Ekonomi

Arief Poyuono: Tenaga Kerja Asing Bisa Menghambat Pertumbuhan Ekonomi

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Presiden Joko Widodo dinilai harus mengerti betul tentang tenaga kerja dan modal atau investasi. Sebagai pemimpin yang digembar-gemborkan pro rakyat, Joko Widodo mesti memahami perihal tersebut agar tak gegabah dalam membuat suatu kebijakan, terutama menyangkut soal tenaga kerja atau buruh.

Hal itu disampaikan Ketua Umum FSP BUMN Bersatu dan Waketum DPP Gerindra, Arief Poyuono, Jakarta, Senin (23/4/2018).

Arief mengatakan, tenaga kerja Indonesia ada dan tidak terikat pada modal atau investasi. Modal merupakan hasil dari tenaga kerja, dan tidak akan pernah ada apabila tenaga kerja tidak ada. Buruh Indonesia lebih penting daripada modal asing dan harus mendapatkan perhatian yang lebih besar.

“Kata-kata ini harusnya dimengerti oleh Joko Widodo sebagai pemimpin yang katanya pro rakyat, jangan hanya karena butuh modal untuk investasi dengan cara ngutang ke Luar Negeri sampai sampai mengikuti kemauan para kreditur dan investor asing yang menanamkan modalnya berikut pengunaan tenaga kerja dan produk-produknya untuk diinvestasikan dalam berbagai sektor investasi pembangunan infrastruktur,” kata Arief.

Baca Juga:  Ramadan, Pemerintah Harus Jamin Ketersediaan Bahan Pokok di Jawa Timur

Baca juga: BPS Dinilai Salah Fatal dalam Mengukur Kemiskinan

Perlu dicatat, kata dia, seperti dalam proyek pembangkit 35 Megawatt banyak digunakan tenaga kerja asing yang cuma duduk petantang-petenteng di kantor PLN dengan gaji besar, padahal para TKA yang dikerjakan di sejumlah proyek 35 Megawatt itu bisa dikerjakan oleh banyak putra putri Indonesia dari lulusan Univeritas di Indonesia.

Presiden Joko Widodo menyebut isi Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan TKA itu untuk mendukung perekonomian nasional dan perluasan kesempatan kerja melalui peningkatan investasi sehingga perlu pengaturan perizinan penggunaan tenaga kerja asing agar tidak dipersulit dan berbelit-belit.

“Nah kalau untuk mendukung perekonomian nasional, perekonomian nasional negara Indonesia apa negara asing yang didukung kalau (ternyata) malah makin gampang TKA bekerja,” ucapnya.

Arief juga mengkritik pertimbangan untuk memperluas lapangan kerja. “Terus pertimbangannya untuk memperluas lapangan kerja, lapangan kerja untuk TKI apa TKA kalau investasi yang dibiayai dengan cara ngutang keluar negeri disyaratkan untuk memperkerjakan tenaga kerjanya negara pemberi hutang,” katanya.

Baca Juga:  Peduli Sesama, Mahasiswa Insuri Ponorogo Bagikan Beras Untuk Warga Desa Ronosentanan

Sekadar catatan, data Badan pusat Statistik (BPS) mencatat sampai akhir 2017, telah terjadi kenaikan angka pengangguran di tanah air sebanyak 10.000 orang. Jumlah pengangguran di Indonesia kini tercatat sebanyak 7,04 juta orang di tahun 2017, naik satu angka jika dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 7,03 juta orang.

Pada September 2017, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut jumlah penduduk Indonesia yang tergolong hidup miskin mencapai 26,58 juta orang atau 10,12 persen. Angka tersebut berkurang jika dibandingkan Maret 2017 yang mencapai angka 27,77 juta orang atau 10,64 persen.

“Ingat loh banyak dampak negatif pereknomian nasional dari pengunaan TKA bagi negara-negara berkembang yang pasti salah satunya angkatan kerja baru tidak banyak terserap dengan maraknya TKA masuk,” papar Waketum DPP Gerindra ini.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) sampai akhir 2017 menyebutkan, sebanyak 128,06 juta penduduk Indonesia adalah angkatan kerja. Sementara penduduk yang bekerja sebanyak 121,02 juta orang. BPS mendefinisikan penduduk yang termasuk angkatan kerja (labour force) adalah penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran.

Baca Juga:  Pemerintah Desa Pragaan Daya Salurkan BLT DD Tahap Pertama untuk Tanggulangi Kemiskinan

Arief menambahkan, TKA memanfaatkan fasilitas publik di suatu negara tanpa mereka harus membayar pajak untuk merawat dan membangun fasilitas publik. Perlu diketahui, kata dia, bahwa setiap kenaikan 1% jumlah pekerja yang disebabkan oleh masuknya TKA hanya menaikkan investasi dalam jumlah yang sama. Sementara kenaikan 1% TKL (Tenaga Kerja Lokal) menaikkan pembentukan modal dalam jumlah yang lebih besar dari pembentukan modal yang disebabkan oleh adanya TKA tersebut yakni sebesar 8%.

“Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh TKA terhadap pembentukan modal adalah sangat kecil dan dapat menghambat pembentukan modal secara keseluruhan. Oleh sebab itu, TKA bisa menghambat pertumbuhan ekonomi, peluang pekerjaan, dan kenaikan tingkat upah yang diterima TKL,” bebernya. (red)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,081