Lintas NusaPeristiwa

Bukan Kebetulan, Penganiaya Ulama dan Ustadz di Jawa Barat Diklaim Sakit Jiwa

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Insiden kekerasan terhadap seorang ulama dan ustadz mewarnai awal-awal tahun 2018 di tanah air. Tak hanya dianiaya biasa, seorang ustadz sampai merenggang nyawa. Ini tindakan brutal dan sungguh keji.

Kasus kekerasan terhadap ulama ini pertama kali menimpa KH Umar Basri. Ulama yang akrab disapa Ceng Emon tersebut tersungkur bersimbah darah usai melaksanakan shalat subuh. Tak kepalang tanggung, pimpinan pondok pesantren Al-Hidayah Santiong, Cicalengka, Bandung, Jawa Barat ini dianiaya secara membabi buta oleh seorang pria tak dikenal yang saat itu juga diketahui ikut menjadi jamaah shalat subuh.

Sehari berselang, pria paruh baya berinisial A (50) dibekuk polisi. Usai diinterogasi, polisi menyebut pelaku terindikasi mengalami gangguan jiwa meskipun sempat memberikan keterangan dan pengakuan.

Januari 2018 tercatat setidaknya satu kali tindakan kekerasan terhadap seorang ulama mewarnai perjalanan kehidupan bangsa Indonesia.

Menginjak Februari, kasus serupa kembali terjadi. Kali ini tak hanya penganiayaan biasa karena menyebabkan korban meninggal dunia. Tindakan keji ini menimpa Komandan Brigade Persatuan Islam (Persis), Ustadz Prawoto. Insiden yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang ini terjadi di Kecamatan Bandung Kulon, Kota Bandung, Jawa Barat.

Baca Juga:  Sering Dikeluhkan Masyarakat, Golkar Minta Tambahan Sekolah SMA Baru di Surabaya

Pelaku tak lain adalah tetangga korban. Usianya lebih muda lima tahun dari penganiaya Ceng Emon dan berinisial AM (45).

Sekali lagi, polisi menduga pelaku mengalami gangguan jiwa. Meskipun sejumlah media mengutip pengakuan warga bahwa pelaku sehat dan baik-baik saja.

Entah kebetulan atau tidak, dua kasus tersebut memiliki setidaknya tiga kemiripan. Pertama, dilakukan di pagi hari.

Kedua, korban juga sama-sama seorang pimpinan. Ceng Emon pimpinan ponpes, dan ustadz Prawoto pimpinan Brigade Persis.

Ketiga, pelaku sama-sama disebut mengalami gangguan kejiwaan.

Dengan kata lain, dua insiden di atas sangat ajaib karena terjadi di hampir sama waktunya (pagi hari) dan korbannya pun juga serupa jabatannya (pimpinan). Demikian pula kondisi mental dan psikis pelaku, sama-sama diklaim tak sehat.

Tampaknya orang gila jaman sekarang memang ‘pandai’ memilih waktu dan korban untuk melakukan tindakan kekerasan, penganiayaan dan pembunuhan.

Dan celakanya, jika mengacu pada Kitab Undang- Hukum Pidana (KUHP) Pasal 44 ayat (2), penganiaya Ceng Emon dan pembunuh Ustadz Prawoto tidak bisa dipidana. Hal ini mengacu pada ayat yang berbunyi “Jika nyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal, maka dapatlah hakim memerintahkan memasukkan dia ke rumah sakit jiwa selama-lamanya satu tahun diperiksa”.

Baca Juga:  Mobilisasi Ekonomi Tinggi, Agung Mulyono: Dukung Pembangunan MRT di Surabaya

Penulis buku Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), R. Soesilo menjelaskan kalimat ‘sakit berubah akal’ pengertiannya adalah sakit gila, histeri (sejenis penyakit saraf terutama pada wanita), epilepsi, dan bermacam-macam penyakit jiwa lainnya.

Pewarta: Gendon Wibisono
Editor: M. Yahya Suprabana

Related Posts

No Content Available