NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Respon Yaman terhadap agresi Israel, terutama dengan serangan rudal dan blokade Laut Merah semakin memanaskan situasi di Timur Tengah. Sejak lama, kelompok Ansarallah, telah memperlihatkan sikap kerasnya terhadap Israel dalam mendukung perjuangan Palestina secara terbuka. Namun, eskalasi terbaru yang melibatkan serangan rudal ke Israel dan strategi militer di Laut Merah mengisyaratkan bahwa konflik ini kini berada di babak baru yang lebih intens.
Pada 3 Oktober, militer Yaman meluncurkan serangan drone yang diberi nama Yaffa ke Tel Aviv, menghantam target vital di wilayah Israel. Ini bukan pertama kalinya rudal dan pesawat nirawak dari Yaman diarahkan ke Israel. Namun, serangan ini terjadi di tengah ketegangan yang sudah tinggi akibat perang di Gaza dan Lebanon yang sekaligus semakin menegaskan peran Yaman dalam memperluas front perlawanan terhadap Israel.
Blogger dan jurnalis Yaman, Abdul Salam al-Nahari, menyatakan bahwa kemampuan rudal Yaman menembus pertahanan Iron Dome Israel, jelas merupakan pencapaian luar biasa. Menurut Nahari, jarak yang jauh antara Yaman dan Israel serta kemampuan militer yang terbatas menjadikan serangan ini sebagai langkah signifikan. “Tangan Yaman telah mencapai Israel, dan apa yang terjadi selanjutnya hanyalah awal dari konfrontasi yang lebih besar,” katanya.
Israel sendiri telah mengidentifikasi sekitar 200 rudal dan pesawat nirawak yang diluncurkan dari Yaman sejak 7 Oktober. Dalam serangan itu, Yaman menggunakan rudal hipersonik yang berhasil menembus pertahanan Israel, menunjukkan bahwa kemampuan militer Sanaa terus berkembang di tengah segala keterbatasan yang dihadapinya.
Selain serangan rudal, Yaman juga mengambil langkah strategis dengan memblokade Laut Merah, sebuah jalur penting bagi navigasi dan perdagangan Israel. Langkah ini tidak hanya menunjukkan komitmen Yaman dalam mendukung Palestina, tetapi juga merupakan peringatan kepada Israel bahwa wilayah laut mereka kini dalam ancaman.
Blokade Laut Merah ini juga dimaksudkan untuk memotong jalur suplai militer dan ekonomi Israel, yang berpotensi memperparah dampak dari serangan rudal dan drone. Sebuah sumber militer Yaman mengungkapkan bahwa semua formasi militer di Yaman telah meningkatkan kesiapan mereka, menunjukkan bahwa blokade ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang yang dirancang untuk mengisolasi Israel secara militer dan ekonomi.
Sejak rudal pertama Yaman mencapai Israel, pemerintah Sanaa tampaknya telah mempersiapkan langkah berikutnya dengan sangat hati-hati. Blokade ini, menurut sumber yang sama, adalah fase awal dari rencana yang lebih besar untuk menutup Laut Merah bagi navigasi Israel sepenuhnya. Dalam pernyataannya, seorang pejabat militer senior Yaman mengatakan bahwa setiap pembunuhan terhadap para pemimpin perlawanan seperti Hassan Nasrallah dan Ismail Haniyeh hanya memperkuat tekad Yaman untuk terus melawan Israel.
Sikap keras Yaman terhadap Israel ini tidak hanya didukung oleh pihak militer, tetapi juga oleh rakyat Yaman. Sebuah program pelatihan sukarela yang dinamakan “Pasukan Mobilisasi Umum” telah dimulai di seluruh negeri, di mana warga sipil dilatih untuk siap menghadapi perang. Program ini, yang diinisiasi sejak tahun lalu, bertujuan untuk meningkatkan kesiapan dan kesadaran rakyat terhadap ancaman militer dari luar, khususnya dari Israel dan sekutunya.
Para peserta dalam program ini dilatih untuk berperang, baik dalam skala kecil maupun besar, menunjukkan bahwa Yaman telah mempersiapkan diri untuk menghadapi skenario terburuk dalam konflik yang semakin meluas di kawasan Timur Tengah. Hal ini memperkuat pandangan bahwa perlawanan Yaman terhadap Israel bukan hanya datang dari kekuatan militer resmi, tetapi juga dari dukungan rakyat yang semakin solid.
Sejauh ini, Israel telah merespons serangan Yaman dengan serangkaian serangan udara yang menargetkan infrastruktur vital di Yaman, terutama di wilayah Hodeidah yang menyebabkan kerugian materi yang mencapai lebih dari 20 juta dolar. Serangan ini diikuti oleh serangan lain yang menargetkan fasilitas penyimpanan bahan bakar dan pembangkit listrik di Ras Isa, menewaskan empat orang dan melukai 29 lainnya, menurut Kementerian Kesehatan Yaman di pemerintahan Sanaa.
Meskipun Israel menargetkan infrastruktur vital, banyak pengamat menilai bahwa serangan ini lebih ditujukan untuk melemahkan dukungan rakyat terhadap Ansarallah. Penulis dan pengamat politik Yaman, Amin al-Nahmi, menyebut bahwa serangan terhadap infrastruktur sipil, khususnya di Hodeidah, adalah upaya Israel untuk menciptakan ketidakpuasan di kalangan rakyat Yaman. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Serangan ini malah memperkuat solidaritas rakyat Yaman terhadap perjuangan militer mereka.
Babak Baru Konflik di Timur Tengah
Serangan militer Yaman terhadap Israel dan strategi blokade di Laut Merah mengindikasikan bahwa konflik ini telah memasuki babak baru. Dukungan Sanaa terhadap perjuangan Palestina kini diwujudkan dalam aksi-aksi militer yang nyata, baik melalui serangan rudal maupun strategi ekonomi.
Meskipun kekuatan militer Yaman terbatas, langkah-langkah ini menunjukkan bahwa mereka siap memainkan peran yang lebih besar dalam perlawanan terhadap Israel. Eskalasi ini juga mengirim pesan yang jelas kepada Israel dan sekutu-sekutunya, bahwa Yaman tidak akan mundur dalam perjuangannya, baik untuk mendukung Palestina maupun untuk mempertahankan kedaulatannya sendiri.
Di tengah-tengah krisis di Gaza dan perang di Lebanon, respons Yaman menjadi pengingat bahwa konflik di Timur Tengah tidak hanya akan terbatas pada beberapa negara, tetapi bisa meluas dan melibatkan aktor-aktor yang lebih banyak dari yang sebelumnya diperkirakan. Bagi Israel, serangan ini menjadi tantangan baru yang tidak bisa diabaikan, sementara bagi Yaman, ini adalah langkah lanjutan dalam perjuangan mereka untuk menegakkan keadilan bagi Palestina dan mengakhiri agresi di Gaza. (Agus Setiawan)