Resensi

Bagaimana Cara Mendidik Anak di Era Milenial?

Sejak dahulu, manusia telah belajar tentang kekuatan supernatural, ditandai dengan munculnya artefak-artefak yang menunjukkan pemujaan pada kekuatan maha dahsyat di luar kekuatan manusia pada umumnya. Sejarah agama mencatat tak ada satu pun kaum yang hidup, tanpa memuja Zat Ilahiyah. Sebab, secara alamiah manusia pasti akan membutuhkan Penciptanya.

Betapa banyak kisah aktor dan aktris yang memuja materalisme, hedonisme, dan sekuler yang memuja materialisme, hedonisme, dan sekuler yang pada akhirnya menemukan jalan kembali pulang, menuju Islam. Jauh di lubuk hati, manusia berharap ada kekuatan di luar dirinya yang dapat membantu mengatasi masa-masa sulit. Sebagai orang tua, tentu kita ingin mengambil peran dalam proses belajar. Benar, anak-anak mungkin akan menemukan jalnnya sendiri.

Sekolah, sejatinya merupakan tempat menimba ilmu demi menambah kepintaran dalam segala bidang. Sayangnya, terlalu padatnya kegiatan akademis yang memaksa guru-guru juga hatus mengejar target pembelajaran menyebabkan siswa terkadang tak dapat menikmati masa-masa bersekolah. Pekerjaan rumah (PR) dan ujian adalah hal yang paling ditakuti. Padahal PR selayaknya hanyalah kegiatan periodik yang harus berjalan. Adakala orang tua terpacu mengikuti tuntutan sekolah. Demi mengejar satu sekolah bergengsi, tuntutan terhadap anak harus ditetapkan, tak peduli sekolah tersebut tak disukai anak karena gaya pembelajaran yang tak sesuai.

Judul Buku: Mendidik Anak dengan Cinta
Penulis: Sinta Yudisia
Penerbit: Gema Insani
Cetakan: II, Oktober 2017
Tebal: xiv + 238 halaman

Pada era milenium, kecerdasan dan kekayaan ternyata bukan satu-satunya yang dibutuhkan untuk membentuk manusia unggulan serta membangun fasilitas serba canggih yang bertujuan membuat hidup sejahtera. Manusia membutuhkan lebih daripada sekadar materi. Manusia pun ingin beinteraksi dengan indivindu lain, bukan hanya dalam tataran materi belaka.

Memberitahu dan mengajarkan konsep hukum, aturan, dan kebiasaan kepada anak-anak membuat mereka belajar bertanggung jawab ketika mereka berada sendirian di tengah orang-orang yang tidak mau tahu apakah anak kita sudah dewasa atau belum, apakah anak kita bermasalah atau tidak, apakah anak kita trouble maker atau bukan. Indonesia punya konsep cukup bagus ketika secara kultur orang akan belajar tata aturan sejak dini.

Kebebiasaan silaturahim saat lebaran, bersalaman, dan mencium tangan orang yang lebih tua adalah aturan yang mendidik anak-anak agar mereka memahami rambu-rambu di tengah masyarakat. Begitu juga, dengan membiasakan anak dengan hukum agama, insya Allah, tahap pertama dari pengajaran moral sudah dapat kita terapkan. Terlebih lagi pada bulan Ramadhan, anak-anak belajar banyak hal sekaligus, mulai dari hukum, aturan, displin hingga kebiasaan.

Seorang anak akan merasa nyaman dan bahagia apabila orang tua mereka menunjukkan kasih dan perhatian pada saat anak memang membutuhkan hal itu. Kepedulian orang tua dalam hal sekecil apapn bisa membantu orang tua dalam mendidik anak.

Buku ini menuliskan tentang bagaimana anak didik membangun fondasi kebaikan demi mencapai karakter anak yang menaiki level perkembangan sesuai ajaran nabi dan para pakar telah meramu parenting kita.

Selain menyampaikan peran mendidik anak juga disajikan kisah, ungkapan, dan curhat menarik yang sangat dilewatkan oleh pembaca. Sebagai orang tua perlu mengawasi dan mendidik anak sampai tingkat dewasa di masa depan.

Peresensi: M Ivan Aulia Rokhman, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Dr Soetomo Surabaya

Related Posts