NUSANTARANEWS.CO, Kabul – Sejak pasukan Amerika Serikat (AS) terakhir kabur dari Afghanistan meninggalkan Pangkalan Udara Bagram yang menjadi Benteng sekaligus Markas Besar pasukan AS-NATO dalam melancarkan Perang Afghanistan selama ini – divisi-divisi pasukan Taliban dilaporkan telah dengan cepat bergerak merebut sebagian besar wilayah Afghanistan.
Posisi Taliban hari ini di Afghanistan boleh dikatakan mendekati situasi dua dekade lalu sebelum terjadi serangan teroris 11 September (9/11) di Washington.
Taliban melakukan pendekatan taktis baru dengan melakukan seruan langsung kepada tentara Tentara Nasional Afghanistan (ANA) untuk menyerah. Seruan ini ternyata efektif, ribuan tentara menyerah dan bergabung dengan Taliban tanpa satu pun tembakan peluru dilepaskan. Sedangkan ribuan tentara lainnya yang menolak menyerah melarikan diri ke negara-negara tetangga seperti Tajikistan.
Taliban juga dengan cepat merebut pangkalan militer di Vardak barat, sekaligus membuka jalan menuju Maidan Shar yang merupakan Ibukota Provinsi. Jika Taliban menguasai Vardak, maka mereka tinggal selangkah lagi menyerang Kabul.
Demikian pula dengan keberhasilan merebut distrik Panjwaj, Taliban telah berdiri di pintu gerbang Kandahar – kota yang didirikan oleh
Melalui beberapa pertempuran singkat dan negosiasi, sebagianb esar provinsi Badakhshan – mayoritas Tajik, bukan Pashtun – akhirnya jatuh dalam waktu 4 hari. Taliban bahkan merebut pos terdepan di puncak bukit yang sangat dekat dengan Faizabad, ibukota Badakhshan.
Taliban juga dilaporkan bergerak di Hairaton, di provinsi Balkh – wilayah di perbatasan Afghanistan-Uzbekistan di mana terdapat Jembatan yang bersejarah – tempat Tentara Merah meninggalkan Afghanistan pada tahun 1989.
Di wilayah lain, Taliban telah maju ke batas kota Islam Qilla, yang berbatasan dengan Iran, di provinsi Herat yang merupakan pos pemeriksaan utama di koridor Mashhad ke Herat yang sibuk.
Di wilayah pegunungan perbatasan Tajik-Afghanistan, Taliban secara resmi menyatakan bahwa perbatasan itu aman dan mereka tidak berniat menyerang wilayah Tajik. Meski begitu, Kremlin tetap saja mengerahkan dua resiman pembom tempur Su-34M dan MIG-31BM ke pangkalan militernya di Tajikistan.
Sebagai catatan, Uni Soviet tidak pernah menginvasi Afghanistan pada tahun 1979. Sama halnya dengan kehadiran Rusia di Suriah hari ini, Soviet sebetulnya diundang secara resmi oleh pemerintah Afghanistan yang diakui oleh PBB untuk membantu membangun infrastruktur, jalan, listrik, perawatan medis, telekomunikasi, dan pendidikan.
Sehingga tidak mengherankan ketika pasukan Soviet meninggalkan Afghanistan pada tahun 1989 berjalan dengan tertib dan terkoordinasi secara profesional. Moskwa meninggalkan Afghanistan dengan pemerintahan yang berfungsi, militer yang lebih baik, termasuk penasehat dan ekonomi yang menjamin kelangsungan hidup pemerintah – tidak kabur malam-malam meninggalkan kunci dengan situasi yang hampir tidak terkendali.
Republik Demokratik Afghanistan (DRA) berhasil bertahan meskipun Uni Soviet runtuh pada tahun 1991. Baru kemudian, dengan hilangnya dukungan Soviet dan meningkatnya gerakan Mujahidin dukungan AS – pemerintahan Kabul akhirnya runtuh pada April 1992. (Agus Setiawan)