HukumPolitik

Aktivis Ini Pertanyakan Pemahaman Jokowi Tentang UU dan Pengamanan Mantan Presiden

NUSANTARANEWS.CO -Belum lama beredar rilis yang mengatasnamakan Kepala Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden, Bey Machmudin, dengan judul ‘Presiden: Jangan Membawa Masalah di Pengadilan ke Saya’.

Adapun kalimat dalam rilis tersebut berbunyi sebagai berikut:

“Saya hanya ingin menyampaikan yang kemarin ya. Itu kan isu pengadilan, itu isunya di pengadilan ya. Dan yang bicara itu pengacara, pengacaranya Pak Ahok dan Pak Ahok sendiri. Iya kan? Kok barangnya dikirim ke saya? Tidak ada hubungannya,” ujar Presiden Jokowi usai menghadiri Konferensi Forum Rektor Indonesia Tahun 2017 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Kamis (02/02/17).

Demikian pula dengan dugaan penyadapan yang dilakukan kepada Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Menurut Jokowi, hal tersebut juga seharusnya diklarifikasikan langsung kepada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan kuasa hukumnya di pengadilan.

Menanggapi hal tersebut, Aktivis Rumah Amanah Rakyat (RAR) Ferdinand Hutahaean, menyayangkan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyatakan bahwa apa yang terjadi di pengadilan kasus penistaan agama dengan terdakwa Ahok kemarin bukanlah menjadi urusannya. Padahal, menurut Ferdinand, selain sebagai Presiden, Jokowi juga sekaligus adalah kepala negara dan kepala pemerintahan.

Baca Juga:  Wis Wayahe Jadi Bupati, Relawan Sahabat Alfian Dukung Gus Fawait di Pilkada Jember

Jika benar ada penyadapan terhadap SBY, Ferdinand menegaskan bahwa itu adalah masalah negara, masalah Undang-Undang (UU), dan tentu saja wajar jika Jokowi menjadi muara dari hal ini, karena domain penegakan hukum ada di bawah pemerintah yaitu Polisi.

“Ataukah SBY harus menyampaikan penyadapan tersebut kepada Si Cepot atau kepada polisi tidur di jalanan? Aneh, Presiden kok tidak paham amanat UU dan tidak memahami fungsi pengamanan yang diberikan negara kepada mantan presiden dan mantan wakil presiden,” ungkapnya seperti dikutip dari siaran pers, Jakarta, Sabtu (04/02/17).

Ferdinand pun menyebutkan alasan mengapa isu penyadapan di pengadilan itu ditujukan penyelesaiannya kepada Presiden. Menurutnya, tentu saja karena ini masalah penegakan hukum yang berada di bawah pemerintah. Mungkin, lanjutnya, Presiden dan para pembantunya tidak paham tentang UU dan fungsi pengamanan terhadap mantan Presiden dan Wakil Presiden.

“Supaya ada tambahan pemahaman, saya akan coba menjelaskan dengan harapan semoga Presiden dan para pembantunya paham sehingga tidak mengeluarkan pernyataan yang kontroversial,” ujarnya.

Pertama, Ferdinand menyebutkan, pengamanan terhadap mantan Presiden dan Wakil Presiden itu adalah amanat negara yang diatur dalam sebuah ketentuan, maka atas amanat negara tersebut, pemerintah wajib mengamankan semua mantan presiden dan wakil presiden sebagai VVIP. Atas sistem pengamanan itu, maka negara memerintahkan TNI satuan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) untuk mengamankan mantan Presiden dan Wakil Presiden secara fisik, kegiatan dan semua lalu lintas informasinya.

Baca Juga:  Mengawal Pembangunan: Musrenbangcam 2024 Kecamatan Pragaan dengan Tagline 'Pragaan Gembira'

Artinya, lanjut Ferdinand, sistem pengamanan mantan Presiden itu adalah amanat negara dengan sistem yang dibuat negara. Dengan demikian, jika ada pihak yang menerobos sistem pengaman negara salah satunya dalam bentuk penyadapan kepada mantan Presiden, sama saja artinya itu kejahatan kepada negara.

“Maka adalah kewajiban Presiden untuk melawan kejahatan kepada negara. Itulah kenapa Presiden harus bicara dan bertindak sebagai kepala negara dan sebagai kepala pemerintahan untuk melawan dan mengusut tuntas kejahatan terhadap negara tersebut,” katanya.

Kedua, adalah amanat UU yang tertuang dalam UU Telokomunikasi Nomor 39 dan UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) bahwa penyadapan adalah kejahatan dan bentuk delik murni yang tidak perlu aduan dari korban, maka sudah sepatutnyalah Presiden Jokowi merespon penyadapan ilegal tersebut dengan memerintahkan Kapolri melakukan pengusutan tuntas atas skandal tersebut dan membawa pelakunya ke hadapan pengadilan untuk diadili.

“Dan karena penegakan hukum adalah domain pemerintah dan negara, maka peran Presiden tentu menjadi sangat penting dalam hal ini karena Presiden membawahi institusi Polri yang berkewajiban menegakkan hukum,” ungkap Ferdinand yang juga Mantan Relawan Jokowi itu.

Baca Juga:  DPRD Nunukan Gelar Paripurna Laporan LKPJ Bupati TA 2023

Dengan demikian, Ferdinand menuturkan, menjadi lucu jika Jokowi malah meminta SBY menanyakan langsung kepada Ahok dan pengacaranya. “Memangnya kasus penyadapan ini adalah kasus merumpi antara SBY dengan Ahok yang bisa diselesaikan dengan tanya jawab?  Ini kasus yang membutuhkan penegakan hukum. Memangnya SBY punya polisi sendiri yang bisa mengusut kasus ini dan membawanya ke hadapan pengadilan? Hal seperti ini harusnya dipahami oleh Presiden dan para pembantunya. Sehingga jika berbicara tidak malah menunjukkan ketidakpahaman tugasnya dalam mengelola negara,” katanya.

Ferdinand pun berharap presiden dan para pembantunya dapat memahami hal tersebut. Semoga juga, Presiden dan para pembantunya tidak sedang berpura-pura tidak mengerti hanya karena memang tidak berkenan mengusut tuntas skandal ini. “Presiden, bangsa ini bukan mainan. Kami harap hukum ditegakkan, perintahkan Polri untuk segera memeriksa Ahok dan pengacaranya atas dugaan kejahatan yang sangat serius yaitu penyadapan,” ujarnya. (Deni)

Related Posts

1 of 170