Anomali Yang Terjadi di DPR, Berpotensi Merusak Konstitusi Bernegara

Anomali yang terjadi di DPR, Dapat Berpotensi Merusak Konstitusi Bernegara

Proses legislasi di Indonesia kembali menjadi sorotan tajam setelah Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dinilai mengesampingkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam proses penyusunan undang-undang. Anomali dalam proses legislasi ini semakin menimbulkan kekhawatiran terhadap tumpang tindih kewenangan antara lembaga legislatif dan yudikatif, yang seharusnya berjalan dalam kerangka checks and balances.
Oleh: Hamid Maulana Bakri

 

Atas tindakan yang dilakukan oleh DPR yang menganulir putusan MK merupakan sebuah langkah yang merusak prinsip-prinsip negara hukum dan menimbulkan preseden negatif bagi keberlanjutan demokrasi di Indonesia.

Dalam sebuah negara hukum, putusan MK sebagai lembaga peradilan konstitusi bersifat final dan binding, yang seharusnya wajib dihormati oleh semua pihak, termasuk lembaga legislatif.

Dalam konteks ini, penting untuk memahami perbedaan kedudukan antara putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) dalam sistem hukum Indonesia. MK memiliki kewenangan utama untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, dan putusannya bersifat final serta mengikat. Ini berarti, putusan MK tidak dapat dibatalkan atau diabaikan oleh lembaga mana pun, termasuk DPR dan Baleg.

Di sisi lain, Mahkamah Agung (MA) memiliki kewenangan untuk menguji peraturan di bawah undang-undang dan mengadili pada tingkat kasasi. Putusan MA dapat menjadi rujukan dalam proses legislasi terutama terkait penerapan atau penafsiran peraturan di bawah undang-undang. Namun, putusan MA tidak dapat digunakan untuk menganulir putusan MK. Kedudukan MK sebagai penjaga konstitusi memastikan bahwa setiap putusan terkait uji materiil undang-undang menjadi acuan utama dalam proses legislasi.

Oleh karena itu, tindakan dari DPR yang diduga menggunakan putusan MA sebagai dasar untuk menganulir putusan MK menimbulkan anomali dalam proses legislasi. Tumpang tindih ini tidak hanya menunjukkan adanya celah dalam proses legislasi, tetapi juga memperlihatkan adanya potensi penyalahgunaan kekuasaan yang dapat merugikan masyarakat. Di sisi lain, situasi ini mengungkapkan perlunya reformasi sistem hukum di Indonesia agar lebih transparan, akuntabel, dan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi.

Para aktivis dan kelompok masyarakat sipil mendesak agar DPR segera mengkaji ulang tindakan DPR ini dan menghormati putusan MK demi menjaga integritas proses hukum dan demokrasi di Indonesia. Masyarakat mengingatkan bahwa upaya menganulir putusan MK tanpa dasar yang kuat dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap institusi-institusi negara. (*)

Penulis: Hamid Maulana Bakri, Praktisi Hukum dan Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Exit mobile version