NUSANTARANEWS.CO – Penutupan Alexis mestinya disambut dengan penuh suka cita. Pasalnya salah satu tempat prostitusi kelas kakap berhasil ditutup. Sudah menjadi rahasia umum, jika Hotel Alexis adalah pusat hiburan prostitusi kelas wahid di ibukota.
Dilansir dari Tribunnews.com (31/10) setidaknya ada 5 fakta menarik fasilitas di Hotel Alexis; pertama fasilitas hiburan premium. Dimana Hotel Alexis menawarkan berbagai tempat hiburan seperti 4Play Clun & Bar Longue, Xis Karaoke, dan BathHouse Gentlemen Spa. Kedua, lantai 1, menyuguhkan tarian striptease dan sex show. Ketiga, di lantai 7, terdapat surga kaum adam. Di lantai ini pengunjung bisa menikmati spa atau massage dari gadis-gadis cantik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Gadis-gadis luar negeri yang ada di Alexis Hotel biasanya didatangkan dari Uzbekistan, Thailand, Vietnam, China, Rusia, hingga Spanyol. Keempat, erotic massage gadis lokal. Fasilitas ini diterangkan bisa dinikmati ketika ditebus dengan uang mulai dari 1,375 juta. Sedangkan untuk gadis luar negeri dibanderol mulai dari Rp 1,375 juta hingga Rp 2,5 juta. Kelima, tak mudah masuk ‘Surga Dunia’.
Ahok bahkan pernah blak-blakan soal hiburan ‘Surga Dunia’ di Alexis. “Di hotel-hotel itu ada enggak prostitusi? Ada, prostitusi artis di mana? Di hotel. Di Alexis lantai tujuhnya surga dunia loh (prostitusi). Di Alexis itu bukan surga di telapak kaki ibu loh, tapi lantai tujuh,” ujarnya saat masih menjadi DKI 1. Bahkan muncul keraguan jika Alexis tidak bisa ditutup.
Baru-baru ini Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengagetkan publik setelah pemerintah DKI mengumumkan penutupan usaha hotel dan griya pijat terbesar di Jakarta itu. Pemerintah DKI sendiri secara tegas tak memberikan izin TDUP kepada pihak Alexis.
Disayangkan ketika tempat prostitusi elit ini ditutup, pemerintah DKI Jakarta justru dihujani nyinyiran yang itu muncul dari kalangan yang mestinya jadi figur. Berbagai nada menyudutkan secara bertubi-tubi sengaja diarahkan ke pemerintah pasca penutupan. Muncul pertanyaan kemudian, ada apa dengan logika berpikir kita? Mestinya segala hal harus bisa ditempatkan secara proporsional, bukan mencampuradukan sentimen pribadi dengan masalah sosial.
Akhirnya yang muncul adalah upaya menutup mata tentang kebaikan. Nalar negatif yang dikedepankan. Membela mati-matian Alexis.
Penggembosan
Penggembosan memerangi prostitusi ini diangkat ketika menuding pemerintah tak memiliki barang bukti kuat, menghilangkan lapangan pekerjaan, pencitraan, negara terancam kehilangan income miliaran rupiah hingga gimik-gemik yang diframing media maenstrem. Deretan nada sumbang ini yang terus dihembuskan. Nyaris tak ada ruang untuk melihat secara jernih persoalan. Mengapa upaya untuk menutup praktik prostitusi terselubung sengaja digembosi? Situasi ini menggiring pada situasi banalitas. Membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar.
Kita lupa bahwa memerangi prostitusi adalah komitmen seluruh bangsa-bangsa di dunia. Sama dengan kebijakan pemprov dengan menutup Alexis merupakan kebijakan cemerlang. Yang selama ini, susah dijinakkan. Dengan tak mengeluarkan TDUP terbaru, secara otomatis Alexis tak bisa beroperasi.
Langkah pemprov tepat. Meskipun terkesan sepihak bagi pemilik Alexis. Namun apabila menunggu barang bukti foto atau video, seperti yang sudah-sudah, para pemilik korporasi kakap ini akan pandai berdalih dan berkilah. Ujung-ujungnya gagal tutup. Beda cerita, ketika langkah yang ditempuh dengan mencabut status legalitasnya.
Meski kebijakan ini tak bisa menggaransi praktik prostitusi bersih 100 persen, namun setidaknya upaya nyata dan penindakan tegas terhadap semua praktik prostitusi dilakukan oleh pemerintah. Tak menutup kemungkinan pula, pasca pencekalan ini, akan muncul Alexis-Alexis baru.
Itulah sebabnya, ditutupnya korporasi kakap sekelas Alexis harus didukung penuh. Selama ini, kebanyakan hanya lokalisasi-lokalisasi kecil yang diciduk, sementara nyaris prostitusi yang dikelola oleh korporasi besar tak tersentuh. Entah tidak tau atau pura-pura tidak tau?
Tak Ada Kata Kompromi
Memang, pemberangusan korporasi penjaja birahi kelas kakap kerap terkendala. Tak lain karena para pemilik korporasi haram ini sebelumnya telah mengantongi izin usaha, selain karena mereka memiliki kemampuan dalam menyembunyikan praktik-praktik dunia hitam secara rapi. Sehingga saat ditanya mengenai barang bukti, mereka pandai berkilah.
Hal ini berbanding terbalik dengan prostitusi kelas teri. Dimana ia tak memiliki legalitas, sehingga mudah untuk diberangus. Keberhasilan penutupan Alexis, setidaknya bisa menjadi bukti bahwa tak ada kata kompromi untuk praktik korporasi prostitusi.
Dengan demikian, memerangi praktik prostitusi tidak hanya melulu menyasar pada kelas ‘gurem’ seperti Kalijodo, namun juga berlaku pada prostitusi kelas elit layaknya Alexis. Karena semua telah sepakat bahwa prostitusi merupakan praktik kejahatan yang dilarang keras oleh negara. Selain melanggar hukum, prostitusi bertentangan dengan nilai-nilai ketimuran.
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa (26/4/2015) pernah mengatakan persoalan praktik prostitusi perlu penegakan hukum tegas. Ini menyusul praktik prostitusi di Indonesia dinilainya sudah kian memprihatikan.
Ada empat persoalan mendasar, kata Khofifah terkait prostitusi, yaitu tindak perbudakan, kriminalitas, eksploitasi, dan perdagangan manusia. Menurutnya, prostitusi dan pornografi sudah paralel dan saling terkait.
Sama halnya dengan penutupan tempat prostitusi di Gang Doli, Surabaya maupun Kalijodo semua sepakat untuk memerangi praktik jual beli birahi. Dalam hal ini, penutupan Alexis mestinya juga harus disambut antusias, layaknya penggusuran Kalijodo maupun Gang Doli. Bukan malah sengaja digembosi lantaran membawa sentimen pribadi.
Kita harus jernih mendudukkan persoalan prostitusi. Sebab prostitusi merupakan sebuah kejahatan. Di dalamnya terdapat mata rantai perbudakan, kriminalitas, eksploitasi dan perdagangan manusia. Yang tak habis pikir, apa untungnya membela mati-matian Alexis yang sudah jadi rahasia umum sebagai tempat prostitusi elit di ibu kota?
Sekali lagi, penutupan Alexis layak diapresiasi. Dunia sepakat bahwa prostitusi adalah musuh bersama yang harus terus dilawan. Dengan tak memberikan izin beroperasi, setidaknya pemerintah telah berupaya secara tegas mendorong dan mengawal moral bangsa.
Penulis: Romandhon