OpiniPolitik

Bongkar Muat Program Gusti (Gus Ipul-Puti)

Pilgub Jatim 2018 sudah mulai menawarkan ragam program. Jika dikaitkan dengan komunikasi politik, maka ini menjadi magnet pemilih. Selain menjual program, kontestan juga menjual isu lainnya. Program yang ditawarkan memang bukan hitam di atas putih. Sebatas tawaran. Hal ini dikarenakan mewujudkannya bukan jalan mudah. Seringnya malah, rakyat jadi korban janji program.

Berlepas dari itu semua, ada beberapa hal ketika program itu tidak mampu diwujudkan. Pertama, program yang disusun terlalu umum dan tidak spesifik. Kedua, jauh dari akar persoalan rakyat. Walhasil programnya cenderung kulit dan tidak mengatasi masalah. Ketiga, tidak ada rincian dan perencanaan matang. Seolah program itu untuk kejar setoran suara. Keempat, tidak adanya sikap kepemimpinan dan kenegarawanan dari pasangan calon. Akibatnya, tak mampu memberikan dampak yang signifikan bagi perubahan. Apalagi kesejahteraan rakyat Jawa Timur. Kelima, mencatut program lanjutan dari pemimpin sebelumnya. Keenam, persoalan rakyat itu sistemik. Jadi harus ada solusi sistemik dan mendasar. Tidak sekadar ganti nahkoda. Sistemnya juga perlu diperbaharui dan diganti dengan yang lebih baik.

Bongkar-bongkar Program Gusti

Ada delapan program unggulan pasangan Gusti. Delapan program itu: (1) PKH (Program Keluarga Harapan) Super, (2) Mas Metal (Masyarakat Melek Digital), (3) Seribu Dewi (Seribu Desa Wisata), (4) Dik Dilan (Pendidikan Digratiskan Berkelanjutan), (5) Satria Madura (Satu Triliun untuk Madura), (6) Desa Cemara (Desa Cerdas Maju Sejahterah), (7) Tebar Jala (Pusat Ekonomi Baru Jalur Selatan, dan (8) Madin Plus Berkelanjutan.

Baca Juga:  Prabowo-Gibran Menang Pilpres 2024, Gus Fawait: Bukti Pemimpin Pilhan Rakyat

Jujur dan harus diakui, untuk menjadi gubernur banyak urusannya. Hal ini dikarenakan Gubernur itu pemimpin bagi rakyatnya. Tidak semata-mata delapan program unggulan. Gubernur seperti manusia super, mampu mengelola potensi Jatim sehingga memberi manfaat bagi rakyatnya.

Baca: Mencermati Sandi Srikandi di Pilgub Jatim

Delapan program unggulan Gusti bisa saja dinilai baik. Baik menurut timnya belum tentu baik menurut rakyat. Pasalnya, kekompleksitasan masalah mendasar di Jatim berkutat pada ekonomi, sosial politik, pendidikan, dan kesejahteraan. Mampukah delapan program itu terwujud selama 5 tahun? Apa juga perlu dibawa di periode kedua? Inilah tanda tanya besar.

Jika diamati sisi ekonomi, misalnya kemiskinan pedesaan di Jatim, dari tahun ke tahun posisinya berada di urutan teratas. Sebagian besar petani di Jawa Timur adalah buruh tani dengan lahan kurang dari 0,3 hektar. Sepanjang periode September 2016 hingga maret 2017 penduduk miskin di Jatim hanya turun 0,01 persen. Masalah lain yang menjadi tantangan adalah lebarnya jurang antara si kaya dan si miskin. Pada titik inilah, paslon Gubernur Jatim lupa untuk mengatasi akar masalahnya.

Program unggulan yang ditawarkan semisal Seribu Dewi, Satria Muda, Desa Cemara, Tebar Jala, dirasa belum mampu menyelesaikan akar masalah. Desa dijadikan wisata tak jua mampu menjual nilai yang ada. Malahan lupa pada pemanfaatan dan perlindungan pada petani. Pun Satria Muda bisa menjadi kecemburuan daerah lainnya. Kemiskinan di Madura disebabkan kekayaan di Madura tidak dikelola dengan baik, serta merebaknya praktik korupsi dan riswah (suap) di kalangan pejabatnya. Tebar Jala juga harus memperhatikan topografi wilayah selatan. Karena semua berkaitan dengan perputaran barang dan distribusi, serta ketersedian infrastruktur yang ada. Desa Cemara pun belum ada role model. Gagasan ini cenderung mengadopsi bantuan Dana Desa, yang pada faktanya dana digunakan dalam membangun infrastruktur tapi lupa membangun manusianya.

Baca Juga:  Aglomerasi RUU DK Jakarta

Baca juga: 
Ketika Analis Meneropong Pilgub Jatim 2018
Meneropong Pilgub Jatim 2018 (Bag II): Kiai War on Pilgub Jatim
Meneropong Pilgub Jatim 2018 (Bag III): Kyai War on Pilgub Jatim
Meneropong Pilgub Jatim (Bag IV): Kemana Suara Alumni 212 di Pilgub Jatim?

Berkaitan dengan keluarga dan pendidikan, dua hal yang tidak bisa dilupakan. Keluarga sejahtera super seperti apa gambarannya? Selama ini program itu pun juga digulirkan pusat ke daerah-daerah. Jadi, wajar jika gubernur dan bupati sebagai pelaksananya. Persoalan keluarga di Jawa Timur lebih didominasi pada KDRT, perceraian, single parent, dan keluarga miskin. Persoalan pendidikan ada pada dua sisi. Sistem pendidikannya yang tidak pernah tuntas dalam mengatasi masalah kependidikan dan sisi manusia yang berada dalam lingkungan pendidikan. Sering muncul pencabulan dan pelecehan seksual di lingkungan sekolah, tawuran, narkoba, dan lainnya. Jadi bicara pendidikan tidak semata-mata gratis. Ada hal lebih penting yaitu hasil dari pendidikan yang mampu mencetak manusia pembentuk peradaban.

Baca Juga:  Wis Wayahe Jadi Bupati, Relawan Sahabat Alfian Dukung Gus Fawait di Pilkada Jember

Catatan Penting

Rakyat sangat paham bahwa pilgub Jatim ada harapan perubahan. Minimal kesejahteraan dan hidup dalam kemuliaan. Rakyat sudah capek dengan janji-janji. Ibaratkan ungkapan “Ketika kampanye angin-angin diisi pidato-pidato, sebaliknya pidato-pidato politisi di panggung kampanye berisi angin”.

Suistinable program (program berkelanjutan) inilah yang sebenarnya dirindu rakyat. Bukan ganti pejabat, ganti kebijakan. Ketiadaan program berkelanjutan inilah yang semakin menjauhkan dari terwujudnya pembangunan.

Hal yang paling penting adalah kontrak politik kepada rakyat ini tak boleh disia-siakan. Rakyat harus terus diurusi kehidupannya. Berkata dan bersikap jujurlah kepada rakyat. Jangan sampai menjadi orang paling merugi di akhirat, tatkala banyak rakyat menuntut pertanggung jawabannya. Program tawaran dalam sistem politik demokrasi memang sering menimbulkan luka dan duka. Karena itu harus ada tawaran lain menuju politik yang berkeadilan dan berkemanusiaan sesuai fitrah manusia.

Oleh: Hanif Kristianto, Analis Politik dan Media

Related Posts

1 of 26