Kesehatan

Almisbat: BPJS Kesehatan Defisit Karena Semakin Banyak Masyarakat yang Dilayani

Diduga Ada Mark Up Dalam Proyek BPJS Kesehatan, CBA Desak KPK Turun Tangan. (FOTO: NUSANTARANEWS.CO)
BPJS Kesehatan. (Foto: dok. NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Semakin besarnya defisit BPJS Kesehatan seharusnya menjadi perhatian serius karena menyangkut kebutuhan warga negara akan pelayanan kesehatan. Bukan malah justru dimanfaatkan untuk menebarkan fitnah seolah defisit itu akibat dinvestasikan dana BPJS untuk infrastruktur.

“Yang diinvestasikan ke infrastruktur itu dana BPJS Ketenagakerjaan. Sedangkan yangg mengalami difisit itu BPJS Kesehatan,” kata Ketua Umum Aliansi Masyakat Sipil untuk Indonesia Hebat (Almisbat) Hendrik Dikson Sirait saat ditemui redaksi di Kantor DPN Almisbat, Jl Tebet Barat 8 Jakarta Selatan, Kamis (20/9/2018).

Mantan aktifis Pro Demokrasi itu mengungkapkan bahwa perbedaan tersebut sengaja dikaburkan untuk menyerang pembangunan infrastruktur Penerintah.

“BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan merupakan dua hal yang berbeda, yang sengaja disamakan, untuk menyalahkan pembangunan infrastruktur pemerintah,” cetus Hendrik.

Dia menjelaskan tentang perbedaan kondisi antara dana BPJS Ketenagakerjaan dengan BPJS Kesehatan. Dana BPJS, kata dia, dapat diambil oleh pekerja setelah masa keanggotaan selama 10 tahun dan memasuki usia 56 tahun. “Maka dana BPJS Ketenagakerjaan akan terus bertambah,” katanya.

Baca Juga:  Pemkab Pamekasan Dirikan Rumah Sakit Ibu dan Anak: Di Pamekasan Sehatnya Harus Berkualitas

“Dan agar manfaatnya bertambah bagi pekerja, dana BPJS Ketenagakerjaan perlu diinvestasikan. Yang paling aman ya diinvestasikan ke pemerintah,” ujar Hendrik.

Sedang BPJS Kesehatan mengalami defisit karena semakin banyaknya masyarakat yang dilayani oleh BPJS Kesehatan. Menurut Hendrik, defisit terjadi karena biaya pelayanan kesehatan untuk masyarakat lebih besar dari iuran dan bantuan pemerintah.

“Kalau kita peduli pada rakyat, seharusnya kita berpikir dan mendukung pemerintah untuk menutup defisit BPJS Kesehatan tersebut, agar pelayanan kesehatan tidak terganggu. Bukan malah memanfaatkannya untuk kepentingan politik dengan menebar hoax,” ujarnya.

Pada kesempatan sama, anggota dewan penasehat Almisbat menganggap upaya pemerintah menutup defisit BPJS Kesehatan dengan cukai rokok merupakan langkah yang tepat. Karena menurutnya, penyakit jantung menyedot dana BPJS terbesar, dan merokok adalah pemicu terbesar datangnya penyakit jantung.

Teddy mengingatkan tentang penjalasan Dirut BPJS di media, dimana 53 % dari seluruh dana BPJS Kesehatan dikeluarkan untuk pengobatan penyakit yang mematikan, di mana penyakit jantung koroner merupakan golongan penyakit yang mematikan yang paling besar menyerap dana BPJS.

Baca Juga:  DBD Meningkat, Khofifah Ajak Warga Waspada

“Dan 60% penyebab penyakit jantung disebabkan oleh merokok. Jadi fair jika industri rokok dan perokok menyumbang BPJS Kesehatan melalui cukai yang mereka bayar,” kata Teddy, penasihat Almisbat.

Namun begitu, dia mengingatkan pemerintah untuk mencari sumber pajak lain untuk mendukung pendanaan BPJS Kesehatan. Menurutnya, hal tersebut perlu dilakukan pemerintah agar tidak memberatkan satu industri saja. Ia mengusulkan, selain cukai rokok, pemerintah bisa meningkatkan pajak penjualan kendaraan bermotor.

“Ini sebagai konpensasi atas polusi yang dihasilkannya. Dan akan dapat mendorong penggunaan transportasi publik juga,” tutup Teddy. (alya/nvh)

Editor: Novi Hildani

Related Posts

1 of 3,145