Berkah Sanksi Barat dan Momentum Kebangkitan Ekonomi Rusia

Berkah sanksi Barat dan momentum kebangkitan ekonomi Rusia
Berkah sanksi Barat dan momentum kebangkitan ekonomi Rusia/Foto: Presiden Rusia Vladimir Putin/Financial Times.

NUSANTARANEWS.CO – Meski dikenakan sanksi ekonomi sepihak oleh Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat, Presiden Rusia Vladimir Putin tetap berkomitmen memasok gas sesuai dengan volume dan harga yang ditentukan dalam kontrak yang telah ditandatangani sebelumnya. jauh berbeda dengan kelakuan AS dan Barat yang tidak bermoral ketika memusuhi sebuah negara yang tidak sejalan dengan kepentingan mereka. Lihat saja Kuba, Venezuela, Iran, Suriah, Yaman, Libya, Korea Utara, dan seterusnya. Bahkan mungkin Indonesia bila Presiden Suharto waktu itu tidak mundur.

Karena negara-negara Barat telah mempersulit Rusia untuk berdagang dalam dolar, euro, dan pound – maka tidak ada pilihan lain selain menggunakan rubel dalam perdagangan energi tersebut. Rusia sendiri telah mengumumkan perubahan kewajiban pembayaran tersebut pada 23 Maret terhadap 48 negara yang dinilai tidak bersahabat.

Konsekuensi logis dari kebijakan ekonomi Rusia ini, rekening Gazprom kemungkinan besar tidak akan dibekukan oleh Barat dalam waktu dekat. Di sisi lain, Rusia otomatis juga akan mendapatkan keuntungan dari pasar valuta asing karena meningkatnya permintaan atas rubel yang pada gilirannya mendukung sistem moneter Rusia. Cerdas! Mungkinkah perdagangan energi Indonesia menggunakan IDR?

Pertanyaan besarnya apakah Eropa akan membeli energinya dari tempat lain? Padahal pipa gas Jerman-Rusia Nord Stream II telah selesai dibangun sebagai jalur pasokan energi Eropa yang murah, stabil, dan efisien.

Pada tahun 2021, transaksi energi Rusia-Eropa dan negara-negara yang bermusuhan ini mencapai US$69 miliar dari Gazprom, perusahaan milik negara Rusia. Nah tahun ini, negara-negara yang tidak bersahabat tersebut harus menyiapkan sekitar 7 trilyun rubel.

Presiden AS Joe Biden kali ini tentu kesulitan menekan Eropa agar tidak menggunakan energi Rusia. Bukan hanya tidak realistis bagi Eropa tapi juga dapat melemahkan ekonomi Eropa – karena sumber energi alternatif tentu harganya akan selangit.

Menurut Goldman Sachs, larangan impor energi Rusia oleh Eropa dapat memicu resesi zona euro. Sementara Menteri Keuangan Inggris, Rishi Sunak menyampaikan bahwa pukulan tersebut juga akan menimpa Inggris mengingat hubungan ekonominya yang masih dekat dengan Eropa.

Bagi Rusia ini adalah momentum untuk memperluas kerjasama ekonominya dengan negara lain agar tidak terlalu bergantung kepada Barat. (Agus Setiawan)

Exit mobile version