EkonomiHukumPolitik

Apa Kabar Skandal ‘Papa Minta Saham’ dan ‘Panama Papers’?

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Dalam sebuah keteranganya, Sabtu (4/11/2017), Presiden Geprindo Bastian P Simanjuntak menyinggung kembali mengenai kasus ‘Papa Minta Saham’ dan ‘Panama Papers’. Apa kabar kedua skandal besar tersebut?

Sebagaimana diketahui ‘Papa Minta Saham’ sempat ramai diberitakan oleh media massa di Indonesia. Sidang Makamah Kehormatan Dewan disiarkan secara live oleh televisi nasional.

Tidak tanggung-tanggung ketika rekaman percakapan antara Setya Novanto, Reza Chalid, dengan Direktur Utama Freeport Maroef Syamsudin di putar secara langsung, sederet nama-nama besar di singgung.

Diantaranya ada Luhut Binsar Panjaitan disebutkan 66 kali, Presiden RI, Wakil Presiden terkait bagi-bagi saham.  Setya Novanto dan Riza Chalid yang diduga sebagai tim lobi yang diutus untuk bertemu dengan Dirut Freeport dalam percakapan di rekaman meminta saham kepemilikan freeport dan saham di perusahaan pembangkit listrik yang nantinya akan menunjang operasional Freeport.

Namun anehnya skandal besar yang pernah terkuak itu menguap begitu saja ketika Mahkamah Agung mengatakan bahwa rekaman yang diperoleh secara ilegal tidak bisa dijadikan alat bukti di pengadilan.

“Ya memang benar, namun menurut saya toh rekaman itu bisa digunakan sebagai bukti awal permulaan untuk pengusutan lebih lanjut,” ungkap Mahkamah Agung.

Kaburnya Riza Chalid sebagai salah satu orang yang memiliki peran penting dalam bisnis migas di Indonesia menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat Indonesia. Apalagi semenjak Riza Chalid kabur keluar negeri, skandal ‘papa minta saham’ seakan-akan tidak lagi penting untuk dilanjutkan oleh aparat penegak hukum.

Baca Juga:  Tiga Kader PMII Layak Menduduki Posisi Pimpinan DPRD Sumenep

Presiden Jokowi sempat marah karena lembaga kepresidenan disinggung dalam rekaman oleh Setya Novanto dan Riza Chalid. Dalam pidatonya tanggal 7 Desember 2015 silam, Jokowi mengancam jangan sampai ada pihak-pihak yang mempermainkan nama-nama lembaga negara.

Anehnya, lima bulan kemudian, Jokowi bertemu dengan Setya Novanto membicarakan dukungan Golkar untuk pilpres 2019. Komitmen dukungan Golkar kepada Jokowi seolah-olah telah menghapus kemarahan Jokowi atas penyebutan lembaga kepresidenan dalam rekaman ‘papa minta saham’.

Presiden pun tidak pernah secara tegas meminta KPK mengusut skandal ‘papa minta saham’. Demikian juga dengan larinya Riza Chalid ke luar negeri, Presiden tidak pernah secara tegas meminta aparat hukum mencari Riza Chalid di luar negeri. Masyarakat menilai ada ketidakkonsistenan Jokowi yang marah atas rekaman papa minta saham.  “Kalau marah mengapa justru meminta dukungan politik dengan aktor ‘papa minta saham’?”

Luhut Disebut Dalam Skandal Panama Papers

Terkait dengan bocornya data Panama Papers yang yang mencantumkan ribuan nama-nama pejabat termasuk nama Luhut Binsar Pandjaitan dan pengusaha-pengusaha Indonesia dalam dokumen yang bocor, Jokowi merespon dan berjanji akan membuka pelaku-pelaku yang ada. Dan ia akan menindak mereka, jika terbukti melanggar hokum.

Baca Juga:  Relawan Lintas Profesi Se-Tapal Kuda Deklarasi Dukung Khofifah di Pilgub Jatim

Namun sayangnya hingga saat ini Jokowi belum menepati janjinya. Tidak tanggung-tanggung mantan Menteri Keuangan Bambang Brojonegoro pernah mengatakan total uang Indonesia yang berada di luar negeri yang tercantum dalam dokumen Panama Papers jumlahnya di atas 11.500 triliun rupiah. Itu pun baru yang tercatat di konsultan Mossack Co dan belum dari konsultan offshore lainnya.

Konsultan pembuatan perusahaan offshore banyak beroperasi di Singapura bahkan ada yang mempunyai agen perwakilan di Indonesia.  Mereka bisa menyembunyikan pemilik uang yang sesungguhnya dan menampilkan nama-nama nomane atau proxy (bukan pemilik sesungguhnya) yang dicantumkan dalam akte perusahaan. Patut diduga banyak koruptor dan pengemplang pajak menggunakan konsultan seperti Mossack Co untuk menyembunyikan asetnya di luar negeri.

Ketidakkonsistenan Jokowi dalam memimpin penuntasan kasus-kasus skandal besar patut dipertanyakan masyarakat. Apakah pemerintah bersungguh-sungguh untuk memperbaiki carut marutnya pengelolaan negara akibat korupsi kolusi dan nepotisme?

Atau sebaliknya pemerintah ingin status quo dengan menutup-nutupi dan mengalihkan perhatian masyarakat kepada proyek-proyek infrastruktur. Saya sangat khawatir jika pemerintah Jokowi tidak segera membongkar skandal besar maka perilaku bejat pejabat negara yang berkolusi dengan pengusaha akan terus berlangsung dan mengakibatkan bocornya keuangan negara.

Baca Juga:  KPU Nunukan Menggelar Pleno Terbuka Rekapitulasi Perolehan Suara Calon DPD RI

Apalagi saat ini, utang Indonesia bertambah 1000 Triliun lebih dalam 2,5 tahun di bawah pemerintahan Jokowi. Apakah Jokowi mampu mengawasi penggunaan hutang negara tersebut? Apa jaminannya? “Terus terang saya pesimis,” ujar Bastian P Simanjuntak.

“Saya mengajak masyarakat untuk menjadikan koruptor dan kolutor sebagai musuh bersama, dan menyadari bahwa persoalan di negara ini bukan hanya terkait siapa mendukung siapa dan siapa di dukung siapa,” sambungnya.

Bastian yakin masyarakat sangat berkeinginan memiliki pemimpin-pemimpin negara yang bersih dari korupsi kolusi nepotisme dan menganggap KKN sebagai suatu hal yang menjijikan dan tidak bermoral. Jangan berikan pengecualian sedikitpun terhadap KKN.

Para pemimpin yang ucapannya tidak selaras dengan tindakannya, kata Bastian tidak usah dipilih kembali dalam pemilihan berikutnya. “Kita sebagai rakyat jangan terseret dengan kepentingan politik praktis para elit yang tidak bermoral yang menghalalkan segala cara. Kepentingan kita adalah memastikan para pemimpin negara bersih dari KKN dan segera bisa mensejahterakan rakyat. Marilah kita secara tegas menolak berbagai macam modus KKN yang masih saja terjadi di Republik kita ini,” tegasnya. (*)

Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 10