Berita UtamaMancanegaraOpiniTerbaru

Akankah Venezuela Menjadi “Libya” di Benua Amerika?

Akankah Venezuela Menjadi “Libya” di Benua Amerika?
Akankah Venezuela Menjadi “Libya” di Benua Amerika?

NUSANTARANEWS.CO – Akankah Venezuela Menjadi “Libya” di Benua Amerika? Awal pekan ini, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Anthony Blinken mengatakan bahwa Washington tidak akan mengubah posisinya terhadap Guaido sebagai “pemimpin sementara Venezuela” dan melanjutkan tekanan terhadap Presiden Nicolas Maduro mengenai transisi demokrasi di Venezuela.

Washington tampaknya bertolak belakang dengan Uni Eropa yang mengakui hasil pemilihan parlemen Venezuela yang dimenangkan oleh Partai Sosialis Bersatu Venezuela yang dipimpin oleh Maduro pada bulan Desember lalu.

Presiden Joe Biden yang telah membom tujuh negara dalam karir politiknya tampaknya akan melanjutkan kebijakan pendahulunya mantan Presiden Donald Trump yang hanya berkoar-koar akan melakukan agresi untuk menggilas negeri Bolivarian itu.

Mengapa Washington begitu benci dengan Venezuela yang kini menjalankan demokrasi sebagaimana mestinya yang dipelopori oleh Hugo Chavez pada 1999 dan dilanjutkan oleh Nicolas Maduro –  di mana rakyat Venezuela memiliki pemerintahan, oleh, dan untuk rakyat secara adil. Mendiang Chavez menyebutnya sosial demokrasi.

Sejak berdirinya sosial demokrasi ala Venezuela, pemerintahan AS dari Clinton hingga Obama/Biden, lalu Trump, dan sekarang Biden sangat ingin mengembalikan Venezuela sebagai negara klien.

Baca Juga:  Pemdes Pragaan Daya Membuat Terobosan Baru: Pengurusan KTP dan KK Kini Bisa Dilakukan di Balai Desa

Apakah sekedar untuk menjarah sumber daya minyaknya yang besar, yang terbesar di dunia? “Bahkan harus membunuh Chavez dengan racun!”

Lalu melancarkan operasi kudeta terang-terangan untuk menggulingkan Presiden Nicolas Maduro pelanjutnya dengan berbagai cara. Namun semua itu gagal mematahkan sosial demokrasi yang dicetuskan Chavez untuk mengubah Venezuela yang berdaulat menjadi negara klien yang patuh.

Tapi kegigihan AS dalam mengalahkan musuh-musuhnya harus diacungi jempol. Karena bagi AS, tiada hari tanpa perang baik secara militer maupun non militer.

Seperti diketahui, pada 2015, Obama/Biden mendeklarasikan bahwa sosial demokrasi Bolivarian adalah ancaman yang tidak biasa dan luar biasa bagi keamanan nasional dan kebijakan luar negeri AS sebagaimana dijelaskan dalam Perintah Eksekutif 13692.

Dan baru-baru ini kebijakan itu dipertegas kembali oleh Presiden Biden bahwa, sesuai dengan bagian 202 (d) Undang-Undang Keadaan Darurat Nasional (50 USC 1622 (d), saya melanjutkan selama 1 tahun keadaan darurat nasional yang dideklarasikan dalam Perintah Eksekutif 13692 (sic).”

Baca Juga:  Atas Instruksi Raja Maroko, Badan Asharif Bayt Mal Al-Quds Meluncurkan Operasi Kemanusiaan di Kota Suci Jerusalem selama Ramadhan

Bagaimana menjelaskan kepada dunia bahwa pemerintahan Bolivarian adalah ancaman. Bukan sebaliknya? Justru Paman Sam yang menjadi ancaman karena memegang kendali senjata nuklir dan senjata penghancur massal lainnya.

Tapi perintah eksekutif baru Presiden Biden tampaknya tetap mempertahankan keadaan perang AS dengan cara lain di Republik Bolivarian. Mencari dalih untuk membenarkan apa yang tidak dapat dibenarkan menurut hukum konstitusional AS dan internasional.

Pada 2 Maret, juru bicara Tony Blinken Ned Price mengatakan: pentingnya mengembalikan demokrasi di Venezuela melalui pemilihan umum yang bebas dan adil?

Padahal Jimmy Carter, mantan Presiden AS ke-39 menyebut bahwa proses pemilu Venezuela adalah “yang terbaik di dunia” sebuah pemilihan terbuka, cermat, bebas, dan adil.

Apa kata dunia ketika Maduro terpilih kembali pada Mei 2018. Lebih dari 150 anggota pengamat internasional mengatakan: Kemandirian Dewan Pemilihan Nasional Venezuela tidak dapat disangkal, baik kepercayaan, serta teknis pelaksanaan.

Dewan Ahli Pemilu Amerika Latin, salah satu kelompok pengamat, mengatakan “hasil yang dikomunikasikan oleh Dewan Pemilihan Nasional mencerminkan keinginan para pemilih yang memutuskan untuk berpartisipasi dalam proses pemilihan.”

Baca Juga:  Kebijakan Kadindik Bikin Cemas, Pj Gubernur Adhi Karyono Cuek Nasib GTT dan PNPNSD di Jawa Timur

Ya, berbanding terbalik dengan demokrasi fantasi AS – negara polisi totaliter, yang menyamar sebagai negara demokratis.

Betapa tidak, bila AS ingin menghapus sosial demokrasi Bolivarian yang dipuji seluruh dunia dan mengembalikan Venezuela menjadi negara dengan pemerintahan boneka yang dipasang AS.

Itulah wajah AS di Venezuela dan wajah imperialisme AS sesungguhnya yang beroperasi di seluruh dunia. Di mana negara yang bebas dan berdaulat harus ditaklukkan menjadi negara bawahan.

Libya kini menjadi contoh mutakhir bagaimana AS menjalankan “Vulture Capitalism” tanpa bermoral. Di mana dengan intervensi langsung, AS meratakan Libya dengan tanah, lalu menciptakan proyek infrastruktur untuk perusahaan-perusahaannya dalam jangka panjang yang dibiayai oleh sumber daya alam Libya atau dengan minyaknya yang bernilai trilyunan dolar dalam satu, dua dekade mendatang

Bayangkan, burung nasar saja memakan bangkai yang sudah mati. Sedangkan AS menciptakan bangkai untuk memberi makan perusahaan-perusahaannya, dan dengan biaya orang lain pula. Dan Biden telah membuktikan aksi tak bermoralnya sedikitnya di tujuh negara. (Agus Setiawan)

Related Posts

1 of 3,049