Mancanegara

ASEAN dalam Bayang-bayang Pengaruh Komunis Cina

NUSANTARANEWS.CO, Manila – Para menteri luar negeri Asia Tenggara dilaporkan gagal mengumumkan hasil akhir dari pertemuan tingkat tinggi pada Sabtu (5/8). Diperkirakan para Menlu tersebut belum mendapatkan konsesus terkait perselisihan dan konflik di Laut Cina Selatan.
Seperti diketahui, Laut China Selatan telah lama menjadi isu yang paling disorot oleh negara-negara ASEAN. Kesepuluh anggota ASEAN dilaporkan berbeda pendapat tentang bagaimana cara menghadapi sikap ambisius Tiongkok yang hendak menguasai secara penuh Laut Cina Selatan, di mana negara komunis itu sangat gencar membangun pulau buatan dan mengirimkan militernya ke laut yang disengketakan tersebut. Bahkan, pulau-pulau buatan Cina dijaga dengan ketat oleh militernya seperti di pulau Woody di Paracels.
Sebagai informasi, pulau Woody di Paracels diperebutkan Cina, Vietnam dan Taiwan. Tetapi, Cina mengklaim pulau Woody miliknya karena telah berdiri kota Sansha di tempat itu.
Baca: China Tempatkan Militer di Pulau Sengketa
Juru bicara kementerian luar negeri Filipina, Robespierre Bolivar tidak memberikan alasan mengapa pengumuman hasil KTT Menlu negara-negara ASEAN itu ditunda.
Ditundanya komunike itu karena faktor perbedaan pendapat terkait dengan konflik Laut Cina Selatan. Sebab, salah satu masalah ASEAN adalah soal Cina yang mulai memperkuat pengaruhnya di sejumlah negara Asia Tenggara.
Patut diingat, Asia Tenggara adalah sebuah kawasan yang boleh dibilang paling beragam di dunia. Dihuni sekitar 640 juta jiwa; 240 juta muslim, 150 juta Budha, 120 juta Kristen, serta jutaan umat Hindu, Konghucu dan Komunis. Selain itu, patut diingat pula bahwa sejarawan Inggris C.A Fisher pernah menggambarkan Asia Tenggara rawan konflik. Apalagi pengaruh komunis mulai menampilkan diri sehingga lima negara non-komunis seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand diperkirakan akan jatuh dalam efek domino komunisme. Meski konflik tidak terbukti, tetapi bayang-bayang pengaruh komunis Cina tak bisa dipandang sebelah mata. Selanjutnya, persaingan geopolitik Cina dan AS di Laut Cina Selatan tentu menjadi tantangan sekaligus ancaman tersendiri bagi kesatuan ASEAN.
Kondisi inilah yang diprediksi membuat Menlu negara-negara ASEAN menunda komunike bersama hasil pertemuan di Manila. Belum ada konsesus bersama apakah ASEAN akan memperkuat hubungan dengan Cina atau memprioritaskan hubungan dengan AS.
Baca: Selamat Ulang Tahun ASEAN Ke-50
Dilaporkan Reuters, penundaan pengumuman hasil pertemuan karena Vietnam belum menyetujui sebuah kesepakatan yang tidak menyebutkan kepentingannya untuk menghindari dan menolak kegiatan reklamasi dan militerisasi Cina di Laut Cina Selatan.
“Hanya Vietnam yang mengundurkan diri. Mungkin esok semuanya akan diumumkan hasilnya,” kata seorang diplomat yang terlibat dalam proses perancangan teks kesepakatan para Menlu.
Sekadar catatan, dulu musuh komunis yang dihadapi ASEAN adalah Vietnam, Kamboja, dan Laos yang kini telah menjadi anggota. Termasuk bergabungnya Myanmar yang mengakhiri puluhan tahun isolasi, yang mengundang reaksi kecaman dari blok Barat. Namun, ASEAN berhasil meletakkan dasar bagi transisi demokratis di Myanmar tanpa kekerasan.
Memasuki usia setengah abad pada bulan Agustus ini, ASEAN telah mengalami kemajuan yang luar biasa dalam menjaga stabilitas kedamaian dan kemakmuran yang tidak terbayangkan sebelumnya. Keberhasilan ASEAN hari tidak dapat dipungkiri adalah berkat kepemimpinan yang kuat Presiden Suharto yang mampu menggandeng Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad, Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew, Presiden Filipina Ferdinand Marcos dan Raja Thailand Bhumibol Adulyadej, untuk membendung pengaruh komunisme di kawasan Asia Tenggara di tengah berkecamuknya perang dingin (cold war) antara AS dan Uni Soviet. (ed)
Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 14