NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kehadiran Wanita TNI (Wan TNI) Satgas Military Police Unit (MPU) Konga XXV-K/UNIFIL, bangun kebersamaan dan kegembiraan warga lokal Lebanon di daerah Deir Mimmas Lebanon Selatan. Tersebut disampaikan Komandan Satgas (Dansatgas) MPU Konga XXV-K/UNIFIL, Letkol CPM Sony Yusdarmoko, S.H.,M.Si. (Han) dalam rilis tertulisnya, Lebanon, Sabtu (22/12/2018).
Sebagai satuan jajaran dari Sektor Timur UNIFIL, Sector East Military Police Unit (SEMPU) tidak hanya terkait kegiatan operasional namun juga kegiatan sosial, baik yang bersifat inisiatif sendiri maupun dari komando atas.
Terkait kegiatan sosial tersebut, dijelaskannya, bahwa peran wanita TNI dalam tugas ini cukup signifikan, baik dalam rangka membangun interaksi dan komunikasi antara Satgas dengan masyarakat, juga sebagai bentuk trauma healing ditengah situasi konflik.
“Female Assesment/Analysis and Support Team (FAST), merupakan program CIMIC (Civil Military Coordination) yang lebih mengedepankan peran wanita. Para pesertanya berjumlah 15 orang dan dua orang diantaranya dari kita,”jelas Sony
Selain Indonesia, kontingen lainnya yang terlibat dalam program tersebut adalah Nepal,Spanyol, El Salvador, dan Serbia. Adapun dua orang anggota Wan TNI dalam FAST yaitu Sertu (K) Nidya Metriya dan Sertu (K) Dhita S. Naibaho.
“Mulai 20 s.d 21 Desember,mereka mengikuti training course on agricultural production manifacturing. Ini merupakan kegiatan gabungan women peacekeepers dengan warga lokal Lebanon di daerah Deir Mimmas Lebanon Selatan,” ujarnya.
Lebih lanjut, lulusan Seskoad tahun 2014 ini mengutarakan bahwa dalam program tersebut para women peacekeepers berinteraksi langsung dengan ibu – ibu warga Lebanon, diantaranya kegiatan belajar membuat kue dan cara membuat ekstrak dari daun rosemary.
“Kedatangan para womenpeacekeepers ini disambut hangat dan antusias oleh warga (Ibu-ibu). Apalagi pada hari kedua, terasa istimewa, karena dihadiri langsung oleh Komandan Sektor Timur UNIFIL, Brigjen D. Antonio Romero Losada. Saat itu, beliau sekaligus menutup kegiatan pelatihan,”katanya.
“Keceriaan dan kebersamaan para womenpeacekeepers dan ibu-ibu warga lokal tersebut terlihat saat mereka bersama-sama mendengarkan musik dan menari bersama,” sambungnya.
Kehadiran para womenpeacekeepers tersebut, menurut lulusan Akademi Militer (Akmil) tahun 2000 ini, tidak hanya terkait tukar menukar pengalaman namun juga sebagai sesama perempuan dapat menjadi bagian trauma healing bagi warga lokal.
“Tergambar dari raut mukanya, mereka bergembira dan dapat melupakan sejenak konflik yang tengah dialaminya. Ini menunjukkan tentang betapa pentingnya kehadiran womenpeacekeepers dalam kegiatan operasi pemeliharaan perdamaian dunia,” pungkasnya.
Editor: Alya Karen