Oleh Hanif Kristianto (Analis Politik dan Media)
NUSANTARANEWS.CO – Tak henti-hentinya, kedua tim pemenangan Paslon capres-cawapres bersahutan dan melemparkan bola-bola api. Kampanye yang dijalankan kedua tim kian memuncak dan rancak. Jika diamati bola-bola api lebih banyak menyerang capres petahana 01. Hal ini membuat tim kampanyenya kebakaran dan sering melontarkan statemen mengerikan.
Harus dipahami, kengototan petahana 01 untuk dua periode lagi sudah diikrarkan di tengah kepemimpinannya. Tim buzzer, partai, penggembira, dan tim pemenangan telah menyiapkan logistik untuk menjelmakan petahana menduduki kursi kedua. Seluruh saluran media dan sosial media penuh dengan kampanye dan penggiringan opini. Hal ini akhirnya memantik kubu oposisi yang telah lama memendam bara amarah untuk menumbangkan petahana.
Berdasar pengamatan dan penelurusan berita, baik di media massa dan media sosial, bola-bola api yang dilemparkan dapat diidentifikasi beberapa isu. Semisal, isu PKI, anti Islam, mengingkari janji-janji, rezim represif dan otoriter, serta rezim terlemah. Hal yang paling memukul mundur dari sisi ekonomi semisal kefokusan pembangunan infrastruktur melalui skema hutang, pemerataan kesejahteraan, dan tenaga kerja asing. Hukum pun menjadi alat kekuasaan untuk memukul oposisi.
Isu-isu itu pun dijawab petahana dan diluaskan pendukungnya. Pernyataan resmi dari petahana dimuat di banyak media. Pendukungnya bekerja massif di sosial media. Bahkan seringnya jawaban itu menjadi bahan meme politik dan umpan balik yang cukup mematikan. Serangan yang bertubi-tubi kepada petahan akhirnya pun jebol. Hasilnya muncullah pernyataan dan kebijakan yang cenderung menyakitkan hati rakyat.
Semisal, menuding paslon 02 didukung kelompok yang ingin menegakkan khilafah. Mencoba membungkam dengan ragam skenario menjerujibesikan oposisi yang kritis dengan pukat UU ITE. Umat Islam sebagai mayoritas penduduk negeri ini merasa betul didzalimi dengan pernyataan yang belum terbukti. Akhirnya rakyat pun melakukan perlawanan massif, baik terkoordinir ataupun pribadi-pribadi. Perlawanan ini lebih didasari pada ketidakadilan yang dirasakan.
Perlu publik ketahui bahwa kontes pilpres dalam kerangka demokrasi tidak akan merubah sistem ketatanegaraan dan konstitusi. Pemilu dilaksanakan untuk mengganti pemimpin sebagai kepala negara. Adapun sistem dan konstitusi yang dipakai tetap sama.
Dalam konteks politik, petahana yang ingin periode kedua lebih banyak diunggulkan dengan membanggakan hasil kinerjanya. Petahana pun akan mati-matian dengan jurus bayangan dan tendangan untuk memukul lawan. Hal itu pun tidak akan mematikan pihak lawan. Sebab, oposisi akan memiliki seaberek bahan dari ketimpangan dan ketidaksuksesan petahana selama menjabat. Pukulan oposisi jauh lebih mematikan dibandingkan dengan polesan citra petahana.
Pihak oposisi tampaknya untuk memenangkan dukungan publik membutuhkan tenaga yang luar biasa. Mereka cenderung mendekati rakyat untuk meraih simpati dan tak banyak mengobral janji-janji. Tampilannya lebih kalem dan banyak memberikan solusi. Jauh dari ngegas yang berniat melibas.
Oleh karenanya, bola-bola api ke pihak oposisi sesungguhnya tidak terlalu mengkhawatirkan. Sebab isu yang dihembuskan tidak terlalu populis dan monoton. Adapun bola-bola api yang ditujukan ke petahana tidak hanya dari opisisi, tapi dari rakyatnya sendiri.
Hal inilah yang lebih mematikan dan menghancurkan mimpi meraih kursi kembali. Ditambah lagi kebijakan demi kebijakan yang kian sulit dinalar dan direalisasikan. Tampaknya uji kompetensi publik akan kian sengit mendekati pilpres nanti.[]