Artikel

Benarkah Permen LHK P. 39 Tahun 2017 Akan Picu Rakyat Babat Hutan Lindung?

NUSANTARANEWS.CO – Kebijakan perhutanan sosial di Pulau Jawa telah diperkuat dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.39/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 tentang Perhutanan Sosial di Wilayah Kerja Perum Perhutani. Permen LHK No.P.39 tahun 2017 ini merupakan penyempurnaan dari Permen LHK No.83 tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial, telah mengatur pola perhutanan sosial di wilayah kerja Perum Perhutani.

Salah satu kritik dan kecaman pihak penggugat dari kelompok pelaku usaha perhutanan di Pulau Jawa terkait isu pembabatan kayu di dalam hutan lindung. Intinya, mereka mengklaim, Permen ini memberi kesempatan kepada rakyat miskin pemegang ijin pemanfaatan hutan perhutanan sosial (IPHPS) akan membabat kayu di dalam hutan lindung. Betulkah klaim mereka ini?

Tentu saja tidak betul. Rakyat miskin dapat IPHPS justru berada di sekitar lahan hutan wilayah kerja Perum Perhutani yang telah terlantar lebih 5 tahun dan 15 tahun. Baik lahan hutan produksi mampu. Hutan lindung wilayah kerja Perum Perhutani, dapat ditemukan dalam kondisi sudah gundul atau kayu telah dibabat.

Para pengkritik dan mengecam Permen LHK P. 39 ini memberi kesan seakan rakyat miskin pemegang IPHPS itu bermental dan berprilaku “jahat”, membabat kayu secara ilegal di hutan lindung. Seakan rakyat miskin ini tidak takut penegakan hukum dan juga begitu serakah sehingga membabat kayu di hutan lindung tanpa ada usaha lain dan tanpa pengawasan dari Pemerintah. Perlu diketahui, IPHPS ini memberi kesempatan kepada rakyat miskin untuk melakukan beragam usaha.

Memang Permen P. 39 mengizinkan pemanfaatan hutan lindung, tetapi hutan lindung yang sudah terlantar dan gundul untuk ditanami kembali. Jadi, di lahan hutan lindung itu sudah tak ada pepohonan kayu karena dijarah oleh fihak tak bertanggungjawab sel aja ini.

Sementara Perum Perhutani tidak menanam pepohonan kayu malanan membiarkan begitu saja. Adalah mengada-ada pernyataan bahwa rakyat miskin pemegang IPHPS sesusi Permen LHK P.39 akan membabat kayu di hutan lindung. Faktanya, kayu saja sudah tak ada di lokasi tanah hutan lindung tersebut.

Pernyataan penerima IPHKS akan membabat kayu di hutan lindung juga mengesankan seakan-akan bentuk usaha penerima IPHKS semata urusan penanaman dan pemanfaatan kayu. Padahal beragam bentuk usaha IPHKS, termasuk pemanfaatan air, enerji air, pariwisata, dan lain-lain. Tidak hanya urusan perkayuan.

*Yaminudin, penulis adalah Peneliti Senior Community Development Network for South East Asian Studies (NSEAS).

Related Posts

1 of 4