NUSANTARANEWS.CO – “Saya ingin bertanya kepada saudara-saudara semuanya, tolong dijawab. Adakah semangat kebangsaan di hatimu? Adakah jiwa keindonesiaan di hatimu? Adakah kekokohan NKRI di jiwamu?” tanya Presiden Joko Widodo yang dijawab gemuruh “ya,” secara serentak peserta apel yang berjumlah lebih 20.000 orang di Plataran Candi Prambanan pada Sabtu (16/12/17) yang lalu. Apel itu dihadiri ribuan anggota Banser GP Ansor dan Kokam.
Jujur seperti ada getaran, kebanggaan, dan haru pada diri penulis saat mendengar gemuruh peserta apel dan kemah Kebangsaan muda Muslim Indonesia yang digelar bersama Banser (Barisan Ansor Serbaguna) dan Kokam (Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda) Muhammadiyah di pelataran Candi Prambanan pada medio Desember tahun lalu. Walau kegiatannya sudah berlalu, tetapi kebanggaan itu masih membekas di hati.
Kebetulan saat itu penulis ditugaskan sebagai ketua panitia penyelenggara. Jadi tahu betul bagaimana menjalin komunikasi dua arah dengan melibatkan seluruh unsur, tidak hanya dengan Kokam Muhammadiyah, tetapi juga pelbagai elemen. Kegiatan tersebut tidak semata-mata show of force kekuatan Pemuda Islam yang hanya melibatkan sebagiannya saja, tapi bagaimana teman-teman dari unsur NU dan Muhammadiyah (syukur-syukur dari unsur organisasi keagamaan lain) bersatu padu menggemuruhkan kecintaan pada republik ini.
Penulis sebagai anak muda NU hingga detik ini bangga bahwa NU melalui banon-banomnya seperti Gerakan Pemuda Ansor telah bergandengan tangan merawat keindonesiaan dan menjahit kebhinekaan di semua bidang kehidupan. GP Ansor misalnya, tidak hanya menghidupkan (nguri-nguri) kebudayaan, toleransi, dan moderisme di tengah kehidupan masyarakat, tetapi juga ikut serta mendorong terciptanya pribadi-pribadi unggul dalam kapasitas dan karya.
Misalnya GP Ansor mendorong para anggotnya memiliki kemampuan atau skill di bidang otomotif dan kekaryaan yang lain dengan mengikutsertakan pada pelatihan-pelatihan besutan Kementerian Ketenagakerjaan RI. Tidak hanya berhenti di situ. Setelah memiliki kemampuan para kader yang masih menganggur didistrubusikan ke perusahaan-perusahaan di dalam dan luar negeri. Ini baru satu kerjasama, belum pengaktualisasian ke bidang-bidang yang lain.
Mengamati masifnya kaderisasi di tubuh GP Ansor belakangan ini disertai distribusi kader ke pelbagai lini di satu sisi menjadi kebanggaan, tapi di sisi yang lain menjadi sinyal kewaspadaan (alert) bahwa GP Ansor tidak boleh memikirkan dirinya sendiri. Demi terlibat dalam pembangunan bangsa yang berkarakter dan berkemajuan setidaknya memasuki usianya yang ke-84 GP Ansor seyogyanya memikirkan kembali kehidmatan bahwa GP Ansor benar-benar dapat dirasakan manfaatnya untuk umat.
Pemakmuran Ekonomi Umat
Mengamati dinamika kebangsaan kita dewasa ini, perlu penulis ketengahkan kembali tujuan GP Ansor salah satunya ialah berperan secara aktif dan kritis dalam pembangunan nasional demi terwujudnya cita-cita kemerdekaan Indonesia yang berkeadilan, berkemakmuran, berkemanusiaan dan bermartabat bagi seluruh rakyat Indonesia yang diridhoi Allah SWT. Berkeadilan, berkemakmuran, dan berkemanusiaan yang bermartabat menjadi penting ditransformasikan di tengah-tengah hiruk-pikuk radikalisasi yang menggejala. Perlu warna baru bagi GP Ansor dalam merawat kebangsaan kita. Salah satunya yang paling penting ialah menghidupkan dan mendorong terciptanya lokus-lokus penguatan ekonomi umat.
Kita mengenal tranformasi ekonomi rakyat ala Mohammad Hatta atau dikenal Bung Hatta bahwa kemandirian dan kemajuan bangsa Indonesia dapat bersendikan pada penguatan ekonomi kerakyatan. Penguatan ekonomi kerakyatan ala Bung Hatta ini menghendaki pertumbuhan ekonomi masyarakat seiring dengan pemerataannya. Negara harus bebas dari cengkraman kapitalisme. Ide ekonomi kerakyatan Bung Hatta tidak belum sepenuhnya terwujud. Koperasi yang menjadi andalan ekonomi kerakyatan Bung Hatta, walau berjalan hingga ini koperasi masih serasa berjalan di tempat.
Di dalam lingkungan NU sendiri penguatan ekonomi kerakyatan sudah lahir sebelum Bung Hatta mencetuskan ide koperasi. Kita bisa amati misalnya, pendirian nahdlatut tujjar atau kebangkitan para saudagar pada tahun 1918. Organisasi yang kemudian bermetamorfosis ke dalam NU ini sejatinya ialah organisasi penggerak ekonomi rakyat. Walaupun tidak sebutkan sebagai koperasi, tetapi gerakan ekonomi di dalam wadah nahdlatut tujjar ini mendorong terciptanya penguatan ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan, mengikutsertakan lampisan masyarakat, pemufakatan, pemberian rasa aman dan adil.
Perlu diketengahkan maklumat KH. Hasyim Asya’ari sebagaimana dinukil Fikri Mahzumi (2017). Petikan bunyi maklumatnya begitni; “Wahai pemuda putera bangsa yang cerdas pandai dan para ustadz (ulama) yang mulia, mengapa kalian tidak mendirikan saja suatu badan ekonomi yang beroperasi, di mana setiap kota terdapat satu badan usaha yang otonom.”
Mbah Hasyim mengatakan ulama dalam stressing point-nya. Mengapa ulama? Karena ulama sebagai panutan dan teladan. Ulama di sini bisa bermakna umum pesantren dan atau banom-banom NU seperti GP Ansor. Jika hal ini berjalan sinergis untuk kepentingan umat, maka basis-basis dan simpul-simpul kemandirian ekonomi bisa terwujud.
Setelah maklumat ini, KH. Mahfoedz Shidiq pada tahun 1937 mendirikan koperasi Syirkah Mu’awwanah yang kemudian kini dikenal dengan BMT SM NU (Baitul Maal wa Ta’mil Syirkah Mu’awwanah Nahlatul Ulama). Koperasi besutan NU ini tidak kalah saing dengan koperasinya ala Bung Hatta. Kelebihannya ialah berupaya membuka jaringan perdagangan antar pesantren yang banyak menghasilkan produk-produk pertanian dan usaha-usaha kecil lainnya.
Nah, posisi GP Ansor sebagai penggerak nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin, NU, dan keummatan penting ikut andil mendorong terciptanya penguatan ekonomi umat. Dengan cara apa? Di level internal bisa membentuk semacam koperasi penggerak dan mengkosolidasi pesantren berbasis ekonomi umat. Sedangkan di level eksternal bisa mendorong keberpihakan pemerintah untuk membuat kebijakan yang pro terhadap pasar rakyat, ketersediaan produksi dari hulu ke hilir, penyediaan alat-alat produksi, pelatihan keterampilan kerja, penciptaan lapangan pekerjaan baru, peningkatan produksi pertanian dan perikanan, menggalakkan kampanye membeli keperluan keluarga di toko tetangga, dan lainnya. Dengan kerja-kerja sosial-ekonomi ini GP Ansor dapat segera dirasakan manfaatnya untuk bangsa. Selamat hari lahir GP Ansor ke-84. NKRI harga mati!
Oleh: Nur Faizin, MA, alumnus Pascasarjana Sosiologi UGM Yogyakarta. Kini mengabdi untuk NU sebagai anggota Bidang Pertanian dan Ketahanan Pangan PP GP Ansor dan Korwil Madura Densus 26