Hankam

Bukan Pendekatan Keamanan, TNI Dikirim ke Papua Disebut Gunakan Pendekatan Antropologi

Kantor DPRD Papua Barat dibakar massa aksi di Manokwari. (FOTO: NUSANTARANEWS.CO/Iswtimewa)
Kantor DPRD Papua Barat dibakar massa aksi di Manokwari. (Foto: NUSANTARANEWS.CO/Sulaiman S)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pengerahan personel TNI-Polri ke Papua untuk melakukan pengamanan setelah terjadinya kerusuhan di beberapa wilayah masih menuai kritik dan polemik. Sebagian kalangan menilai, pengerahan aparat keamanan tersebut bukanlah solusi bijak menyikapi persoalan Papua, malah berpotensi membuat masalah semakin berkepanjangan lantaran dinilai menggunakan pendekatan keamanan. Hal ini tercermin berupa pengerahan sekitar enam ribu personel gabungan TNI-Polri ke Papua dan Papua Barat.

Kerusuhan di Papua meletus sejak 29 Agustus lalu menyusul insiden di Kota Surabaya dan Malang, Jawa Timur sepekan sebelumnya di mana terjadi dugaan kriminalisasi dan pengusiran mahasiswa Papua serta adanya statemen yang bernada rasis. Akibatnya, Bumi Cendrawasih bergejolak, warga Papua protes, khususnya menyangkut soal rasialisme.

Pengamat intelijen dan pertahanan, Susaningtyas Kertopati mengatakan, pendekatan yang dilakukan TNI di Papua lebih mengedepankan pendekatan antropologi dibandingkan pendekatan keamanan.

“Peran TNI dalam penanganan Papua sudah sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah yang mengedepankan pendekatan antropologi dibandingkan pendekatan keamanan. Sejak Presiden Abdurrahman Wahid, TNI selalu konsisten mendampingi masyarakat Papua menghadapi berbagai persoalan sosial,” kata Susaningtyas kepada redaksi di Jakarta, Senin (2/9/2019).

Baca Juga:  Satgas Catur BAIS TNI dan Tim Gabungan Sukses Gagalkan Pemyelundupan Ribuan Kaleng Miras Dari Malaysia

“TNI selalu berusaha memberikan bantuan fisik untuk membantu pembangunan daerah sekaligus berperan menjadi guru di sekolah-sekolah yang terpencil di pelosok Papua. Banyak juga prajurit TNI yang bertugas sebagai tenaga medis membantu penyuluhan kesehatan dan pertolongan pertama pada kecelakaan. Doktrin TNI untuk membantu masyarakat Papua dijalankan sepenuhnya oleh para prajurit di lapangan dalam kerangka operasi teritorial dalam aspek pembinaan dan penggalangan,” sambung dia.

Dia mengungkapkan, peran TNI tersebut banyak menuai apresiasi dari berbagai kalangan. “Banyak pengamat dari dalam dan luar negeri yang memberi apresiasi peran TNI tersebut,” ungkapnya.

Pengamat yang biasa disapa Nuning ini menambahkan, apa yang sedang terjadi saat ini dapat dikatakan sebagai unintended consequence atas suatu dinamika relasi antara masyarakat dengan pemerintah daerah setempat.

“Kejelian aparat di lapangan membaca situasi dan kondisi sosial masyarakat Papua justru yang berhasil melokalisir permasalahan tidak berkembang menjadi ekses. Keberanian pimpinan TNI didukung pihak Polri merupakan kunci keberhasilan meredam berbagai hoaks,” imbuh Nuning.

Baca Juga:  Hut Ke 78, TNI AU Gelar Baksos dan Donor Darah

Selain TNI atau aparat keamanan, kata dia, Kemenkominfo juga turut serta menetralisir berbagai anasir yang ingin membuat permasalahan menjadi berlarut-larut.

“Agar tidak terulang kejadian yang sama, maka perlu para prajurit TNI mendapatkan pembekalan antropologi Papua agar paham budaya dan lingkungan masyarakat Papua. Pendekatan sosial budaya dan dialog antar pihak yang memiliki kepentingan harus dilaksanakan secepatnya,” paparnya. (eda/ed)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,056