NUSANTARANEWS.CO – Tersangka kasus dugaan suap hakim konstitusi Patrialis Akbar yakni Basuki Hariman menyebut uang sejumlah Sin$ 11.300 atau setara dengan Rp 106 juta (Kurs Rp9.399/Dollar Singapura) yang disita oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kediamannya saat penggeledahan bukanlah uang untuk menyuap. Direktur PT Impexindo Pratama itu mengatakan uang itu merupakan uang kas milik perusahaan.
“Uang kas itu,” ujar Basuki di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (1/2/2017).
Sebelumnya, KPK telah mengamankan uang sebesar Sin$ 11.300 dalam brankas. Uang tersebut didapatkan setelah KPK melakukan penggeledahan dalam pengusutan kasus dugaan suap kepada Hakim MK, Patrialis Akbar.
Selain uang, KPK juga turut mengamankan 28 cap atau stempel bertuliskan nama kementerian atau direktorat jenderal di Indonesia dan organisasi internasional dari beberapa negara yang terkait dengan importasi daging di dunia seperti Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Perdagangan (Kemendag), label halal yang tertulis dari negara pengekspor daging seperti Austalian Halal Food services, Islamic coordinating council of Victoria, Queensland, Kanada, dan Tiongkok. Diduga, stempel ini dipergunakan untuk memudahkan proses masuknya daging impor ke Indonesia.
Namun, hingga kini, lembaga antirasuah belum mau memberitahukan peruntukan uang dan puluhan stempel tersebut. KPK berdalih, pihaknya masih mendalaminya.
Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menguak kasus suap yang dilakukan Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar. Suap itu berkaitan dengan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang diajukan oleh sejumlah pihak.
Dibalik pengajuan uji materi itu, rupanya ada seorang pengusaha importir daging bernama Basuki Hariman yang berupaya mempengaruhi MK dalam memutus perkara tersebut. Pemberian suap itu dimaksudkan agar putusan lebih menguntungkan perusahaan miliknya. (Restu)