HankamPolitikTerbaru

Belum Resmi Menjabat, Marsekal Hadi Sudah Diingatkan Jangan Cawe-cawe Politik

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pengamat Hukum Tata Negara Syamsuddin Radjab meminta Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Hadi Tjahjanto mengedepankan profesionalitas dan netralitas TNI jika dirinya resmi menggantikan Gatot Normantyo sebagai Panglima TNI.

“Marsekal Hadi Tjahjanto jangan cawe-cawe politik. Marsekal Hadi Tjahjanto merupakan perwira tinggi TNI AU yang memiliki visi jauh ke depan yang dapat membawa TNI menemukan khittahnya sebagai TNI yang profesional, mandiri dan modern,”ujar Syamsuddin, Selasa (5/12/2017).

Syamsuddin melihat jejak rekam Hadi Tjahjanto sejauh ini belum tercelah dan dengan prestasi yang baik. Keberuntungan terbaik Marsekal Hadi tidak dapat dilepaskan dari hubungannya dengan presiden Jokow Widodo (Jokowi) di masa lalu. Jokowi sebagai Walikota Solo dan Hadi sebagai Komandan Lanud Adi Soemarno di Solo selain reputasi dan prestasinya di lingkup TNI AU.

Menurutnya, kedekatan Jokowi dan Hadi itu tidak relevan dikaitkan secara politik saat ini karena seharusnya para pejabat publik itu harus saling kenal secara personal maupun hubungan antar kelembagaan agar pemerintahan berjalan baik dan lancar dengan koordinasi antar instansi.

Baca Juga:  Hut Ke 78, TNI AU Gelar Baksos dan Donor Darah

“Jadi jika saat ini, Presiden Jokowi memilih Mrsekal Hadi sebagai panglima TNI baru itu gabungan antara prestasi, dedikasi, relasi dan takdir,” tukas Syamsuddin.

“Ditambah dengan pertimbangan konsensus giliran jabatan panglima TNI diantara tiga matra; Darat, laut dan udara. Sebenarnya, Matra Udara yang dapat giliran di masa panglima Gatot sekarang, tetapi SBY lebih memilih Matra darat jadinya jatah Angkatan Udara terlewatkan, tetapi sekali lagi itu konsensus agar jabatan panglima tidak dimonopoli oleh Matra tertentu dan itu baik agar tidak menimbulkan kecemburuan dikalangan militer,” katanya.

Yang terpenting menurut Syamsuddin, panglima TNI kedepan memiliki tugas berat karena akan menghadapi tahun politik baik ditahun 2018 dengan Pilkada maupun Pilpres dan Pileg 2019. TNI harus benar-benar netral dari kepentingan politik kelompok, termasuk kepentingan presiden Jokowi yang akan kembali mencalonkan diri sebagai presiden periode kedua.

“Jangan seperti kesan Pilpres lalu, TNI dikesankan publik memblok ke pihak capres A dan kepolisisn di pihak B, ini tidak sehat dalam pembelajaran politik bagi masyarakat sebagai alat-alat koersif negara. Hal ini terjadi karena para petinggi TNI dan Polri ikut serta cawe-cawe politik dan sering memberi komentar politik,” pungkas Direktur Eksekutif Jenggala Center ini.

Baca Juga:  Marthin Billa Kembali Lolos Sebagai Anggota DPD RI di Pemilu 2024

Syamsuddin menambahkan bahwa tantangan Marsekal Hadi lainnya soal keberlanjutan reformasi internal TNI. Penataan secara adil penilaian jenjang dan karir, struktur teritotial yang terus bertambah, soal Internasionalisasi Papua Barat dan juga sangat penting penuntasan bisnis TNI yang mandeg bahkan terkesan dilupakan. Selain itu juga pemberantasan korupsi di instansi militer.

Disebutkan, kasus dugaan korupsi pembelian helicopter di TNI AU tentu tamparan bagi calon panglima TNI marsekal Hadi untuk segera dituntaskan apalagi melibatkan mantan KASAU akan makin pelik secara psiko-yuridis.

“Kita berharap besar di bawah kepemimpinan panglima TNI yang baru juga menegaskan bahwa TNI tidak berpolitik praktis dan tidak lagi menjadikan kepemilikan hak suara politik bagi kalangan anggota TNI menjadi isu dalam momen politik yang bertentangan dgn prinsip TNI sebagai alat pertahanan negara yang bebas dari kepentingan politik golongan dan kelompok,” tutup mantan ketua PBHI ini. (red)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 4