Mancanegara

Berebut Cadangan Minyak Libya Yang Kaya

Berebut cadangan minyak Libya yang kaya. Foto Muammar Qaddafi pertemuan puncak Uni Afrika ke 12 di Addis Ababa 2 Februari 2009.
Berebut cadangan minyak Libya yang kaya. Foto Muammar Qaddafi pertemuan puncak Uni Afrika ke 12 di Addis Ababa 2 Februari 2009.

NUSANTARANEWS.CO – Berebut cadangan minyak Libya yang kaya. Hari ini, Libya telah menjadi negara gagal. Menjadi tanah tak bertuan yang dikuasai oleh para milisi bersenjata. Bahkan negara yang dulu adil makmur dan sejahtera itu kini telah menjelma menjadi tempat yang paling kondusif bagi ajang latihan militer Al Qaeda dan gerombolan teroris lainnya. Sungguh ironis.

Yang paling menyedihkan dari semua itu adalah lebih dari satu juta pengikut setia Qaddafi telah terusir dari tanah airnya menjadi pengungsi. Sementara ribuan lainnya masih ditahan tanpa diadili dalam kamp-kamp konsentrasi – disiksa dan dieksekusi karena setia kepada Qaddafi.

Pembunuhan pemimpin Libya Muammar Qaddafi oleh Koalisi NATO dan Al-Qaeda jelas merupakan tindakan kriminal yang tak bermoral. Sebuah aksi terorisme yang dilegalkan oleh PBB. Padahal PBB telah menetapkan Qaddafi sebagai tokoh yang akan menerima Penghargaan Hak Asasi Manusia.

Namun mesin narasi palsu telah bekerja dengan cepat dan massif menyebarkan kebohongan, memutar balikkan fakta yang sesungguhnya. Sehingga dalam waktu singkat, PBB langsung mengubah status Qaddafi dari seorang yang akan menerima Penghargaan HAM oleh PBB, menjadi seorang kriminal yang membunuh bangsanya sendiri – seperti halnya kriminalisasi terhadap Slobodan Milosevic di Yugoslavia.

Baca Juga:  Penghasut Perang Jerman Menuntut Senjata Nuklir

Berdasarkan fakta yang ada, tidak pernah ada pemberontakan massal di Benghazi atau di manapun di Libya. Bahkan selama invasi, jutaan rakyat Libya dengan tegas mendukung Qaddafi dengan melakukan demonstrasi terbesar dalam sejarah dunia abad 21 di Tripoli.

Apa kesalahan Qadaffi sehingga negara Barat dan PBB yang disponsori Amerika Serikat (AS) begitu cepat bergerak membunuhnya? Dalam sebuah dokumen Kementerian Luar Negeri AS, dilaporkan bahwa Gaddafi ingin merubah benua Afrika menjadi “USA” dengan memiliki kekuatan militer sendiri dan satu mata uang tunggal.

Bila gagasan Qaddafi ini berjalan, tentu Afrika akan menjadi kekuatan raksasa global yang akan merubah tatanan geopolitik maupun geoekonomi dunia abad 21.

Hari ini juga terlihat dengan jelas betapa kepentingan AS dan sekutunya lebih fokus menjarah cadangan minyak Libya dan mendorong perang sipil terus menerus tanpa henti di negara Afrika itu. Tentara bayaran, teroris dan senjata terus mengalir menciptakan perang tanpa akhir.

Baca Juga:  Dewan Kerja Sama Teluk Dukung Penuh Kedaulatan Maroko atas Sahara

Dua faksi besar yang bertikai telah terjebak dalam perebutan kekuasaan yang berdarah untuk menguasai negara: Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui PBB yang berbasis di Tripoli, dan Tentara Nasional Libya (LNA) yang bermarkas di Tobruk yang dipimpin oleh Jenderal Khalifa Haftar.

GNA mendapat dukungan Turki, Qatar, dan Itali, sementara LNA mendapat  dukungan Mesir, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Rusia, dan Prancis. AS sendiri tampaknya asyik menjarah cadangan minyak Libya di tengah desingan peluru dan bom.

Pembicaraan damai yang disponsori oleh PBB di Jenewa sejauh ini gagal menemukan solusi yang komprehensif. Kebuntuan ini semakin meningkatkan ketidakstabilan yang menambah panjang penderitaan rakyat Libya. Seluruh kekuatan asing tampaknya lebih tertarik melindungi cadangan minyak Libya dengan berperang daripada menyelamatkan rakyat Libya. (Agus Setiawan)

Related Posts

1 of 3,049