KolomPolitik

Belajar Pada Pilgub DKI: Ahok-Jarot Bukan Karena Serangan SARA

NUSANTARANEWS.CO – The Looser dan media terompet memproduksi fantasi Anies-Sandi menang karena main SARA. Seperti orang kesurupan, mereka fitnah Anies-Sandi dagang ayat dan mayat. Giliran ditanya mana buktinya, mereka bingung. Mereka kaitkan Pilkada dengan Aksi Bela Islam. “Yang berjilid-jilid,” kata mereka.

Faktanya, Aksi Bela Islam ditriger kasus penodaan agama di Pulau Seribu. Pelakunya; Mr. Ahok. It has nothing to do with Pilkada. Amar putusan Majelis Hakim di kasus Ahok (terbukti melanggar Pasal 156A) memperkuat penyataan saya.

Seandainya BaDjrot yang menang, tentu saja tuduhan Politik SARA di Pilkada Jakarta ngga akan ada. Kompas tidak akan nulis “terbukti bahwa isu SARA diproduksi dan direproduksi secara terencana dan masif”. Gubrakkk…!!!

Selain menurunkan badai sembako, Timses BaDjrot paling sering main SARA. Mulai password “kafir”, penodaan Surah Al Maidah 51, politisasi umrohkan marbot, sampai bikin video rasis durasi pendek mendeskreditkan Umat Islam di Kerusuhan Mei 98. Bahkan bangun masjid di Daan Mogot dijadikan bahan dagangan kampanye.

Baca Juga:  Sejahterakan Petani, Cawagub Lukman Janjikan Subsidi Pupuk dan Penguatan Bumdes

Tanggal 1-9 Oktober 2016, Saiful Mujani Research Center (SMRC) melakukan survei. Hasilnya Ahok-Djarot didukung oleh 95,7 pemilih beragama Kristen dan Katolik.

Di Pilpres tahun 2012, Barrack Obama didukung oleh 93% black America. Ngga ada yang bilang komunitas Afro Amerika sebagai golongan rasis. Padahal dukungan mereka terhadap Obama lebih disebabkan warna kulit.

Sedangkan komposisi penduduk muslim di Jakarta sekitar 85%. Badjrot sukses mengumpulkan angka 42,04% suara. Tetap kalah dua digit.

Merujuk pada data SMRC, artinya ada 27% muslim coblos Ahok-Jarot.

Oh ya, pas putaran kedua, tiba-tiba aja ada Warteg Haji Jarot. Padahal sebelumnya, Wagub Jarot ngga pernah tonjolkan dirinya “haji”.

Memasuki putaran kedua itu pula, ada letupan gerakan “Jangan Sholatin mayat Ahoker” di beberapa titik.

Anies-Sandi melawan spontanitas seruan itu. Mereka nyatakan akan menyolatkan mayat Ahoker. Gerakan ini langsung lenyap.

Sumber muasal gerakan spontan itu adalah rasa kesal para suami. Oknum Timses Badjrot ada yang menakut-nakuti para istri di putaran pertama pilkada. Mereka bilang KJP bakal hilang bila Ahok-Jarot kalah. Diterangin baik-baik, para ibu tetep ngeyel. Saking takutnya. Padahal KJP adalah program pemda. Bukan pake duit Ahok-Jarot. Ngga mungkin hilang sekali pun ganti gubernur.

Baca Juga:  Kunjungi Dua MPS di Ngawi, Cagub Khofifah Banjir Dukungan Dari Pekerja

Jadi, para suami marah. Mereka ancam balik. Ancamannya: tolak menyolatkan mayat Ahoker. Ancaman dibalas ancaman.

“Gertakan” tolak sholatkan mayat Ahoker benar-benar berhenti setelah Tim Relawan ASA kampanye KJP Plus. Itu bisa bikin hati emak-emak damai.

Dari berbagai kasus di atas, justru Badjrot adalah pihak yang memainkan kartu SARA.

Ahok-Jarot kalah di pilkada bukan karena serangan Politik SARA. Mereka kalah karena salah kalkulasi, keliru stratak dan blunder di metodologi kampanye.

Penulis: Zeng Wei Jian

Related Posts

1 of 4