Ekonomi

Aroma Rezim Neolib Presiden Jokowi Menguat

NUSANTARANEWS.CO – Selama memimpin Indonesia 3 tahun lebih, aroma rezim neolib tampak terasa di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Beberapa kebijakan yang dikeluarkan seperti swastanisasi diberbagai sektor mengindikasikan rezim neolib semakin menguat saat ini.

Seorang Kompasioner, Iyal Seprianto dalam ulasannya menyebut Indonesia di era Pemerintahan Jokowi-JK semakin liberal, fakta yang tidak perlu dibantah. Tidak ada satupun kebijakan yang lahir kecuali untuk menyenangkan pihak-pihak asing.

Penghapusan subsidi BBM jenis premium, menaikan tarif dasar listrik, menaikan harga gas elpiji, menaikan tarif jalan tol, pajak dan sebagainya, hingga amburadulnya harga bahan pokok masyarakat. “Semua itu menunjukkan bahwa rezim sekarang adalah rezim neolib tulen, antek negara imperialis!” tulis Seprianto.

Tak bisa dipungkiri, sederet kebijakan seperti privatisasi Bandara, Dermaga atau Pelabuhan, Jalan Tol dan penjualan aset-aset BUMN lainnya merupakan cerminan nyata rezim neoliberalisme yang dipraktekkan Jokowi.

November 2017 lalu, Mantan Menteri Keuangan RI, Rizal Ramli membeberkan daftar aset infrastruktur tol yang dilepas ke swasta. Sederet infrastruktur jalan tol itu antara lain; Jalan Tol Kanci-Pejaga, Pejagan-Pemalang, Pemalang-Batang, Batang-Semarang, Solo-Ngawi, Ngawi Kertosono, Pasuruan-Probolinggo, Tol Bekasi-Cawang Kampung Melayu, dan Tol Bali Mandara.

Baca Juga:  Peduli Sesama, Mahasiswa Insuri Ponorogo Bagikan Beras Untuk Warga Desa Ronosentanan

Sementara untuk infrastruktur pelabuhan, meliputi; Pelabuhan Manokwari, Pelabuhan Bitung, Pelabuhan Ternate, Pelabuhan Pantoloan, Pelabuhan Pare-Pare, Pelabuhan Kendari, Pelabuhan Biak, Pelabuhan Fakfak, Pelabuhan Sorong dan Pelabuhan Merauke.

Hal ini menyusul intruksi Presiden Jokowi yang sebelumnya telah memerintahkan kepada BUMN untuk menjual proyek infrastrutktur yang sudah rampung dibangun kepada swasta. “Saya sudah perintahkan kepada BUMN, kalau sudah membangun jalan tol, sudah jadi, segera dijual,” ujar Jokowi, 26 April 2017, dilansir dari Kompas.com.

Indikasi lain, menguatnya rezim neolib di bawah Jokowi terlihat dari keterbukaan dan ketergantungan pemerintah terhadap kapital asing, khususnya China. Untuk kasus ini modal asing tidak lagi dibatasi — bisa 100%. Tidak ada lagi perlakuan berbeda antara modal asing dan domestik. Sebaliknya, China memperoleh perlakuan istimewa, dengan membiarkan ribuan buruh mereka bekerja di Indonesia.

Sementara itu, ketergantungan negara pada utang luar negeri tak terbendung. Desember 2017 lalu, utang pemerintah hampir tembus di angka 4 ribu triliun rupiah.

Baca Juga:  Hotipah Keluarga Miskin Desa Guluk-guluk Tak Pernah Mendapatkan Bantuan dari Pemerintah

Aktivis Rumah Amanah Rakyat, Ferdinand Hutahean (12/10/2017) melihat ada proyek besar kebijakan pemerintah Jokowi dengan menjadikan asing sebagai pelaku dan penopang utama kewajiban negara dan membangun infrastruktur untuk kepentingan rakyat. Dengan bahasa terangnya kata Ferdinand, dijual kepada swasta melalui kebijakan Limited Concession Scheme (LCS).

Pada 29 November 2017 lalu pemerintah juga telah resmi menghapus status persero ketiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang antara lain PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (Antam), PT Bukit Asam (Persero) Tbk dan PT Timah (Persero) Tbk.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio (14/11/2017) mengungkapkan, perubahan status tiga BUMN dari Persero menjadi Non-Persero merupakan upaya swastanisasi pemerintah terhadap perusahaan milik Negara. “Apa ini upaya oknum negara bisa bebas jual saham tanpa izin DPR? Saya sudah berupaya mencegahnya dengan mengajukan judicial review ke MA bersama Pak Mahfud MD, tapi kalah,” kata Agus. (*)

Pewarta: G Wibisono
Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 9