan memuliakan koruptor,” kecam peneliti ICW Emerson seperti dikutip laman resminya.

Baca Juga:  Tentang Kerancuan Produk Hukum Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden

Acuan ICW adalah Pasal 108 Ayat (3) UU 32 Tahun 2004 dan Pasal 97 Ayat (1) PP 6 Tahun 2005. Pasal 108 Ayat (3) UU 32 Tahun 2004 menyebutkan “Dalam hal calon kepala daerah terpilih berhalangan tetap, calon wakil kepala daerah terpilih dilantik menjadi kepala daerah”. Pasal 97 Ayat (1) PP 6 Tahun 2005 berbunyi: “Dalam hal calon Kepala Daerah terpilih berhalangan tetap, calon Wakil Kepala Daerah terpilih dilantik menjadi Kepala Daerah”. Menurut ICW, aturan itu dapat dijadikan sebagai langkah terobosan yang bisa dilakukan Kemendagri, yakni mengangkat wakil bupati sebagai bupati, atau sebagai Pejabat Sementara (Pjs) kepala daerah.

Lebih lanjut lagi, Komisioner KPU Arief Budiman justru memiliki pendapat berbeda. Kepala daerah terpilih meski bersatus tersangka tetap dilantik karena UU memberikan celah.

“Selama belum ditetapkan sebagai terpidana, masih bisa dilantik. Kalau tersangka belum menggugurkan syarat pencalonan, masih bisa dilantik,” kata Arief di Gedung KPU seperti dikutip Metrotvnews, Kamis (12/2/2016) lalu.

Baca Juga:  Perlu Perda Perlindungan, Inilah Cara Tekan Kriminalisasi Guru di Jawa Timur

Komisioner KPU itu mengacu pada UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, pasangan calon peraih suara terbanyak yang disahkan melalui surat keputusan KPU berhak menduduki jabatan sebagai kepala daerah, tidak terkecuali bagi yang sedang tersandung kasus hukum. Hanya saja, Arief merekomendasikan perlu dibuatnya regulasi yang bisa menghalangi seseorang menjadi kepala daerah ketika ia berstatus tersangka, (red) bahkan kalau perlu kepala daerah yang dalam pencalonannya terindikasi kuat terlibat kasus korupsi, maka juga perlu dibuatkan regulasi seperti diusulkan komisioner KPU tersebut. (Restu F)

Related Posts

1 of 4