NUSANTARANEWS.CO – Mutu kehidupan suatu bangsa ditentukan oleh kebudayaannya. Bangsa Indonesia yang terdiri dengan beragam suku memliki kebudayaan khasnya masing-masing. Budaya gotong-royong, hampir dimiliki oleh semua suku di negara kepulauan bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Sejarah perjalanan bangsa ini juga didukung dengan semangat gotong royong yang tinggi pula.
Salah satu budaya gotong royong yang masih lestari di Indoneisa adalah Balale’ yang menunjukkan solidaritas warga masyarakat oetani di Sambas. Belale’ sudah berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu di Sambas. Sistem kerja gotong royong ini memiliki hak untuk dibantu dan berkewajiban untuk membantu.
Belale’ berasal dari bahasa Melayu Sambas yang berarti suatu kegiatan atau sistem kerja yang dilakukan secara bersama-sama dalam mengerjakan sesuatu.
Sebagai petani yang bekerja di sawah-ladang, petani Sambas tetap menggunakan sistem kerja gotong royong. Saling membantu satu sama lain merupakan spirit hidup mereka untuk menuai hasil yang baik serta mempererat persaudaraan dan solidaritas antar warga.
Budaya Belale’ atau gotong royong berlaku ketika musim tanam padi tiba. Kaum perempuan biasanya menjelang menggarap sawah, mengajak orang lain (kerabat atau tetangga) yang juga memiliki sawah atau ladang untuk bekerja sama dan saling bantu-membantu.
Mulai dari proses menanam tunas padi, membersihkan lahan, sampai ketika musim panen tiba. Jumlah orang yang diajak kerja sama tergantung kesepakatan bersama. Satu sama lain sudah sama-sama sanggup untuk saling bantu menggarap sawah mereka masing-masing secara bergiliran.
Begitulah sistem kerja dalam budaya Belale’ di Sambas, Kalimantan Barat. Dalam prinsipnya, budaya Belale’ hampis sama dengan tradisi arisan. Bedanya adalah bentuk kegiatannya saja. Akan tetapi, nilai-nilai gotong royong dan kebersamaan ikut tertanam dalam tradisi ini.
Adapun waktu pelaksanaan budaya Belale’, lumrahnya dilakukan pada siang hingga sore hari sesuai dengan jarak dari rumah ke sawah. Belale’ tetap dilakukan baik dalam cuaca cerah atau panas maupun hujan, kecuali jika cuaca sangat ekstrim seperti petir.
Para petani Sambas masih setia menjalankan budaya Belale’ ini. Dengan budaya tersebuat solidaritas dan keharmonisan bermasyarakat lebih terjamin. Ketika menjalankan pekerjaan di sawah, mereka tidak lupa untuk saling bahagia dengan cara bersenda gurau. Mereka benar-benar menikmati hidup di sawah sebagai petani dengan saling merawat kebersamaan.
Budaya Belale’ di Sambas mengandung pesan moral dan sosial bagi kita semua. Pesan tersebut tarkandung dalam tujuan Belale’ yaitu:
1) untuk menyelesaikan suatu pekerjaan lebih cepat, khususnya pekerjaan di sawah. Hal ini berkaitan dengan masalah waktu. Jadi, secara pragmatis, petani Sambas memiliki efisiensi waktu yang tinggi;
2) untuk membangun dan memperkokoh semangat gotong royong, sehingga tumbuh rasa kebersamaan antar sesama; dan
3) menciptakan ketentraman dan keharmonisan dalam hidup bermasyarakat. Dimana mereka sadar bahwa mereka merupakan mahluk sosial yang butuh bantuan dan pertolongan orang lain.
Sebagaimana disebutkan diawal, bahwa yang paling berperan dalam Belale’ adalah kaum perempuan. Artinya dalam Belale’ juga menunjukkan bahwa perempuan sangat penting dalam kehidupan masyarakat Sambas.
Belale’ dengan sendirinya memberikan ruang seluas-luasnya bagi para perempuan untuk sama-sama kerja dengan kaum laki-laki. Maka Belale’ senyatanya telah melepaskan tugas kaum perempuan yang terbatas hanya pada urusan rumah tangga.
Walaupun sampai sekarang Belale’ masih diterapkan oleh para petani sambas, budaya tersebut mulai mengalami pergeseran nilai akibat perubahan zaman yang melahirkan beragam alat teknologi untuk membajak sawah. (Sel)