Politik

Angka Presidential Threshold 20-25 Persen Dianggap Dilematis

NusantaraNews.co, Jakarta – Pengamat Politik dari Indo Survey & Strategy, Herman Dirgantara mengatakan bahwa penyelenggaraan pemilu dihadapkan pada tiga tantangan utama yakni pendidikan politik, proses pemilu yang demokratis dan substantif serta penguatan institusi partai politik.

Oleh karena itu, Herman menilai UU Pemilu harus mengacu pada penguatan tiga tantangan tersebut.

“UU Pemilu perlu terus diperkuat dalam rangka menjawab tiga tantangan utama dalam penyelenggaraan pemilu. Apa saja? yakni, pendidikan politik, proses (pemilu) yang demokratis namun substantif dan penguatan parpol,” terang Herman, Jakarta, Rabu, 06 September 2017.

Terkait pasal mengenai Presidential Threshold atau ambang batas pilpres UU Pemilu yang digugat sejumlah kalangan, bagi Herman terkesan dilematis. “Pak Mendagri kan sudah sampaikan tujuannya penguatan demokrasi itu. Nah masalahnya, angka (presidential threshold) 20-25 persen itu mengacu pada hasil pemilu 2014 sedangkan nanti 2019 dilakukan serentak. Ini yang menjadi dilematis”, jelasnya.

Sebelumnya, Partai Bulan Bintang (PBB) resmi melalui Ketua Umumnya Yusril Ihza Mahendra mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap ketentuan ambang batas pencalonan presiden yang tertuang dalam Pasal 222 UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Baca Juga:  Juara Pileg 2024, PKB Bidik 60 Persen Menang Pilkada Serentak di Jawa Timur

Dalam pasal tersebut diatur ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20-25 persen. Yusril pun mengatakan jika ketentuan tersebut telah merugikan pihaknya.

“Partai ini mempunyai hak konstitusional untuk mengajukan pasangan capres dan cawapres karena ini parpol peserta pemilu. Tapi hak konstitusionalnya itu dirugikan atau terhalang dengan norma pasal 222 (UU Pemilu)”, katanya ketika dihubungi bebarapa waktu yang lalu.

Selain itu, ketentuan ambang batas bertentanganan dengan rasionalitas. Sebab, pemilu 2019 akan dilakukan secara serentak untuk pemilihan presiden dan legislatif.

Di sisi lain, menurut Yusril, perolehan suara pada pemilu 2014, tidak bisa dijadikan sebagai acuan dan tidak relevan di pemilu presiden 2019. Alasannya, hasil pileg 2014 sudah digunakan untuk mencalonkan pada pemilihan presiden 2014.

Seperti diwartakan sebelumnya, terkait ambang batas sudah digugat oleh beberapa pihak. Di antaranya, gugatan diajukan oleh sejumlah advokat yang tergabung dalam Advokat Cinta Tanah Air (ACTA), Partai Solidaritas Indonesia, Perindo dan Partai Idaman.

Baca Juga:  Bukan Emil Dardak, Sarmuji Beber Kader Internal Layak Digandeng Khofifah di Pilgub

Pewarta/Editor: Ach. Sulaiman

Related Posts

1 of 33