Berita UtamaFeaturedInspirasiKhazanah

Beredar di Publik Tak Sesuai Asli, Syair Lagu Hubbul Wathon Disoal

NUSANTARANEWS.CO, Surabaya – Syair lagu Hubbul Wathon atau Ya Ahlal Wathon (cinta tanah air) yang selama ini dikenal oleh publik yang diciptakan oleh KH. Wahab Chasbullah ternyata tak sesuai aslinya. Keluarga besar salah satu pendiri NU tersebut merasa prihatin atas kejadian tersebut.

Kurator museum Nahdlatul Ulama (NU) sekaligus pemerhati NU Choirul Anam mengatakan syair lagu Hubbul Wathon ditulis Mbah Wahab Hasbullah pada tahun 1916. Hal itu berdasarkan hasil buku tulisan KH Abdul Chalim Kedung Cirebon (ayah KH Asep Saifudin Chalim pengasuh PP Amanatul Ummah) yang ditemukan di perpustakaan KH Umar Burhan Gresik sekitar tahun 1980.

“Naskah syair yang asli itu tidak ada kata-kata Indonesia Biladi. Sebab tahun 1916, Indonesia belum merdeka. Jadi itu ditambah-tambahi, ibarat hadist itu hadist dhoif (lemah) dan yang dilaunching ini yang asli (shohih),” ungkap pria yang akrab dipanggil cak Anam saat dikonfirmasi di Surabaya, Senin (22/8/2017).

Baca Juga:  Hasto Tuding Kapolda Jatim Suruh Bawahan Menangkan Prabowo-Gibran, Agusdono: Jangan Ngawur

Salah satu deklarator PKB ini mengatakan lagu Hubbul Wathon yang banyak beredar saat ini adalah gubahan karya Yahya Staqut (Katib Aam PBNU). “Katanya itu dari Nusron Wahid dan Nusron dapat dari KH Maimun Zubair Sarang Rembang,” jelasnya.

Dari sisi usia, Mbah Moen saat ini berusia sekitar 90 tahun, itu artinya dia lahir sekitar tahun 1927 atau setahun paska NU lahir. Menurut Gus Heru salah satu keluarga besar PP Bahrul Ulum Jombang, KH Maimun Zubair tak pernah mondok di Tambak Beras Jombang. “Usut punya usut, Mbah Moen katanya dapat syair itu dari KH Zubair,” jelasnya.

Ditegaskan Cak Anam, lagu Hubbul Wathon itu punya makna mendalam karena mengandung dorongan supaya Indonesia Merdeka. “Syair lagu itu tak punya dimensi waktu, makanya lagu tersebut kalau sekarang disyiarkan juga sangat relevan sebab Indonesia sekarang dijajah dengan liberalisme maupun kapitalisme,” katanya.

Pewarta: Tri Wahyudi
Editor: Ach. Sulaiman

Related Posts