Pantai Bukan Pantai
berjalan di pulau ini
jarak kedai dan laut begitu dekat
jalan setapak telah mengeras
pohon-pohon mengecil di teras dekat kolam
tak ada cemara atau ketapang untuk berlindung dari terik
birunya laut bukan lagi karena cerah langit
tapi dari keramik-keramik yang licin
laut dibawa ke halaman
pasir ditimbun di kamar mandi
Melur Pagi
matahari bak laba-laba yang merangkai jaring
dari benang-benang hangat
riuh sendok dan piring kaca
bagai musik penyambut hidup
bertalu di dapur waktu
dan wewangian melintas diam-diam
menembus penciuman, tanpa sengaja
melewati vas bunga yang selalu sumringah di atas meja
kedip awan mengurai
ujung-ujung bibir tukang sayur
mengaburkan gusinya yang bengkak semalaman
orang-orang seperti pelari maraton
siap sedia di tiap ruas jalan
menawarkan ikhtiar, hatinya yang tengadah
meyakini anugrah
Baca:
Wacika, Rindu Kerabat di Pangkal Pagi – Puisi Eny Sukreni
Angin Utara
lima hari di bulan itu
laut kehilangan biru
angin mengerahkan seluruh tenaga
derunya getir
menampar sampan-sampan terapung
bagai bidak yang pasrah
mengikuti gemulung ombak
seseorang berseru dari kejauhan
lihat, laut tak marah
perahuku telah berkawan gelombang !
Eny Sukreni lahir di Pemenang, Lombok Utara, 24 Agustus 1987. Menyelesaikan pendidikan tinggi pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, STKIP Hamzanwadi. Puisi-puisinya antara lain terbit di surat kabar Media Indonesia, Indo Pos, Riau Pos, Banjarmasin Post, dan Suara NTB.
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resinsi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].